![]() |
IST |
JAKARTA - Pengamat politik dari
Indostrategi, Pangi Syarwi Chaniago menilai Fahri Hamzah sosok yang
kontroversial, di satu pihak banyak yang tidak menyukai gaya bicaranya yang
blak-blakan. Namun di pihak lain banyak yang menyukai gaya khas Fahri.
"Harus
diingat, Fahri Hamzah memiliki suara yang paling unggul dari Caleg PKS lainnya
yakni 145.000 suara. Tidak berlebihan menyebutnya Singa PKS yang mau dijadikan
kucing meong meong," kata Pangi melalui pesan singkatnya, Selasa
(5/4/2016).
Pangi menuturkan, gaya
bicara Fahri memang sesuai karakter asli masyarakat Indonesia Timur yang
berani, keras, tanpa kompromi. Namun, keberanian tersebut ditaklukan realitas
politik di internal partainya sendiri.
"Tidak
ada alasan untuk mengubah gaya komunikasi Fahri yang cenderung memunculkan
polemik dan kegaduhan. Pertanyaan yang menggelitik, sama sulitnya mengubah gaya
komunikasi Ahok. Nggak bakal bisa. Apa bedanya (gaya bahasa Fahri) dengan
Ahok?" tuturnya.
Masih
kata Pangi, pemecatan Fahri sangat miris. Dipertanyakan apakah ada hal-hal yang
betul betul prinsip dilabrak seorang Fahri Hamzah? "Fahri spektrum politik
PKS, apakah dosa besar gaya komunikasi FH selama ini kurang disukai?"
tanyanya.
Lebih
lanjut, Pangi menilai Fahri pada prinsipnya ialah sosok yang bersih dan punya
kapasitas. Banyak politisi yang ramah dan lemah lembut namun koruptor kelas
kakap. Kalau dipecat karena gaya komunikasi dan tutur bahasanya yang tidak
elok, berarti Keindonesian kita perlu dipertanyakan kembali. Bahkan keras dan
berani melawan KPK, kalau ia salah melangkah sedikit saja, sudah ditangkap KPK.
Termasuk lantang mendorong pansus Freeport di DPR.
"Fahri
dibutuhkan, sebagai singa podium PKS, agar PKS nggak kering dan hambar. Paling
tidak Fahri bisa memanaskan mesin PKS. Kalau benar benar FH dibuang. Maka Fahri
cocok di partai Demokrat dan Gerindra. Di partai tersebut ada ruang kemerdekaan
berpendapat, kebebasan berdebat dan berselancar dengan kritik," paparnya.
Di
era demokratisasi, sosok Fahri dibutuhkan sebagai penyimbang opini publik,
tokoh otokritik dan yg keras dan apa adanya menyikapi fenomena sosial. Di
demokrat iklim itu ada seperti Ruhut Sitompul yang bebas berselancar membentuk
restrukturisasi opini publik.
PKS
lanjut Pangi adalah partai yang sangat menuntut kepatuhan dan loyalitas tingkat
tinggi terhadap jemaah, mentradisikan habit taken for granted (kebiasaan ngeh)
hubungan antara jundi dan qiyadah adalah garis komando bukan putus putus.
Sehingga tidak salah menyebut PKS sebagai partai oligarki dan feodal, orang seperti
Fahri mati kutu dan mati gaya di PKS.
"Sementara
FH aktivis yang lahir dari rahim reformasi yang habit-nya berdebat. Ruang
berbeda pendapat celahnya sedikit sekali di PKS, konsep kepatuhan adalah
fadilah penting dalam jemaah PKS. Ini menurut saya anti tesis dari sikap
FH," katanya. [Tribunnews]