-->




Setelah 3 Tahun Pembatalan Qanun Bendera, F-PA: DPRA Dinilai Seperti Kura-kura dalam Perahu

03 Agustus, 2019, 08.34 WIB Last Updated 2019-08-03T01:34:25Z
BANDA ACEH - Koordinator Front Peduli Aceh (F-PA) Budiawan menilai pasca beredarnya di publik Keputusan Mendagri nomor 188.34-4791 Tahun 2016 tanggal 12 Mei 2016 telah membatalkan dan mencabut beberapa pasal dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh, pihak DPR Aceh terkesan galau dan panik.

"Ironisnya, ada anggota DPRA yang kura-kura dalam perahu, pura-pura tak tahu. Anggota tahu beneran atau pura-pura tidak tahu adanya Kepmendagri tersebut. Sementara, tembusan ada disampaikan ke DPRA dan Pemerintah Aceh dari pihak Mendagri juga menyampaikan telah memberikan tembusan kepada Gubernur Aceh dan DPRA. Atau jangan-jangan selama ini eksekutif dan legislatif Aceh sengaja mendiamkan hal itu agar tak diketahui publik, ini kan patut dipertanyakan," ungkap Koordinator F-PA, Budi Awan kepada media, Jum'at (02/08/2019).

Menurut F-PA, pada dasarnya masyarakat Aceh sudah muak dengan polemik bendera yang tak kunjung usai dan ada solusinya. "Sebaiknya DPRA segera robah mindset, jangan terus menerus memainkan persoalan bendera dan simbol sebagai mainan politik pada momentum politik semata. Semestinya DPRA harus segera selesaikan polemik bendera dan mulai fokus pada pembangunan dan kesejahteraan rakyat," ujarnya.

F-PA juga menyebutkan, selama bertahun-tahun satu tiang bendera lagi di kantor DPRA dan Meuligoe Wali Nanggroe terkesan mubazir dan tak pernah dinaikkan bendera. "Kita menantang DPRA agar tak hanya bisa memprovokasi rakyat dan menyalahkan sana sini. Coba kami mau lihat DPRA tersebut memasang bendera di depan kediaman pribadinya, di tiang depan DPRA juga di tiang depan Wali Nanggroe," tegasnya.

F-PA berharap semua pihak baik pemerintah pusat, gubernur, legislatif Aceh untuk segera mencari jalan tengah dan solusi kongkret agar polemik bendera ini ada jalan keluarnya. "Kalau kita terus menerus ngotot cari kambing hitam, salahkan sana sini hal tersebut pasti tak selesai-selesai, butir MoU Helsinki dan UUPA terlihat sekedar cerita di negeri dongeng. Di lain sisi masyarakat terus merindukan hadirnya kebijakan yang fokus kepada pembangunan dan kesejahteraan yang langsung menyentuh rakyat. Jadi, DPRA dan Pemerintah Aceh harus segera menyelesaikan persoalan bendera ini, sehingga bisa fokus memberi bukti kepada rakyat terkait kesejahteraan dan pembangunan," jelasnya.

Menurut F-PA, jika dicari kambing hitam dan sibuk dengan salah menyalahkan, rakyat justru wajar juga akan menyalahkan DPRA. "Bayangkan surat yang melampirkan Kepmendagri itu sudah disampaikan ke DPRA sejak 2016, lalu diberi kesempatan 14 hari untuk sampaikan keberatan, tapi tak ada upaya apa-apa. Namun, tiba-tiba ketika publik mengetahui Kepmendagri itu sekitar 2 hari silam, tiba-tiba beberapa DPRA ribut. Jadi selama 3(tiga) tahun ini kemana saja? Inikan akan dipertanyakan oleh rakyat," tandasnya.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini