-->


Terkait Rencana Penambahan TPK, Pemerintah Aceh Tanggapi Pernyataan Ketua Komisi II DPRA

24 September, 2019, 07.15 WIB Last Updated 2019-09-24T00:15:21Z
Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh, Muhammad Iswanto, menanggapi pernyataan Ketua Komisi II DPR Aceh, Nurzahri, yang mengkritisi persoalan rencana penambahan Tunjangan Prestasi Kerja bagi Aparatur Sipil Negara. 

BANDA ACEH - Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh, Muhammad Iswanto, menanggapi pernyataan Ketua Komisi II DPR Aceh Nurzahri, yang mengkritisi persoalan rencana penambahan 'Tunjangan Prestasi Kerja bagi Aparatur Sipil Negara'. 

Wanto mengatakan, rencana penambahan TPK yang dimaksud dalam dokumen Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA) tahun 2020 itu, dilakukan untuk mensejahterakan pegawai sehingga kinerja pegawai juga bisa meningkat. 

"Tentunya penambahan TPK tersebut dilakukan atas berbagai pertimbangan. Harus diketahui, bahwa penambahan TPK bagi pegawai di Pemprov Aceh itu dilakukan terakhir sekitar 10 tahun lalu. Jadi yang dilakukan ini memang berdasarkan kepatutan dan yang pasti kebutuhan mereka setiap tahun juga meningkat kan," kata Wanto, Senin (23/09/2019).

Data terakhir bahwa tunjangan bagi pegawai negeri di Pemprov Aceh dilakukan pada tahun 2008, yaitu atas dasar Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 840/269 tahun 2008 tentang Pemberian Tunjangan Prestasi Kerja bagi Gubernur, Wakil Gubernur, Pejabat Struktural/Non-Struktural serta Tenaga Honorer di lingkungan Pemerintah Aceh. 

Dengan penambahan tersebut, pemerintah mengharapkan kinerja pegawai negeri di Aceh lebih maksimal. "Dengan sedikit penambahan tentu mereka tidak perlu mencari kerja sampingan dan fokus pada melayani masyarakat," kata Wanto. Ia menambahkan, dengan penambahan kesejahteraan itu, integritas para pegawai juga akan meningkat.

Wanto menyebutkan, penentuan kriteria pemberian tunjangan bagi pegawai dilakukan dengan melihat beban kerja, tempat tugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/atau mempertimbangkan hal objektif lainnya. "Penambahan besaran standar tunjangan ini dilakukan dengan melihat aspek efesiensi, efektivitas, kepatutan dan kewajaran serta rasionalitas."

Sedikit membandingkan, Pemprov Sumatera Utara lewat Peraturan Gubernur No.11 Tahun 2017, telah merasionalisasikan nilai tunjangan pegawai negara di daerahnya. Dalam Pergub itu, pejabat eselon IIa, diberikan tunjangan senilai Rp.25 juta. Padahal total dari APBD Sumatera Utara adalah Rp.15,2 triliun. Sementara pegawai di sana mencapai hampir 30 ribu orang. Begitu juga Provinsi Sumatera Barat, juga diatas rata-rata kita.

Aceh yang APBAnya mencapai Rp.17,3 triliun dan pegawainya berjumlah 22 ribu orang. Tunjangan tertinggi bagi pegawai di Pemprov Aceh, yaitu pegawai dengan eselon IIa, adalah Rp.20 juta. Artinya, dengan APBD lebih tinggi dan jumlah pegawai yang lebih sedikit, maka sudah sepatutnya tunjangan bagi pegawai di Pemprov Aceh ditambah. Sebenarnya kalau kita melihat secara positif, penghasilan yang sah seorang pejabat eselon 2 Pemerintah Provinsi Aceh saat ini sangatlah jauh dari penghasilan yang sah dari seorang anggota DPRA.

"Penambahan tunjangan dilakukan berdasarkan kemampuan keuangan daerah dan nanti pastinya sesuai dengan persetujuan dewan," kata Wanto.[Humas Aceh]
Komentar

Tampilkan

Terkini