-->




Unggah Sejarah 'Hoax' di Medsos, Praktisi Hukum 'Ikbal Alfarabi' Diduga Pernah Cemen Diprotes Warga Aceh Tamiang 

22 Januari, 2019, 14.19 WIB Last Updated 2019-01-22T07:19:40Z
ACEH TAMIANG - Salah seorang praktisi hukum di Provinsi Aceh, bernama Ikbal Alfarabi SH, dikabarkan pernah melakukan perbuatan yang konyol, yakni mengunggah berita sejarah yang terindikasi 'hoax', bahkan mengarah ke unsur fitnah di media sosial facebook. 

Akibat dari perbuatannya tersebut, Ikbal yang resmi mendapatkan SK sebagai Sekretaris Difinitif DPD Partai Demokrat Aceh, tanggal 12 April 2017 kemarin, terkesan cemen (cetek mental_red), saat mendapatkan protes yang dilayangkan oleh warga dari Kabupaten Aceh Tamiang Berdasarkan informasi yang dihimpun LintasAtjeh.com, Selasa (22/01/2019), krononologis atas kejadian tersebut berawal saat Ikbal Alfarabi memunculkan berita sejarah yang diunggah melalui media sosial facebook beberapa tahun kemarin, tepatnya pada 31 Desember 2015, sekira pukul 14.55 WIB. 

Saat itu Ikbal Alfarabi memulai tulisannya dengan bahasa 'Revolusi Sosial Cumbok', dan kemudian dilanjutkan tentang pengungkapan kisah bahwa pada tahun 1946 lalu telah terjadi aksi penyerbuan yang dilakukan oleh sekelompok santri muda dari daerah Jangka ke Kerajaan Karang yang berada di Tamiang. Salah seorang santri muda yang ikut melakukan aksi penyerbuan, bernama Ismail Ben. Ikbal turut membeberkan bahwa akibat dari aksi penyerbuan tersebut, kondisi Istana Tuanku Raja Silang yang berada di Karang Baru telah porak poranda. 

Bahkan terangnya lagi, saat itu Raja Karang X, bernama Tuanku Raja Tengku Mohd Arifin beserta seorang adiknya, Tengku Natsir dan juga sebagian besar anggota kerajaan telah terbunuh, hilang jasadnya (mangkat_red). Ikbal turut menginformasikan bahwa sebagian besar keluarga Kerajaan Karang, yang terdiri dari Tengku Moerad dan kawan-kawan, saat itu telah menjadi tawanan dan sebagian lagi, yakni kelompok Tengku Moentil berhasil melarikan diri ke Pulau Jawa. Ikbal juga menceritakan, pada saat itu para anak perempuan dari Kerajaan Karang yang cantik dan jelita, salah satunya bernama Tengku Rafina telah dijadikan sandera.
Lanjut Ikbal lagi, para kelompok penyerbu memberi tawaran bahwa mereka bersedia membebaskan Tengku Moerad dan kawan-kawannya, jika para anak perempuan dari Kerajaan Karang yang cantik dan jelita bersedia dinikahi oleh sejumlah santri yang melakukan penyanderaan terhadap mereka. Setelah adanya kesepakatan (deal), terjadilah pernikahan massal. 

Santri muda yang bernama Ismail Ben mendapatkan yang termanis bernama, Tengku Rafina. Setelah itu, seluruh tawanan dibebaskan dari pegunungan Julok. Bersama Ismail Ben dan Tengku Rafina, komunitas tersebut hidup dan menetap hingga akhir hayat di daerah Idi dan Keudee Geurubak dengan status sosial sebagai rakyat biasa. 

