-->




Hubungan I Tsin, Biksu Budha Asal China dengan Pidie

19 Februari, 2018, 22.42 WIB Last Updated 2018-02-19T15:42:38Z
I TSIN adalah seorang Biksu Pengelana Budha dari Cina pada tahun 671 M dan telah mendarat di Poli. Tahun 671 M, masa itu, di Arab sedang diperintah Khalifah Muawiyah Bin Abu Sofyan sedangkan Pangeran Salman Syahriar baru mendarat di Jeumpa pada tahun 149 H atau 766 M. 

I Tsin dalam kunjungannya ke Poli menemukan para ahli ilmu taat dan perpustakaan yang sangat besar disana. Kemudian ada yang mengatakan bahwa Poli itu adalah Pidie. Dan seorang Putra Salman bernama Syahiran Poli. Para ahli yang memiliki ilmu tinggi dan perpustakaan yang sangat lengkap menghadiahkan berbagai hal kepada I Tsin. Sehingga I Tsin mengatakan kalau ada yang ingin belajar ke India mereka harus dulu belajar di Poli dan Lamuri masa itu. 

Kemudian datanglah pendakwah  Islam sehingga Islam cepat menyebar. Ada beberapa sebab Islam mudah menyebar karena banyaknya intelektual pada masa itu. Makanya Islam mudah masuk ke Aceh apalagi dalam kitab terdahulu sebelum ada perubahan memang semua kitab suci mengabarkan kedatangan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir. 

Keadaan pun tetap tidak berubah, siapapun yang hendak belajar ke Mekkah harus belajar dulu di Aceh. Jadi kalau kemudian ada 'Yayasan Budha' yang membantu Pidie Jaya membuat 'ritual' mereka disana tentunya mereka sudah tahu betul sejarah Poli. 

Bukankah mereka ada membuat rumah di Panteriek dan tempat lain, namun kenapa tidak ada upacara seperti ritual di Pidie Jaya. Sebab Pidie Jaya adalah Pidie atau Poli mempunyai kesan yang sangat dalam bagi mereka. 

Lihat bagaimana lantangnya mereka mengucap ikrar di Tugu Seremonial dan khidmatnya upacara. Bahkan melobi juga kaum ulama. Wajar mereka punya sejarah dengan I Tsin, namun yang mengherankan adalah pembela dari Aceh yang beragama Islam yang demikian fanatik kepada mereka. 

Wajar Ulama diam karena demikian anti dengan kaum yang rakus duniawi yang masih satu agama Islam yang menyebut para pejuang yang menjaga kemurnian tanah para aulia sebagai kaum yang dungu nan kolot.

Jadi wajar ulama memilih cara yang bijak dalam menyelamatkan Aceh Darussalam bersama para  pejuang suci di Jalan Allah.

Penulis: Mawardi Usman (Ketua Peusaba/Penyelamat Sejarah dan Budaya Aceh).[Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini