-->








Hasan Tiro Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Bisakah?

22 November, 2018, 22.05 WIB Last Updated 2018-11-22T15:05:52Z
ACEH TIMUR - Yayasan Persada Indonesia Satu menggelar seminar dan lokakarya dengan tema "Usulan Gelar Pahlawan Nasional Kepada Wali Nanggroe Aceh Ke VIII Dr. Tengku Hasan Muhammad Di Tiro Pahlawan Perdamaian Aceh", Kamis (22/11/2018), di Aula Media Center Dinas Perhubungan Aceh Timur, Peureulak.

Ibnu Hajar, SH, Ketua Panitia Pelaksana, dalam sambutannya menyampaikan ucapan terimakasih kepada para undangan yang bersedia hadir pada kegiatan seminar dan lokakarya untuk mengusulkan Dr. Tengku Hasan Muhammad Di Tiro menjadi "Pahlawan Nasional". 

Ia menjelaskan, kegiatan tersebut bertujuan untuk melakukan kajian ilmiah dengan pihak pemerintah dan non pemerintah, akademis, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan sejarah serta semua elemen masyarakat yang berkompeten terhadap pengusulan itu. 

"Seminar ini menghadirkan pemateri seperti Ketua Koalisi Bersama Rakyat (Kibar) Aceh, Muslim, SE dan Ketua APKASINDO Aceh, Dr. Ir. H. T. Amir Husaen Ilyas," ujarnya.

Ibnu yang juga merupakan Ketua Yayasan Persada Satu mengatakan, gelar Pahlawan Nasional, tanda jasa dan kehormatan dapat diproses dimulai dari adanya pengusulan dalam aturan formil. Apabila setelah dilakukan penelitian serta pengkajian oleh tim teknis terkait dan dinyatakan tidak memenuhi syarat atau ditolak oleh Presiden. Maka atas dasar otonomi daerah, Pemerintah Daerah dapat melakukan alternatif. 

"Jika usulan ini ditolak, Pemerintah Daerah dapat melakukan alternatif dengan menganugrahkan gelar kehormatan atau Pahlawan Daerah, atau gelar lainnya yang lebih pantas diberikan kepada pejuang besar Aceh Dr. Tengku Hasan Muhammad Di Tiro sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Ibnu.

Menurut Ibnu, kegiatan ini dilaksanakan untuk mengingatkan masyarakat Aceh pada pahlawan bangsa. Salah satu cara mengingatnya dengan mengabadikan nama Hasan Tiro pada fasilitas-fasilitas umum seperti jalan raya, alamat-alamat tertentu, rumah sakit, dan mendirikan monumen.

"Semua ini sebagai bukti sejarah perjuangan Hasan Tiro dan menjadi contoh bagi generasi muda tentang bagaimana menghargai perjuangan pahlawan," ungkapnya.

"Kami berharap kepada Pemerintah Aceh agar merealisasikan gelar tanda jasa dan gelar kehormatan apa saja yang sepadan kepada beliau selaku Pahlawan Perdamaian Aceh," pinta Ibnu Hajar.

Sementara itu, Dr. Ir. H. T. Amir Husaen Ilyas yang menjadi pemateri dalam kegiatan tersebut menyampaikan bahwa pada masa konflik Aceh, dirinya sering tampil dalam pertemuan tingkat nasional untuk membahas kedudukan Aceh di Indonesia. 

"Sekarang ini waktunya untuk membangun generasi, dalam MoU Helsinki terdapat UUPA masih dibawah NKRI," sebutnya. 

Menurutnya, masyarakat Aceh banyak yang tidak paham apa itu MoU Helsinki. Ada terdapat 4 poin MoU Helsinki yang harus di klarifikasikan oleh semua kita, baik dari mantan pejuang Aceh maupun Pemerintah Pusat. 

"Keempat poin yang terdapat dalam MoU Helsinki tersebut semua individu mempunyai kewajiban moril untuk melaksanakan MoU Helsinki secara benar," tutur Amir dihadapan 25 peserta yang mengikuti kegiatan tersebut.

"Kita melihat di Halaman Kantor Wali Nanggroe Aceh terdapat 2 tiang bendera, satu tinggi dan satu rendah. Harapan MoU Aceh di dalam Negara Republik Indonesia yang tinggi itu adalah Bendera Merah putih dan Bendera Aceh terpasang ditempat rendah. Dan saudara-saudara tentu sudah mengetahui hari ini, mengapa Bendera Aceh tidak terpasang? Padahal masalah itu terkandung dalam MoU Helsinki," tandasnya.[Sm] 
Komentar

Tampilkan

Terkini