BANDA ACEH - Dalam beberapa hari ini, masyarakat Indonesia dibuat
risih dengan kebijakan import cangkul dari Cina yang dilakukan oleh Pemerintah
melalui Dirjen Perdagangan Luar Negeri.
"Kabarnya, Dirjen Perdagangan Luar Negeri telah menyetujui import
alat perkakas pertanian seperti cangkul, pisau tebu arit kelapa sawit dan
lain-lain untuk diperdagangkan di Indonesia. Pemerintah berdalih bahwa cangkul
yang masuk ke Indonesia selama ini adalah cangkul illegal sehingga pemerintah
melegalkannya dengan melakukan import," ungkap Ketua Pengurus Wilayah Aceh
Gerbang Tani Faisal Ridha, S.Ag, MM, kepada LintasAtjeh.com dalam rilisnya,
Selasa (1/11/2016).
Alasan lainnya dari pemerintah bahwa kebutuhan cangkul di Indonesia
sangat tinggi sehingga harus diimport 40-50 kontainer perbulan. Alasan yang
digunakan pemerintah ini tentunya sangat lemah dan dapat mematikan industri
tempahan di Indonesia.
Kebijakan pemerintah tersebut sangat ironis karena telah dengan sengaja
membunuh kreativitas dan produktivitas para pengrajin lokal. Di Kabupaten Aceh
Singkil misalnya, para pengrajin besi justru mengalami kesulitan dalam
memasarkan produknya.
Seharusnya, pemerintah melakukan berbagai upaya dan mendorong para pelaku
pasar untuk mempromosikan produk dalam negeri, bukan justru melakukan import
dari luar negeri.
Produksi cangkul dapat dilakukan dengan teknologi yang sangat sederhana
dan tidak memerlukan teknologi tinggi seperti produksi pesawat terbang atau pun
alat-alat canggih lainnya.
Jika memang kebutuhan cangkul cukup mendesak, seharusnya Pemerintah
memfasilitasi para pengrajin local untuk meningkatkan produksinya dengan cara
menyuplai teknologi kepada mereka, bukan justru melahirkan kebijakan memalukan
yang membunuh produktivitas anak bangsa. Bukankah import cangkul dari luar
negeri hanya menguntungkan para pelaku usaha menengah ke atas.
Gerbang Tani mengecam tindakan memalukan yang dilakukan oleh Dirjen
Perdagangan Luar Negeri dan meminta Pemerintah untuk melakukan kajian ulang
terhadap kebijakan import tersebut yang tentunya sangat merugikan para pengrajin
local yang saat ini kesulitan memasarkan produknya.
"Pemerintah jangan hanya melindungi konsumen tetapi juga harus mampu
memberi perlindungan berupa pemberdayaan kepada produsen local,"
pungkasnya.[Rls]