![]() |
| IST |
JAKARTA - Pelantikan
Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) semakin menambah daftar panjang
para pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pelaksanaan pemilihan presiden lalu yang
kini menjadi pejabat.
Jokowi dulu sempat menyatakan tidak akan
bagi-bagi kursi. Namun, dalam politik, rupanya Jokowi juga harus kompromistis
terhadap berbagai pihak yang telah mendukungnya.
"Ini semacam barter politik," ujar Analis Poltracking Institute Agung Baskoro saat dihubungi Kompas.com.
Dari deretan pendukung Jokowi, nama pertama yang mencuat adalah Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional, Soetrisno Bachir. Soetrisno dipercayai Jokowi menjadi Ketua KEIN.
"Ini semacam barter politik," ujar Analis Poltracking Institute Agung Baskoro saat dihubungi Kompas.com.
Dari deretan pendukung Jokowi, nama pertama yang mencuat adalah Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional, Soetrisno Bachir. Soetrisno dipercayai Jokowi menjadi Ketua KEIN.
Pria yang akrab disapa "Tris" itu
mengungkapkan penunjukan dirinya dilakuan secara profesional dan tak ada
kaitannya dengan sikap PAN yang menyatakan mendukunga pemerintah.
Namun, peran Soetrisno selama pilpres tidak bisa dilupakan. Dia lah tokoh PAN yang membelot dari sikap resmi partai itu mendukung Prabowo-Hatta.
Namun, peran Soetrisno selama pilpres tidak bisa dilupakan. Dia lah tokoh PAN yang membelot dari sikap resmi partai itu mendukung Prabowo-Hatta.
Nama Soetrisno bahkan tercantum dalam tim sukses resmi Jokowi-JK yang terdaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tim pengarah bersama Puan Maharani, Luhut Binsar Pandjaitan, Hasyim Muzadi, dan Pramono Anung.
Nama-nama lainnya kini telah menduduki posisi-posisi penting di pemerintahan.
"Ini hitungannya DP (untuk PAN). Nanti
akan lunas saat reshuffle.
Setidaknya, ini bisa memenuhi hasrat PAN ingin 'membantu' pemerintah secara substantif menjaga stabilitas politik," katanya.
Bagi pemerintah, ungkap Agung, keberadaan PAN
akan menambah soliditas dan menekan potensi kegaduhan akibat perbedaan cara
pandang di parlemen.
"Peran PAN cukup strategis memperlebar
kekuatan KIH di parlemen. Sehingga, ke depan kegaduhan dari eksternal bisa
dihindari sebagaimana sering terjadi di tahun 2015," imbuh dia.
Di jajaran KEIN, ada pula nama-nama lain yang juga memiliki kedekatan dengan Jokowi seperti Arif Budimanta (PDI-P) dan Hendri Saparini (ekonom UGM). Keduanya aktif memberikan masukan kepada tim transisi yang saat itu menyiapkan sejumlah program-program Jokowi.
Di jajaran KEIN, ada pula nama-nama lain yang juga memiliki kedekatan dengan Jokowi seperti Arif Budimanta (PDI-P) dan Hendri Saparini (ekonom UGM). Keduanya aktif memberikan masukan kepada tim transisi yang saat itu menyiapkan sejumlah program-program Jokowi.
Tak hanya KEIN
Sepanjang 2015 lalu, Jokowi juga kerap
melakukan penunjukan yang kontroversial. Salah satunya yang terkait dengan
relawan hingga politisi dari partai pendukung Jokowi.
Hal tersebut terlihat dari penunjukkan komisaris BUMN, penunjukkan Dewan Pertimbangan Presiden, hingga pemilihan duta besar.
Hal tersebut terlihat dari penunjukkan komisaris BUMN, penunjukkan Dewan Pertimbangan Presiden, hingga pemilihan duta besar.
Setidaknya ada 16 komisaris BUMN yang masuk
dalam barisan pendukung Jokowi beberapa di antaranya, Diaz Hendropriyono
(penggagas Kawan Jokowi) menjadi Komisaris PT Telkomsel, Fadjroel Rachman (relawan)
menjadi Komisaris PT Adhi Karya.
Selain itu, ada pula Refly Harun (mantan staf
khusus Mensesneg) sebagai Komisaris PT Jasa Marga, Roy Maningkas (PDI-P)
menjadi Komisaris PT Krakatau Steel, Jeffry Wurangian (Partai Nasdem) sebagai
Komisaris BRI.
Tak hanya itu, pemilihan Wantimpres juga
menjadi representasi pengakomodasian seluruh elemen pendukung utama Jokowi.
Mereka yang ditunjuk yakni Sidarta Danusubrata
(PDI-P), Suharso Monoarfa (PPP), Jan Darmadi (Nasdem), Rusdi Kirana (PKB),
Yusuf Kartanegara (PKPI), Subagyo Hadi Siswoyo (Hanura), Abdul Malik Fadjar
(Muhammadiyah), Sri Adiningsih (ekonom), dan Hasyim Muzadi (NU).
Kontroversi masih berlanjut saat Presiden Jokowi
menyerahkan 33 daftar nama calon duta besar ke DPR pertengahan tahun lalu.
Ada delapan nama yang setidaknya menjadi pro
dan kontra karena lagi-lagi merupakan politisi dari parpol pendukung.
Mereka adalah Safira Machrusah (NU, PKB) yang
menjadi Duta Besar Aljazair, Helmy Fauzi (PDI-P) menjadi Duta Besar Mesir,
Masekal Madya (Purn) Budhy Santoso (Hanura), Diennaryati Tjokrisuprihatono
(Nasdem) sebagai Duta Besar Ekuador, Alexander Litaay (PDI-P) sebagai Duta
Besar Kroasia.[Kompas]

