-->








Rindu Petuah Sang Motivator

01 Maret, 2018, 17.38 WIB Last Updated 2018-03-01T10:38:19Z
[CERPEN] Rindu Petuah Sang Motivator

Karangan: Efendi Muhammad Jamal 

Suatu hari, pada tahun 1991 lalu, di bawah teriknya matahari, aku beserta puluhan teman-teman yang saat itu masih berstatus sebagai siswa-siswi SMA Negeri 1 Kuta Binjei, Kecamatan Julok, baru saja menyelesaikan latihan 'Tata Upacara Sekolah' untuk persiapan mengikuti perlombaan tingkat Kabupaten Aceh Timur. 

Karena terasa sangat melelahkan, selesai latihan aku bergegas berteduh di bawah pohon akasia yang tumbuh di halaman sekolah. Pohon yang termasuk dalam keluarga fabaceae dan genus acaci tersebut tidaklah begitu rindang, tapi daun serta sejumlah dahannya lumayan melindungi diriku dari terik matahari yang sangat menyengat. 

Tidak lama kemudian, seorang teman datang menghampiri dan menyodorkan aku segelas air sirup (setrop 88) berwarna hijau yang dicampur es batu. Cepat cepat kuambil, lalu kuteguk dan terasa sangat menyegarkan sekali. Aku hanya duduk berdua dengan teman tersebut, sedangkan teman-teman lain berhamburan ke sejumlah lokasi. Ada yang duduk di teras sekolah, ada yang nangkring ke kantin sembari beli jajanan, dan ada juga teman-teman yang ikutan berteduh di bawah pohon akasia lainnya. 

Terlihat olehku, sosok yang berwibawa sedang berjalan menuju ke tempat aku dan temanku berteduh. Saat itu, akupun terus mengamati langkahnya dengan seksama. Aku berharap, sosok yang dikenal sebagai guru multi talenta dan selalu memberikan rasa kegembiraan kepada setiap orang bersedia nimbrung sesaat bersamaku dengan harapan mendapatkan beberapa petuah bijak dan ilmu baru yang berguna bagiku. 

Sosok itu semakin mendekat kearahku, lalu aku bangkit berdiri dan menyambutnya dengan penuh hormat. Kuberi beliau tempat disampingku, dan beliaupun berkenan. Pria paruh baya berkulit kuning langsat dan berambut putih tersebut selalu memancarkan energi positif dimanapun beliau berada. Beliau bukan guru di sekolah kami, namun demikian beliau terlihat all out membantu melatih kami agar saat mengikuti perlombaan nanti akan menjadi yang terbaik. 

"Fendi, kita harus semangat dalam hal apapun yang kita rencanakan. Dengan semangat yang sama, anak-anak pasti bisa," demikian kudengar bahasa yang pertama terlontar dari mulut beliau yang kuketahui sebagai energi yang sengaja disalurkan untuk membangkitkan memotivasiku. Tangan beliau menyampir pundakku seraya memijit-mijit kecil. Bahasa dan sikap yang beliau lakukan kepadaku menghadirkan rasa kedekatan dan kedamaian yang sulit untuk kujabarkan dengan kata-kata. 

Aku teringat bahwa saat itu, kusampaikan jawaban dari bahasa beliau dengan kalimat, "Iya pak, kawan kawan semua memiliki semangat yang tinggi, apa lagi kalau selalu ada bapak yang memberikan masukan dan arahan kepada kami semua. Kami sangat senang," ucapku, lalu kembali meneguk setrop hijau bermerek 88 yang rasanya asam asam manis itu. 

"Fen, bapak akan selalu mendampingi kalian sampai lomba tata upacara selesai digelar. Tapi kita harus berjuang keras, karena saingan kita di tingkat kabupaten sungguh sangat berat. Terutama anak anak Langsa dan Kualasimpang. Mereka bahkan ada yang dilatih langsung oleh ABRI," kata beliau, lalu menghentikan pembicaraannya sejenak, dan tidak lama kemudian dengan senyuman optimis yang diarahkan ke wajahku, beliau melanjutkan kembali pembicaraan yang terkesan sengaja beliau hentikan sejenak.

Kata beliau, proses latihan yang sedang dijalankan haruslah dilaksanakan secara terencana dan terarah. Tidak boleh lakukan dengan cara pemaksaan. Beliau mengingatkan aku dengan pepatah Aceh yang berbunyi, 'Meunyoe kreuh tateugen-teugen, meunyoe leupon taraba-raba, meunyoe glue tamat beu kong, meunyo kong tagisa-gisa.

Aku tertegun menyimak pepatah yang beliau sampaikan, dan jujur aku katakan bahwa baru pertama kali aku mendengar pepatah tersebut. Aku mencoba mengulang dan mengejanya kembali pepatah yang beliau ucapkan, dan beliaupun menuntunku saat aku mengucapkan berkali-kali petuah yang memiliki makna luar biasa itu.

Itulah kalimat yang paling melekat dalam ingatanku dari seorang pendidik multi talenta yang selalu tulus menjalani setiap langkah kehidupannya. Beliau adalah sang motivator yang terlahir di Bumi Muda Sedia, dan menebar ilmu di Kecamatan Julok, Kabupaten Aceh Timur, dengan nama panggilan Bapak Idris. 

Bapak Idris benar-benar sosok bijaksana dan sangat bersahaja. Sejarah perjalanan hidup beliau sangat patut diberikan apresiasi yang setinggi-tingginya. Putra Tamiang yang sangat dihormati. Ketika munculnya konflik Aceh, sangat sulit bagi pegawai negeri untuk bisa bertahan hidup di salah satu zona merah, bernama Kecamatan Julok, tapi Bapak Idris yang bersuku Melayu Tamiang, tidak pernah gundah, bahkan tidak ada yang mengiusik beliau. Malah, beliau adalah satu-satunya abdi negara di Kecamatan Julok yang tidak dirampas sepeda motor dinasnya. Hal itu tidak lain karena semua orang menghormati beliau. 

Anehnya bagi diriku, sampai sekarang ini aku tidak pernah lagi mendengar pepatah itu keluar dari lisan orang lain. Hanya dari beliau sajalah yang pernah kudengar.

Allahummaghfirlahu, warhamhu wa'afihi wa' fuanhu. Yaa Allah, ampunilah beliau! sayangilah beliau dan maafkan kesalahan- kesalahan beliau, Aamiin .......
Komentar

Tampilkan

Terkini