-->

Gerbang Tani Kecam Kebijakan Import Cangkul

01 November, 2016, 11.25 WIB Last Updated 2016-11-01T05:38:17Z
BANDA ACEH - Dalam beberapa hari ini, masyarakat Indonesia dibuat risih dengan kebijakan import cangkul dari Cina yang dilakukan oleh Pemerintah melalui Dirjen Perdagangan Luar Negeri.

"Kabarnya, Dirjen Perdagangan Luar Negeri telah menyetujui import alat perkakas pertanian seperti cangkul, pisau tebu arit kelapa sawit dan lain-lain untuk diperdagangkan di Indonesia. Pemerintah berdalih bahwa cangkul yang masuk ke Indonesia selama ini adalah cangkul illegal sehingga pemerintah melegalkannya dengan melakukan import," ungkap Ketua Pengurus Wilayah Aceh Gerbang Tani Faisal Ridha, S.Ag, MM, kepada LintasAtjeh.com dalam rilisnya, Selasa (1/11/2016).

Alasan lainnya dari pemerintah bahwa kebutuhan cangkul di Indonesia sangat tinggi sehingga harus diimport 40-50 kontainer perbulan. Alasan yang digunakan pemerintah ini tentunya sangat lemah dan dapat mematikan industri tempahan di Indonesia.

Kebijakan pemerintah tersebut sangat ironis karena telah dengan sengaja membunuh kreativitas dan produktivitas para pengrajin lokal. Di Kabupaten Aceh Singkil misalnya, para pengrajin besi justru mengalami kesulitan dalam memasarkan produknya.

Seharusnya, pemerintah melakukan berbagai upaya dan mendorong para pelaku pasar untuk mempromosikan produk dalam negeri, bukan justru melakukan import dari luar negeri.

Produksi cangkul dapat dilakukan dengan teknologi yang sangat sederhana dan tidak memerlukan teknologi tinggi seperti produksi pesawat terbang atau pun alat-alat canggih lainnya.

Jika memang kebutuhan cangkul cukup mendesak, seharusnya Pemerintah memfasilitasi para pengrajin local untuk meningkatkan produksinya dengan cara menyuplai teknologi kepada mereka, bukan justru melahirkan kebijakan memalukan yang membunuh produktivitas anak bangsa. Bukankah import cangkul dari luar negeri hanya menguntungkan para pelaku usaha menengah ke atas.

Gerbang Tani mengecam tindakan memalukan yang dilakukan oleh Dirjen Perdagangan Luar Negeri dan meminta Pemerintah untuk melakukan kajian ulang terhadap kebijakan import tersebut yang tentunya sangat merugikan para pengrajin local yang saat ini kesulitan memasarkan produknya.

"Pemerintah jangan hanya melindungi konsumen tetapi juga harus mampu memberi perlindungan berupa pemberdayaan kepada produsen local," pungkasnya.[Rls]
Komentar

Tampilkan

Terkini