BELANDA - Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah melakukan kunjungan kerja singkat ke Belanda, 12 - 14 Juni lalu. Kunjungan ini dilaksanakan atas fasilitasi IDH (The Sustainable Trade Innitiative/Inisiatif Dagang Hijau), yang bermarkas di Utrecht, Negeri Belanda.
"Bapak diundang sebagai narasumber untuk memaparkan Peta Jalan Bisnis Berwawasan Lingkungan sebagai implementasi Aceh Green dan Aceh Meugo. Forum ini dimanfaatkan untuk penegasan di kalangan pebisnis Eropa," kata Jubir Pemerintah Aceh, Wiratmadinata, Jum'at (15/06/2019) lalu, seusai pertemuan Stakeholder Internasional di Utrecht.
Berdasarkan siaran persnya, Selasa (18/06/2019), Wira menjelaskan, selama kunker itu, setidaknya ada dua pertemuan utama yang merupakan forum pemangku kepentingan, perusahaan, NGO dan pemerintahan, ditambah dengan enam pertemuan teknis tambahan yang diikuti tim pendukung. Disana, pihak Aceh mendapat kesempatan untuk berdiskusi guna menjelaskan kelayakan produksi pertanian Aceh dengan pendekatan Acehgreen.
"Kunker itu dimanfaatkan juga untuk membahas potensi kerjasama bidang pertanian dan perkebunan. Di sana Bapak Plt bertemu para 'buyer' seperti Pepsi.co, Musimas, Sinar Mas, AndgreenFund, Wakil Pemerintah, donor dan lainnya. Target, Aceh bisa mendapatkan dukungan menembus pasar Internasional, khususnya Eropa," tambah Wira.
Dilaporkan, dalam pertemuan Plt Gubernur Aceh berkesempatan untuk menjelaskan kepada John Buchanan dari Conservation International (CI), David Pendlington dari Mars-Effem (buyer international) serta NGO lingkungan Belanda, tentang usaha peningkatan produksi pertanian di Aceh yang ramah lingkungan. David paling antusias untuk meninjau langsung ke Aceh dalam waktu dekat.
Wira menjelaskan, "Bisnis Berwawasan Lingkungan?" Ini adalah sebuah gerakan yang melihat lingkungan, khususnya hutan bukan hanya sebagai SDA yang harus dilindungi untuk kelestarian bumi, tapi juga dapat dimanfaatkan secara bertanggungjawab oleh masyarakat.
"Hal ini selaras dengan paradigma Aceh tentang Aceh Green," kata Wira.
Ditambahkan, bisnis berwawasan lingkungan dapat juga dikatakan sebagai prinsip pemanfaatan SDA sebagai sumber kehidupan, khususnya pertanian dan perkebunan, sebagai komoditi ekonomi berkelanjutan.
"Negara-negara Eropa dan Amerika menerapkan standard 'ramah lingkungan', sebagai syarat dalam bisnis hasil pertanian dan perkebunan," tambahnya.
Ekonomi Aceh, dijelaskan, selama ini mengandalkan sektor pertanian dan perkebunan sebagai sumber pendapatan utama. Karena sektor jasa dan perdagangan umum masih lemah. "Maka, jika ingin meningkatkan bisnis hasil pertanian dan perkebunan, mau tak mau harus ikuti standard Internasional," katanya.
Pemerintah Aceh, sebut Wira secara aktif berusaha menjadi bagian dalam usaha mendorong "Bisnis Berwawasan Lingkungan" pada level internasional. "Tujuannya agar produksi pertanian Aceh dapat diterima di pasar Internasional. Itulah sebabnya, Plt. Gubernur Aceh gencar promosi," sebutnya lagi.
Undangan pihak IDH, yang menyediakan forum pertemuan dengan para pihak ini, segera dimanfaatkan Pemerintah Aceh. "Dalam ajang inilah Bapak Plt mengajak para buyer untuk membeli kopi, pala, coklat, sawit dan produk pertanian plus perkebunan lainnya dari Aceh," kata Wira.
Keluhan Pasar Eropa
Wira juga melaporkan bahwa para pembeli Eropa masih mengeluhkan kualitas produk tani dan kebun Aceh. Ada banyak persepsi negatif tentang Aceh, meski begitu, Nova Iriansyah meyakinkan pihak donor untuk membantu pelatihan bagi petani Aceh, sehingga mereka bisa bersaing dengan produk global.
Wira juga memperlihatkan contoh produk yang sudah mendapatkan sertifikasi "ramah lingkungan" (green), dari Pemerintah EU. "Produsen seperti Lipton, tidak akan membeli produk petani kita, jika prosesnya masih belum disertifikasi.
"Inilah yang diperjuangkan oleh Plt Gubernur Aceh dalam kunkernya di Belanda. Yaitu memberikan penjelasan yang proporsional," sebutnya.
Wira menambahkan, kehadiran Plt Gubernur Aceh bukan hanya memperjuangkan untuk mendapatkan pasar tapi juga meningkatkan kualitas produksi dan volumenya agar bisa menjamin suplai ekspor. Karena terkadang produknya diminati, tapi suplai tidak stabil. "Itulah beberapa hal penting dari Forum IDH tersebut," kata Wira.
"Salah satu 'buyer' besar yang akan menjajaki produk pertanian Aceh adalah Mars-efm (Wrigley, dll), serta Pepsi.co., dalam waktu dekat mereka segera meninjau ke Aceh. Sebagai produsen makanan prinsipnya mereka membeli semua komoditi. Karena itu mari kita bersiap," tutup Wira.[Humas Aceh]