LANGSA –
Terkait adanya manuver yang dilakukan Ketua DPRA dengan menyampaikan keberatan
terhadap pelantikan Kepala SKPA ke Mendagri. Dpp Lsm Gadjah Puteh mendesak
Ketua Umum Partai Aceh, Muzakir Manaf, agar mengambil tindakan yang tegas
terhadap kader partainya.
Hal ini dikatakan Direktur
Eksekutif Gadjah Puteh, Sayed Zahirsyah Al Mahdaly, kepada LintasAtjeh.com, Jum’at
(31/3/2017) di Langsa.
”Sikap Ketua DPRA tersebut
sebagai sebuah pelecehan oleh kader PA sendiri terhadap UUPA dan kekhususan
Aceh yang selama ini justru getol diperjuangkan oleh partai lokal ini,” ujarnya.
“Oleh karena itu, Muzakir
Manaf sebagai pucuk pimpinan partai aceh sudah sepatutnya melakukan evaluasi
internal partai, dan atau segera mem ‘PAW’ kan yang bersangkutan sebagai
anggota dan ketua DPRA,” sarannya.
“Pelantikan itu adalah
persoalan daerah, maka penyelesaiannya juga cukup dilakukan didaerah saja,
tidak perlu dibawa ke Jakarta dan jangan sedikit-sedikit lapor jakarta/pusat,”
tegasnya.
“Konflik kecil harus diselesaikan
dengan arif dan duek pakat (musyawarah)
sebagai budaya Aceh, buat apa juga punya pemimpin dan wakil rakyat,” imbuh
aktivis yang dikenal tegas dan ramah ini.
Disatu
sisi, sambungnya, Partai Aceh meminta agar segala persoalan di Aceh diselesaikan
dengan UUPA, namun disisi lain (pelantikan SKPA - red) ketua DPRA malah
dianggap melakukan manuver yang justru menjadi blunder, sehingga malah semakin
rancu bagi sebuah tatanan pemerintahan. Kalau mereka menganggap rugi bila menerapkan
UUPA, mereka minta diterapkan undang-undang nasional, kalau dianggap bisa rugi
saat diterapkan undang-undang nasional, malah minta diatur dengan UUPA, jadi
mau nya apa? kalau mau gunakan undang-undang nasional sebagai konsiderannya ya
harus menyeluruh, maka hapuskan saja UUPA itu.
Menurut
amatan Gadjah Puteh, tambahnya lagi, pro kontra pelantikan eselon II tersebut
bukanlah sebuah upaya wakil rakyat dalam konteks kepentingan masyarakat dan
pemerintah Aceh secara menyeluruh, namun lebih menonjolkan tendensi politik yang
kental, dan aroma perebutan kekuasaaan serta penggunaan anggaran yang lantas
mengabaikan landasan hukum sebagai kaidah yang harus dijunjung tinggi serta
adanya dendam politik semu.
“Kita
berharap agar penerapan regulasi di Aceh benar-benar konsisten, dan hal ini
harus di inisiasi oleh elit Aceh sendiri, karena dalam teori hukum tidak
mengenal istilah Like or Dislike,” pungkasnya.[Sm]