![]() |
IST |
ACEH TAMIANG - Forum
Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Aceh memberikan apresiasi terhadap pragram
pelaksanaan tes urine terhadap karyawan oleh pihak perusahaan perkebunan, PT.
Evan Indonesia (EI), yang beroperasi di Kampung Simpang Kiri, Kecamatan
Tenggulun, Kabupaten Aceh Tamiang, pada tanggal 21 April 2017 kemarin.
Pelaksanaan tes urine
merupakan salah satu program yang sangat mulia dalam upaya mengurangi kejahatan
penyalahgunaan narkoba di lingkungan kerja perusahaan perkebunan terkait,
seperti amanah yang tertuang pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor: 11 Tahun 2005, Pasal 2 Ayat (1), tentang
pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja.
"Namun anehnya,
program tes urine yang dilaksanakan oleh PT. Evan Indonesia terindikasi
memunculkan sejumlah kejanggalan. Bahkan ada dugaan bahwa perusahaan perkebunan
modal asing tersebut telah mengangkangi sejumlah amanah yang tertuang dalam UU
Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan," demikian ungkap Ketua Forum
Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Aceh, Nasruddin kepada LintasAtjeh.com, Selasa
(13/06/2019).
Akibat munculnya sejumlah
indikasi kejanggalan pada pelaksanaan tes urine kemarin, atas nama Ketua FPRM
Aceh, Nasruddin menyampaikan himbauan kepada pihak perusahaan perkebunan PT.
Evan Indonesia agar bersedia memberikan penjelasan secara jujur dan
transparan kepada pihak publik.
Kata Nasruddin, adapun
sejumlah indikasi kejanggalan yang patut mendapatkan penjelasan secara jujur
dari pihak PT. Evan Indonesia, diantaranya, terkait tentang 'kenapa'
pelaksanaan tes urine pada tanggal 21 April 2017 kemarin, hanya dilakukan
kepada seratusan karyawan saja, serta tidak secara menyeluruh.
Selain itu, terangnya
lagi, publik juga mempertanyakan tentang kenapa pelaksanaan tes urine kemarin,
PT. Evan Indonesia tidak melibatkan pihak Badan Narkotika Nasional (BNN)
ataupun Satuan Reskrim Narkoba Polres Aceh Tamiang.
"Bahkan, para petugas
medical check-up yang melakukan tes urine juga didatangkan dari salah satu
rumah sakit yang berlokasi di Sumatera Utara (Sumut), dan tidak ada dari
Kabupaten Aceh Tamiang. Aneh, PT. Evan Indonesia beroperasi di Kabupaten Aceh
Tamiang, namun ketika melaksanakan program kerja, perusahaan tersebut terkesan
tidak membangun kerja sama dengan pihak instansi yang ada di kabupaten
setempat," beber Nasruddin.
Ironisnya lagi, ungkap
Nasruddin, pihak Human Resousce Development (HRD) PT Evan Indonesia yang
datangkan dari Jakarta, saat berada di Aceh Tamiang, pada tanggal 26 Mei 2017
kemarin, memberitahukan kepada sejumlah 21 (dua puluh satu) karyawan yang hasil
tes urinenya dinyatakan positif, harus menjalani proses rehabilitasi selama dua
bulan di klinik yang ditunjuk oleh pihak perusahaan.
Dia juga menuturkan, pada
saat menentukan tentang biaya rehabilitasi, pihak perusahaan terkesan
plintat-plintut, sehingga hal tersebut menimbul kecurigaan bagi pihak publik.
Pada saat pertama kali disampaikan oleh pihak HRD, muncul angka untuk biaya
rehabilitasi sejumlah Rp.10 Juta per-karyawan. Biaya tersebut harus ditanggung
sendiri oleh masing-masing karyawan dan perusahaan akan memberikan pinjaman
yang nantinya akan dipotong melalui uang gaji.
Namun, lanjutnya, karena
para karyawan merasa keberataan dengan angka Rp.10 Juta, pihak perusahaan
kembali menurunkan jumlahnya menjadi Rp.7,5 Juta. Namun angka tersebut masih
dianggap mahal, dan akhirnya para karyawan mendatangi langsung ke klinik tempat
mereka akan direhab, yang beralamat di Jalan Lintas Banda Aceh - Medan, kawasan
Desa Ie Bintah, Kecamatan Manyak Payed. Setelah terjadinya proses
tawar-menawar, biaya rehab kembali turun menjadi Rp.4,5 Juta.
Mantan aktivis '98
tersebut turut mempertanyakan tentang beredarnya kabar bahwa pihak perusahaan
perkebunan PT. Evan Indonesia tidak akan membayar gaji para karyawan yang
sedang menjalani proses rehabilitasi selama dua bulan berturut-turut. Jika
kabar itu benar, Nasruddin mendesak PT. Evan Indonesia untuk menjelaskan dasar
hukumnya.
Nasruddin mengingatkan kepada
PT. Evan Indonesia bahwa sejumlah 21 (dua puluh) karyawan yang saat ini sedang
tidak bekerja selama dua bulan karena harus menjalani proses rehabilitasi
(sakit_red). Dia juga menyampaikan amanah yang tertuang dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan Nomor: 13 Tahun 2003 Pasal 1, Ayat (3), bahwa pekerja/buruh
adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
Terang Nasruddin, pada
Pasal 93 ayat (1) UU, memang mendapat penjelasan, ketenagakerjaan yang
menyatakan bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan
pekerjaan. Tapi ada pengecualian-pengecualian terhadap pekerja yang tidak
melakukan pekerjaan namun disebabkan alasan-alasan yang terdapat dalam Pasal 93
ayat (2) UU Ketenagakerjaan, seperti misalnya karena sakit, dll.
"Sadarkah pihak
menajemen PT. Evan Indonesia bahwa saat ini adalah bulan Ramadhan dan sebentar
lagi kita selaku umat Islam akan menyambut Hari Raya Idul Fitri 1438 H. FPRM
tidak menghiraukan para karyawan yang telah terbukti positif saat dilakukan tes
urine, namun tidak mampu membayangkan wajah-wajah pilu para anak isteri mereka.
FPRM Aceh juga mendapatkan informasi bahwa pada saat ini, dari sejumlah 21
karyawan, baru 10 karyawan yang mendapatkan dana pinjaman dari perusahaan untuk
anggaran rehabilitasi. Namun akibat adanya perintah dari perusahaan agar mereka
semua harus berada diklinik yang telah ditunjuk pihak perusahaan, maka selama
ini mereka terpaksa membenani pihak keluarga masing-masing untuk mengusahakan
biaya hidup. Demi hadirnya nilai-nilai keadilan bagi para anak bangsa di
Kabupaten Aceh Tamiang, saya memohon kepada semua pihak, khususnya pihak Pemda,
melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta DPRK Aceh Tamiang agar turut
memberikan kepedulian," pungkas Nasruddin.
Saat berita ini
dipublikasikan, LintasAtjeh.com belum dapat mengkonfirmasi pihak menajemen
perusahaan perkebunan PT. Evan Indonesia.[Zf]