-->








Sudan Memanas, 108 Warga Sipil Tewas Dibantai Militer

07 Juni, 2019, 19.16 WIB Last Updated 2019-06-07T12:16:10Z
Demonstran Sudan memblokir jalan sebagai bentuk protes | Anadolu

SUDAN - Kekacauan politik Sudan belum usai meskipun presiden Omar al-Bashir berhasil digulingkan oleh militer. Peralihan kekuasaan yang tak kunjung mencapai titik temu menjadi akar bencana selanjutnya.

Tercatat sejak Senin (3/6), protes menuntut peralihan kekuasaan pada pihak sipil berujung pada kekerasan yang dilakukan oleh pihak militer. Dilaporkan bahwa militer Sudan nekat meredam protes dengan cara menembaki para demonstran. Ratusan korban dinyatakan tewas, dan lebih dari 500 orang terluka.

Selain itu, sebanyak 40 mayat ditemukan di Sungai Nil. Mayat-mayat tersebut diduga kuat telah ditenggelamkan oleh pihak militer Sudan dengan tujuan menyembunyikan jumlah korban. Kekerasan yang dilakukan oleh pihak militer pada Senin lalu ini bahkan disebut-sebut sebagai serangan terburuk sejak penggulingan Al-Bashir pada 11 April lalu.

Dilansir APNews pada Kamis (6/6), total jumlah korban tewas atas penyerangan yang dilakukan oleh militer Sudan hingga hari ini bertambah menjadi 108 jiwa. Sementara itu, 509 warga Sudan dilaporkan terluka sejak protes pro-demokrasi meletus di Khartoum pada awal pekan ini.

Komite Kedokteran Sudan juga mengaku masih berupaya mencari dan mengangkat para mayat pendemo yang ditenggelamkan oleh pihak militer di Sungai Nil. Sebelumnya, setidaknya ada 40 mayat telah berhasil diangkat dari sungai Nil.

Tidak hanya korban tewas, beberapa sumber baik dari para aktivis atau saksi mata bahkan menyebutkan para pendemo yang terluka juga dibuang begitu saja oleh pihak militer Sudan. Komite Kedokteran Sudan makin percaya bahwa penuturan para saksi tersebut benar lantaran para mayat ditemukan dengan kondisi kaki mereka yang terikat blok batu.

Menanggapi kekacauan ini, Kepala Deputi Dewan Militer Sudan, Mohamed Hamdan Dagalo, menuturkan bahwa pihaknya akan mulai mengadakan investigasi yang "adil dan independen" terkait dengan protes berdarah Senin lalu.

Pada Rabu lalu (5/6) Kepala Dewan Militer Transisi, Letnan Abdel Fattah al-Burhan juga sempat meminta kelompok-kelompok oposisi untuk berunding kembali terkait dengan transisi kepemimpinan Sudan ke pihak sipil. Namun, tawaran tersebut ditolak mentah-mentah oleh para kelompok oposisi.

Bagi para organisasi penggerak protes pro-demokrasi, Dagalo dan pihak militer tidak bisa dipercaya lantaran pada saat bersamaan mereka telah menembak dan membunuh para pendemo.

Juru bicara Asosiasi Profesional Sudan sekaligus pemimpin protes pro-demokrasi Sudan, Mohammed Yousef al-Mustafa, menjelaskan kepada awak media bahwa "panggilan" Burhan tersebut tidak serius dan tidak bisa dipercaya Burhan serta antek-anteknya dianggap telah membantai warga Sudan dan saat ini masih melakukannya.

Pembantaian militer serta kekacauan pada protes Senin lalu juga berdampak pada dunia internasional. Pihak penerbangan nasional misalnya, langsung membatalkan jadwal penerbangannya ke Sudan pada pekan ini.

Bahkan, pada Kamis lalu (6/6) African Union atau Uni Afrika (AU) langsung mengadakan pertemuan mendadak di Addis Ababa, Ethiopia setelah protes berdarah Sudan Senin lalu. Hasil pertemuan tersebut menyatakan bahwa AU menunda keanggotaan Sudan serta melarang segala aktivitas dan partisipasi Sudan di AU.

AU akan menerapkan kebijakan tersebut sampai "pelaksanaan pemberian kewenangan kekuasaan pada pihak sipil terlaksana dengan efektif". Pihak AU juga berpendapat bahwa kebijakannya tersenit sebagai satu-satunya untuk "keluar dari krisis terbaru ini".

Tidak hanya penerbangan Mesir dan AU, berbagai negara juga tercatat ikut mengecam kekerasan yang dilakukan pihak militer kepada para demonstran. Amerika Serikat misalnya, tercatat menjadi salah satu negara yang mendesak Dewan Militer Sudan untuk "berhenti menggunakan kekerasan" serta menganjurkan untuk segera mengadakan perundingan dengan para pihak pendemo untuk menyelesaikan krisis.

Tidak hanya itu, PBB pun langsung bergerak cepat dengan menarik sebagian besar stafnya di Sudan setelah insiden penyerangan yang dilakukan pihak militer Sudan di kamp-kamp protes yang dilakukan di luar pusat kantor kemiliteran Sudan.

Sementara itu, pihak United Arab Emirates atau Uni Emirat Arab (UAE) menyatakan kepedulian yang mendalam terkait dengan krisis yang menimpa Sudan saat ini. UAE juga menyatakan dukungannya agar kelompok oposisi serta militer Sudan agar bisa duduk bersama untuk menjaga stabilitas nasional.

"EUA berharap agar kebijakan, pendapat, serta dialog yang bersifat konstruktif bisa terjalin antara semua kelompok yang berkepentingan di Sudan, di jalan yang bisa menjamin keamanan serta stabilitas Sudan, membantu memisahkan warga Sudan dari pengaruh buruk setan, mencapai keamanan dan meyakinkan persatuan," ucap juru bicara kementerian luar negeri UAE.[Akurat] 
Komentar

Tampilkan

Terkini