Dalam unggahan berita sejarah tersebut, Ikbal turut memberikan penjelasan bahwa Ismail Ben adalah Ayah kandung dirinya dan Tengku Rafina merupakan Ibu kandungnya. Sedangkan adik dari Raja Karang, Tengku Natsir yang dikabarkan oleh dirinya telah terbunuh saat terjadinya aksi penyerbuan oleh kelompok santri yang turut melibatkan Ismail Ben (Ayah Kandungnya) merupakan kakek dirinya, yakni Ayah kandung dari Tengku Rafina. 
Ikbal Alfarabi menyampaikan bahwa dirinya menuliskan kisah tersebut secara ikhlas dan lapang dada. Muncul kesan bahwa informasi yang diunggah Ikbal bertujuan sebagai penyampaian pesan kepada para nitizen bahwa Ikbal Alfarabi adalah seorang anak manusia hasil dari buah cinta yang lahir pada masa 'Revolusi Sosial Cumbok'. Ayah kandungnya, Ismail Ben meninggal pada 21 Desember 1994 dan Ibunya, Tengku Rafina Menyusul pada 15 Desember 2011. Pada alenia pamungkas dari status yang diunggahnya, Ikbal Alfarabi menuliskan sekalimat bahasa yang berbunyi, 

"Pada akhirnya, cinta anak manusia mampu mengalahkan semua intrik, kepentingan politik dan sosial, jabatan dan kehormatan. Do'a buat semuanya .... Al Faatihah!," tutupnya. 

Status yang menceritakan tentang sejarah penyerbuan oleh sekelompok santri dari Jangka ke Kerajaan Karang, Tamiang yang diunggah Ikbal Alfarabi pada 31 Desember 2015 kemarin dikabarkan nyaris viral. Bahkan saat itu banyak para netizen terkesan mempercayai secara mentah-mentah informasi yang unggah oleh Ikbal, dan tidak sedikit netizen menyampaikan komentar sedih dan prihatin atas tragedi yang disampaikan oleh Ikbal. Namun lain halnya bagi sejumlah masyarakat dan tokoh di Kabupaten Aceh Tamiang yang paham tentang sejarah Kerajaan Karang. 

Mereka dikabarkan menyampaikan sikap protes atas informasi yang diunggah oleh Ikbal karena menurut mereka informasi dari Ikbal banyak yang terindikasi tidak benar, bahkan ada sejumlah informasi yang ditengarai mengarah ke unsur fitnah. 

Dikabarkan juga, pada saat itu beberapa masyarakat dan tokoh di Kabupaten Aceh Tamiang, ketika berjumpa dengan salah seorang cucu dari Almarhum Tengku Mohd Arifin, Raja Karang X (terakhir), bernama Amir Hasan Nazri SH, yang kesehariannya akrab dipanggil dengan nama sebutan Ayah Acang, berupaya menyampaikan sikap kecewa mereka tentang penyampaian informasi sejarah terkait Kerajaan Karang dengan cara yang tidak benar, bahkan turut mempertanyakan tentang kenapa seorang 'Ikbal Alfarabi' yang berstatus sebagai cucu dari adik Raja Karang X, terkesan tidak paham tentang sejarah leluhurnya sendiri? Atas dasar kritikan yang disampaikan oleh sejumlah masyarakat dan tokoh di Kabupaten Aceh Tamiang, maka selaku salah seorang cucu dari Almarhum Tuanku Raja Tengku Mohd Arifin, Amir Hasan Nazri SH, alias Ayah Acang, saat itu berupaya mengunggah komentar yang bertujuan untuk dapat meluruskan informasi sejarah yang telah diunggah oleh Ikbal Alfarabi. Pada awal komentarnya, dengan terlebih dahulu menyampaikan kata maaf, Ayah Acang mempertanyakan kepada Ikbal tentang informasi yang menyatakan bahwa, 

"Istana Tuanku Raja Silang di Karang Baru telah porak poranda akibat serbuan dari kelompok santri yang berasal dari Jangka?" Selanjutnya Ayah Acang berupaya menjelaskan kepada Ikbal bahwa Istana Raja Silang telah dibakar oleh penjajah Belanda saat Raja Silang melakukan aksi Jihad Fisabilillah melawan kolonialis Belanda sekitar tahun 1877. 

