-->








MoU Helsinki Bukan Untuk Dikenang!

15 Agustus, 2019, 15.23 WIB Last Updated 2019-08-15T08:23:19Z
SEJARAH perjuangan telah mencatat cerita panjang tentang gerilya para kombatan yang menamakan diri Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Lantas, hingga kini nilai-nilai perjuangan yang dulu pernah diemban masih terus diperjuangkan oleh sebagian eks kombatan.

14 tahun sudah perdamaian menghentikan kontak tembak antara GAM dan Keamanan RI, dengan usia yang semakin dewasa bukan berarti perdamaian akan berakhir sia-sia. Memang faktanya belum ada kemewahan yang dihasilkan MoU Helsinki untuk rakyat Aceh. Tetapi merealisasikan kesepahaman dua pihak yang pernah berseteru panjang tentang marwah tak semudah seperti membalikan telapak tangan. Kita harus mendukung setiap keputusan yang diambil oleh para pemimpin di negeri ini, walaupun keputusan itu belum berpihak kepada kita sebagai rakyat. Tapi itu yang terbaik, menurut mereka.

Cerita panjang tentang perdamaian ini akan terus berlanjut atau kembali kandas dengan konflik perselisihan yang sama atau sebab faktor ekonomi dan lainnya tergantung dari bagaimana kesepakatan politik yang digaungkan mampu diterima kedua belah pihak. Kini Aceh adalah bagian dari NKRI, sebagai daerah yang dikhususkan dengan anggaran trilliunan. Pertanyaannya, apakah kesejahteraan selalu berbicara tentang finansial? Apakah MoU hanya sekedar isi perut lalu kenyang? Kemudian MoU baru dianggap sudah dijalankan sebagaimana mestinya? Ini menjadi analisis bagi kita semua sebagai rakyat Aceh dengan segala multi tafsir.

Namun, secara garis besar MoU Helsinki hadir untuk sebuah rasa keadilan yang seharusnya dirasakan oleh Aceh. Hingga kini rasa yang dinamakan keadilan itu hanya dirasakan oleh segelintir saja. Apa yang menghambat untuk seluruh rakyat Aceh merasakan yang namanya keadilan itu? Apa diri kita yang menjadi penyebabnya? Apa sebab kita yang selalu mencerca terhadap sesama? Sekarang saatnya agar kita introspeksi diri, mengapa Aceh kita sampai begini? Apa karena kita tak pernah mencoba untuk jadi mandiri? Entahlah, itu semua tergantung usaha diri sendiri. Sejauh mana kita mampu berpikir tentang masa depan yang "Aceh Hebat".

Untuk saat ini MoU Helsinki masih belum pantas untuk dikenang, ia masih wajib untuk diperjuangkan. Karena turunan point-pointnya belum sempurna diturunkan, perjuangan ini masih sangat panjang, MoU adalah jalan terakhir untuk Aceh mendapatkan keadilan. Bukankah dalam sila kelima termaktup tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Jika Aceh tak mendapatkan keadilan, apa Aceh bukan Indonesia? Negara ini merdeka sebab kala itu ada Aceh yang belum menyerah, sejarah mencatat itu dalam pikiran. Itulah mengapa Alm Hasan Tiro selalu mengingatkan untuk mempelajari "Sejarah Aceh" bukan untuk menjadi separatis seperti anggapan kaula awam, tetapi sebagai penyadar bahwa Aceh adalah bangsa yang besar sebelum adanya bangsa Indonesia. Sejarah Aceh adalah sebuah jati diri, tidak boleh dilupakan.

Nantinya kepada siapapun diantara kita yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan sebagai gubernur, bupati/walikota, legislatif, politisi, generasi muda, para aktivis, cendikiawan dan siapapun kalian. Pastinya kita menginginkan agar MoU Helsinki direalisasikan sepenuhnya, karena perjanjian nota kesepahaman antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan RI adalah mutlak atas dasar kepentingan Aceh.

Sebuah harapan atas kepentingan Aceh inilah yang terus menjadi pertimbangan bahwa Nota Kesepahaman yang disepakati pada hari Senin 15 Agustus 2005 di Helsinki Finlandia itu belum saatnya dikenang, atau bahkan dilupakan. MoU Helsinki perlu perjuangan yang sungguh untuk bisa direalisasi, pihak pusatpun diharapkan dewasa dalam hal penuntasan yang pernah dijanjikan, kedewasaan Pemerintahan Pusat dan para Eks GAM menjadi tolak ukur seberapa serius gagasan perdamaian ini untuk kemaslahatan Aceh dalam NKRI. Elit Aceh tak lagi boleh diam, saatnya kita bahu membahu memberikan kontribusi untuk Aceh yang tak kunjung hebat ini. Berjuang!

Penulis: Zulkifli BI (Mahasiswa Doktor/S3 UNPAD Bandung, Sekjend Nasional Sekolah Pemimpin Muda Aceh/SPMA)
Komentar

Tampilkan

Terkini