-->

Lulus Cum Laude, Darwis Anatami Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum di Unissula

01 September, 2016, 00.24 WIB Last Updated 2016-08-31T17:25:16Z
LANGSA - Pensiunan Kepala Bagian (Kabag) Hukum, PT Perkebunan Nusantara I (Persero) Langsa, Darwis Anatami, SH, MH, berhasil mempertahankan desertasinya yang berjudul 'Rekonstruksi Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Outsourcing Berbasis Nilai Keadilan' dengan nilai cum laude (pujian_red).

Desertasi itu dipertahankan dalam ujian terbuka untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu Hukum yang digelar Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Jawa Tengah, di Aula S3 Fakultas Hukum Unissula, Sabtu (20/8/2016) kemarin.

Ujian terbuka dipimpin oleh Prof. DR. H. Gunarto, SH, SE, Ak, M.Hum. (Ketua program), Prof. DR. H. Jawade Hafizd, SH, MH (Dekan Fakultas Hukum),  DR. H. Darwinsyah Minin, SH, MS, DR. H. Jauhari, SH, M.Hum, DR. Hj. Sri Endah Wahyuningsih, SH, M.Hum, dan DR. Hj. Anis Masdiurohatun, SH, M.Hum.

Kepada LintasAtjeh.com, Rabu (31/8/2016), Darwis Anatami, SH, MH, yang juga seorang akademisi di Universitas Samudra (Unsam) Langsa menyampaikan bahwa dalam menyelesaikan desertasi, dirinya melakukan penelitian di tiga negara, yakni di Malaysia, Singapore dan Beijing (Cina).

Dalam desertasinya, kata Darwis, dirinya  menyorot tentang permasalahan tenaga kerja outsourcing yang saat ini menjadi  masalah, baik di tingkat nasional maupun internasional, karena dianggap sebagai perbudakan zaman modern karena tenaga kerja bisa dieksploitasi dan disamakan dengan barang.

Darwis menyarankan adanya rekonstruksi undang-undang tenaga kerja agar dapat memberikan perlindungan hukum yang berbasis nilai keadilan bagi setiap tenaga kerja outsourcing.

Menurutnya, Undang-Undang (UU) Nomor: 13 Tahun 2003, tentang ketenagakerjaan dirasakan belum cukup untuk memberikan perlindungan kepada para tenaga kerja outsourcing sehingga sangatlah perlu dilakukan upaya rekonstruksi.

Lebih lanjut dia menjelaskan, bila dicermati dari status dan pemenuhan hak para pekerja outsourcing, maka sangatlah jauh berbeda dengan para pekerja atau karyawan tetap dari perusahaan pengguna. Upah untuk para pekerja outsourcing juga hanya sebatas UMP. Tidak ada tunjangan sosial, hak cuti tahunan dan tidak ada juga cuti hamil tidak diberikan.

Selain itu, kesempatan untuk membentuk atau bergabung dengan serikat pekerja yang ada pada perusahaan pengguna tidak diberikan sehingga hubungan industrial menjadi kabur.

"Kewajiban yang diemban oleh para tenaga kerja outsourcing tidaklah berbeda dengan para pekerja atau karyawan tetap. Padahal perlindungan terhadap para tenaga kerja sudah dijamin oleh UUD Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2), bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," imbuhnya.

Pelanggaran terhadap perlindungan hukum para pekerja outsourcing adalah pelanggaran HAM. Dan dari penelitian di Negara Singapore, Malaysia, Beijing (Cina), terlihat jelas bahwa Indonesia sangat jauh tertinggal dalam pembinaan dan perlindungan tenaga kerja outsourcing.

Menurut Darwis, rekonstruksi hukum yang dimaksud yakni menyarankan agar pekerja outsourcing mendapatkan hak yang sama dengan pekerja atau karyawan tetap, kecuali bagi para karyawan yang telah pensiun. Setelah lulus tes uji selama 3 bulan berkerja maka pekerja outsourcing harus menjadi pekerja tetap dengan perjanjian kerja berjangka.

"Pemecatan atau pemberhentian harus dibayar sesuai dengan Undang-Undang No. 13 tahun 2003, tentang ketenaga kerjaan. Undang-Undang No. 21 tahun 2000, tentang serikat pekerja. Undang-Undang No. 2 tahun 2004, tentang penyelesaian hubungan industrial," demikian terang Darwis Anatami, SH, MH.[zf]
Komentar

Tampilkan

Terkini