![]() |
| IST |
JAKARTA – “Ayo para
menteri, anggota dewan, elit politik dan para pejabat di Jakarta yang ingin
selamat saat korupsi uang rakyat, mari belajar ke Sarmi. Dijamin kalian aman,
bisa lolos dari jeratan hukum.” Itulah kalimat dan pernyataan yang populer di
masyarakat Sarmi, Provinsi Papua belakangan ini.
Ungkapan itu menyebar
cepat dari satu orang kepada yang lain, melalui SMS (Short Message Service),
BBM (Blackberry Messenger), WA (WhatsAp), maupun media sosial dan lain
sebagainya. Tidak hanya warga di Sarmi saja yang menerima pesan-pesan semacam
itu, namun juga sampai ke Jakarta, terutama kepada rekan mereka warga Sarmi
yang saat ini ada di Jakarta.
Pasalnya, Bupati Sarmi
Mesak Manimbor, menurut warga masyarakat Sarmi, merupakan sosok cerdas yang
dapat dijadikan guru dalam mengajarkan bagaimana strategi korupsi agar tidak
terjerat pasal-pasal UU Anti Korupsi. “Bukan hanya lolos dari jeratan hukum,
Mesak Manimbor malahan diberikan penghargaan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahyo
Kumolo, diaktifkan lagi menjabat sebagai Bupati Sarmi. Artinya, dia diberikan
akses lagi untuk mengelola APBD dan bisa korupsi lagi,” demikian celoteh Budi,
seorang warga yang meminta namanya disamarkan, kepada Redaksi Koran Online
Pewarta Indonesia (KOPI).
Seperti diberitakan di
media ini beberapa waktu yang lalu bahwa Bupati Sarmi, Mesak Manimbor,
tersangka kasus korupsi APBD Sarmi tahun 2012 sebesar lebih dari 4,1 miliyar,
dibebaskan hakim tindak pidana korupsi (tipikor) Jayapura setelah yang
bersangkutan mengembalikan uang hasil korupsi tersebut sebesar 4,7 miliyar
(baca selengkapnya di sini). Berdasarkan surat pernyataan Mesak Manimbor
tentang pengembalian uang korupsi itu, Pengadilan Tipikor Jayapura menyatakan
Manimbor tidak terbukti korupsi dan mengganjar bebas yang bersangkutan.
Sebuah fenomena hukum yang
aneh. Hakim bersikukuh Manimbor harus dibebaskan, walaupun Pasal 4 UU Nomor 31
Tahun 1999 tentang Anti Tindak Pidana Korupsi menyatakan dengan jelas tanpa
ragu, bahwa: “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak
menghapuskan pidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dan Pasal 3”. Merespon keputusan hakim yang diduga “masuk angin” itu, Jaksa
Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Lebih aneh lagi, tidak
berapa lama setelah keputusan hakim tipikor Jayapura atas kasus korupsi
Manimbor ini, Kementertian Dalam Negeri Republik Indonesia langsung menerbitkan
Surat Keputusan mengaktifkan kembali yang bersangkutan sebagai Bupati Sarmi
(selengkapnya baca di sini). Saat ini, sang Bupati sedang melenggang nyaman
menyandang jabatan Bupati Sarmi dan konon melakukan intimidasi terhadap para
pejabat SKPD dan pegawainya, termasuk kepada para mitra kerja Pemda Sarmi,
seperti Dewan Adat Sarmi, Polres Sarmi, dan Satpol-PP Sarmi.
Informasi yang berkembang
liar saat ini di kalangan Aparatur Sipil Negara di Sarmi dan masyarakat di
wilayah tersebut bahwa bebasnya Manimbor tidak terlepas dari kelihaian yang
bersangkutan bersama para oknum pengacaranya mengatur perkara. Tentu saja,
mafia pendukung bupati korup itu meliputi oknum-oknum markus (mafia kasus) yang
ada di berbagai instansi, mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Kantor Gubernur
Papua, Kementerian Dalam Negeri (khususnya Direktorat Jenderal Otonomi Daerah),
Kementerian PAN dan ASN, serta jajaran Kementerian Hukum dan HAM.
“Indikasi keterlibatan
oknum-oknum dari berbagai instansi pemerintahan, baik di daerah maupun di pusat
sangat kuat dan jelas. Dokumen-dokumennya lengkap kita dapatkan,” ujar Max
Werinussa, salah satu tokoh masyarakat Sarmi yang ikut mendampingi delegasi
Dewan Adat Sarmi bertemu Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke, saat menyampaikan
kegalauan masyarakat Sarmi menghadapi situasi daerahnya saat ini.
Menanggapi pernyataan
sinis rakyat Sarmi seperti dikemukakan di awal berita ini, dan kondisi krisis
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan penegakkan hukum di daerahnya,
Wilson Lalengke menyampaikan bahwa masyarakat Indonesia saat ini sudah mulai
cerdas, tidak dapat lagi dibohongi dan ditipu oleh oknum-oknum bupati, gubernur,
menteri maupun presidennya. “Pernyataan rakyat Sarmi soal para pejabat supaya
belajar korupsi ke Sarmi merupakan cerminan bahwa masyarakat Indonesia,
khususnya di Papua, sudah mulai cerdas. Mereka pasti membaca sesuatu yang tidak
beres dari pengelolaan pemerintahan, penggunaan anggaran, dan pelaksanaan
aturan serta hukum di sekitar mereka. Jika ada yang aneh dan janggal, pasti
mereka bersuara, menyatakan ketidak-setujuan dan kekesalan hati rakyat,” ujar
lulusan pasca sarjana dari Universitas Utrecht, Belanda itu saat menerima
delegasi Sarmi.
Jadi, para pejabat pemburu
uang rakyat untuk dikorupsi, sekali lagi, rakyat Sarmi mengundang Anda semua
untuk datang belajar ilmu korupsi ke Sarmi. Ada oknum bupati mereka siap
mengajar korupsi supaya bisa tilap uang rakyat tanpa harus tertangkap dan
menginap di hotel prodeo.[KOPI]