Sedangkan Raja Karang X, Almarhum Raja Tengku Mohd Arifin yang dikatakan oleh Ikbal telah terbunuh dan hilang jasadnya pada tahun 1946, sangatlah tidak benar, karena Almarhum meninggal normal (sakit tua) pada tahun 1962 di Medan, Sumatera Utara (Sumut) dan dikuburkan di Kompleks Pemakaman Keluarga Raja Karang, di Tamiang. Sedangkan adik dari Tuanku Raja Tengku Mohd Arifin, yakni T.M. 

Natsir (kakeknya Ikbal Alfarabi) yang dikabarkan juga oleh Ikbal, telah mati terbunuh di Tamiang bersama Tuanku Raja Tengku Mohd Arifin juga tidak benar, karena T.M. Natsir meninggal di Lam Lo (Takengon) karena Alharhum menikah dengan salah seorang adik kandung dari Raja Cumbok. Menurut Ayah Acang, salah informasi yang disampaikan secara benar oleh Ikbal, yakni terkait kabar T. Moerad yang saat itu ditahan dan menjadi tawanan yang dibawa ke pegunungan Julok. 

Sedangkan informasi Ikbal lainnya yakni salah satu dari keluarga Raja Karang, bernama T. Moentil melarikan diri ke Pulau Jawa pada tahun 1946, juga informasi yang salah karena menurut keterangan dari Ayah Acang, T. Moentil telah berangkat ke Pulau Jawa sejak jaman penjajahan Belanda dan sekolah perkebunan di sana, hingga berkarir dan mangkat di Pulau Jawa. 

Saat itu, Ayah Acang turut memposting foto Istana Karang yang sampai saat ini masih berdiri kokoh. Istana yang dibangun dari beton dan bergaya bangunan Belanda tersebut berada di Desa Tanjung Karang, Kecamatan Karang Baru, tepat di pinggir jalan lintas Medan-Banda Aceh. Ayah Acang juga memposting foto makam Raja Karang X, Almarhum Tengku Mohd Arifin yang tertulis jelas pada nisannya bahwa Almarhum mangkat pada 22 Maret 1962, bukan seperti informasi yang disampaikan oleh Ikbal, yakni pada tahun 1946. 

Selain itu, turut juga diposting makam permaisuri Raja Karang X dan foto satu-satunya putri dari Almarhum Raja Tengku Mohd Arifin yang masih hidup sampai saat ini, bernama Hajah Tengku Arfah. Akhir dari komentarnya Ayah Acang mempersilahkan Ikbal Alfarabi untuk mengkonfirmasi tentang kebenaran informasi yang diunggahnya pada putri dari Almarhum Raja Tengku Mohd Arifin yang masih hidup, yakni Hajah Tengku Arfah sehingga dengan demikian Ikbal tidak lagi menyampaikan informasi yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan fitnah terhadap sejarah dari keluarga Raja Karang. Saat berita ini ditayangkan, LintasAtjeh.com belum dapat mengkonfirmasi Ikbal Alfarabi SH. 

Sedangkan salah satu cucu Raja Karang X, Amir Hasan Nazri SH, alias Ayah Acang saat ditemui di kediamanannya mengatakan bahwa benar Ikbal telah mengunggah sejarah yang terindikasi banyak ketidak benarannya, bahkan sebagian informasi yang diunggah Ikbal ditengarai mengarah ke unsur fitnah. 

Ayah Acang turut menerangkan bahwa komentar darinya, hanya semata-mata untuk meluruskan informasi dari Ikbal yang dianggap banyak tidak benarnya. Penasehat DPC Persatuan Pewarta Warga Indonesia Kabupaten Aceh Tamiang tersebut mengakui, pasca diunggah komentar darinya, Ikbal menghapus informasi sejarah yang diunggah pada 31 Desember 2015, tanpa menyampaikan ungkapan kata maaf secara resmi kepada Keluarga Besar Kerajaan Karang dan juga kepada para netizen. 

Terkait hal tersebut, Ayah Acang tidak memberikan komentar apapun namun dirinya mempersilahkan LintasAtjeh.com, untuk menanyakan kepada para masyarakat beserta tokoh yang cerdas dan paham sejarah, khususnya yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang.[ZF]
Komentar

Tampilkan

Terkini