-->

Begini Laporan Pansus I DPRA Soal Jalan Hotmix di Sabang

24 Agustus, 2016, 12.07 WIB Last Updated 2016-08-24T05:32:48Z

BANDA ACEH - Tim Pansus I DPR Aceh mengungkap adanya keanehan dalam pelaksanaan pembangunan jalan Balohan-Keuneukai Sabang yang merupakan proyek Bina Marga bersumber dana Otsus Aceh. Namun pengerjaan ruas jalan tersebut saat ini sudah selesai dan finishing.

"Ada hal yang unik, dalam pembangunan pengerjaan, jalan tersebut ada tumbuhan batang kuda-kuda," kata Wakil Ketua Pansus I, Musanif, saat membacakan laporan Pansus I dalam Paripurna II masa persidangan III di Gedung DPR Aceh, Selasa (23/8/2016).

Berdasarkan keterangan di lapangan, diketahui batang kuda-kuda tersebut tidak ditebang karena dilarang oleh pemilik tanah. Pasalnya batang kuda-kuda ini menjadi penanda batas tanah.

"Padahal tanah yang terpakai tidak lebih 15 cm dengan sepanjang kurang lebih 5 meter. Ironisnya pemilik tanah tersebut adalah seorang pejabat berpengaruh di Pemerintah Kota Sabang. Pansus I merasa prihatin dan miris dengan kondisi tersebut," kata Musanif.
Selain peninjauan jalan Balohan-Keuneukai Sabang, Pansus I juga meninjau pembangunan jalan Jantho berbatas Aceh Jaya yang berada di Desa Cucum, Kecamatan Jantho, Aceh Besar. Pembangunan jalan ini menggunakan anggaran bersumber Otsus dengan kontrak senilai Rp13.648.000.000,-

Menurut tinjauan Pansus I diketahui proyek jalan sepanjang 3.750 meter x 6 meter ini telah selesai dan berfungsi dengan baik, serta sudah dimanfaatkan oleh warga sekitar. Namun pihaknya berharap adanya pemeliharaan jalan, yang secara prosedur sangat diperlukan. Hal ini mengingat lokasi jalan yang jauh dari pemukiman warga.

Di sisi lain, Pansus I berharap pembangunan jalan ini dapat memberikan manfaat besar dari segala sisi.

"Tim Pansus berharap pada Dinas Bina Marga agar pada jalan tersebut dapat mengusulkan anggaran pada 2017 untuk ditingkatkan dengan pengaspalan Hotmix, agar dapat berfungsi dan tidak ditumbuhi semak belukar," ujarnya.

Selanjutnya, Tim Pansus I juga meninjau kondisi pemeliharaan jalan Meurue-Indrapuri menuju Makam Teungku Chik Di Tiro. Anggaran pemeliharaan jalan ini disebutkan mencapai Rp 9.692.000.000 dengan aspal Hotmix ACDC sepanjang 2.759,5 meter dan lebar bervariasi.

Musanif mengatakan, berdasarkan tinjauan ke lapangan diketahui jalan tersebut dalam kondisi bagus dan berfungsi dengan baik. "Namun di sisi timur terdapat laporan masyarakat adanya 500 meter yang belum diselesaikan dan akan dilaksanakan pembangunannya pada 2016," ujarnya.

Tinjauan pansus di Aceh Besar

Menurut hasil tinjauan Pansus I diketahui kondisi ini disebabkan sengketa pembebasan lahan, sehingga menyebabkan kendala dalam pembangunannya.

"Tim Pansus menyarankan kepada Pemerintah Aceh supaya menempuh jalur hukum sehingga kelanjutan pembangunan jalan yang dimaksud dapat terlaksana," katanya.

Musanif dan kawan-kawan di Pansus I juga meninjau progress pembangunan jembatan Lamnyong yang anggarannya mencapai Rp20 miliar. Pembangunan jembatan ini dilaksanakan PT Waskita Karya cabang Aceh dan hingga kini sedang dalam tahapan pengerjaan.

"Tim Pansus menyarankan agar pembangunan jembatan ini dapat dipicu pengerjaannya, mengingat awal Oktober biasanya kondisi curah hujan tinggi, sehingga (dikhawatirkan) air dapat menggenangi bantaran sungai dan menyebabkan pengerjaan pembangunan terkendala," katanya.

Dalam kunjungan kerja Pansus I di Dapil I, Musanif mengatakan terdapat banyak temuan-temuan di lapangan yang diantaranya juga diduga tidak tepat sasaran. "Ada beberapa program yang dilaksanakan tidak mengacu kepada perencanaan yang telah ditetapkan," ujarnya lagi.

Di sisi lain, Pansus I juga menemukan adanya kegiatan yang dilaksanakan tidak tepat sasaran dan bukan kebutuhan masyarakat yang mendesak. "Akan tetapi hanya keinginan segelintir orang untuk menciptakan proyek," ungkapnya.

Pansus I juga menemukan banyak kegiatan pembangunan yang telah dilaksanakan tetapi tidak difungsikan dan terbengkalai. Mengenai hal tersebut, Musanif kemudian merujuk pada rapat Badan Anggaran saat menyikapi temuan LHP BPK RI beberapa waktu lalu.

"Kami tidak mengerti lagi siapa yang merencanakan (proyek yang terbengkalai), karena kalau kita konfirmasi kepada Gubernur Aceh, Gubernur juga tidak tahu. Kita tanya sama Wakil Gubernur juga sama karena sedikit sekali terlibat dalam pembahasan anggaran. Di komisi-komisi kami cek apa ada dibahas atau tidak? Juga tidak ada hasil, tetapi ada proyek-proyek yang bernilai miliaran rupiah, yang gak tahu siapa yang merencanakan. Mungkin inilah pesanan segelintir orang," tandas Musanif.

Dia kemudian mencontohkan temuan jembatan di Leupung yang dibangun dengan anggaran mencapai Rp7 miliar. Namun sayangnya jembatan tersebut tidak berguna untuk masyarakat, kecuali hanya untuk tiga kepala keluarga yang memiliki perkebunan durian di kawasan tersebut.

"Dimana monyet  bisa lewat jembatan itu, delapan miliar atau tujuh miliar. Di Gampong Teungku Akhyar, tiga  jembatan yang hampir hancur tidak ada yang bangun jembatan tersebut," tegas Musannif.[Dw]

Komentar

Tampilkan

Terkini