-->








Kampak Papua Minta KPK dan Mendagri Periksa APBD Biak Numfor

01 November, 2019, 18.50 WIB Last Updated 2019-11-01T11:50:49Z
BIAK NUMFOR - Diduga banyaknya tindak pidana korupsi di lingkungan pemerintahan, LSM Kampak Papua meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mendagri untuk memeriksa APBD Kabupaten Biak Numfor. 

"Sebagaimana diketahui maraknya kasus korupsi di Kabupaten Biak Numfor yang masih menjadi momok berkepanjangan karena ulah oknum-oknum tertentu. Kampak Papua kembali meminta ketegasan langsung KPK dan Mendagri agar segera turun ke Biak untuk Periksa APBD yang dinilai disclamer selama 5 tahun (2014, 2015, 2016, 2017 dan 2018)," ujar Johan Rumkorem, Sekjen KAMPAK Papua Wilayah DKI Jakarta. 

Johan menyatakan bahwa dirinya tidak pernah takut dengan ancaman apapun dari pihak-pihak yang merasa terusik atas pernyataannya memerangi korupsi. 

"Jangan pikir kami diam, Oh tidak!! Saya dan barisan aktifis anti korupsi terus akan membantu Presiden Jokowi untuk menyelamtakan uang Negara sekecil apapun agar mensukseskan Visi dan Misi program pemerintahan yang baru periode 2019-2024," tegas pria yang pantang mundur dan takut ancaman apapun ini (Mambri). 

Menurutnya, parah oknum telah merusak tujuan dari pada negara Indonesia. Kalau mau dilihat, nilai APBD Biak untuk 5 tahun senilai Rp 6,3 triliun. Anggaran tersebut sangat besar, namun mengapa tidak bermanfaat bagi masyarakat Biak. 

Sembari menantikan sepak terjang institusi penegak hukum dalam mengungkap dan menuntaskan kasus tindak pidana korupsi di Kabupaten Biak Numfor, LSM Kampak Papua membuat sebuah gebrakan guna terjadinya reformasi sistem pemerintahan, khususnya pada sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pada Pemerintahan Kabupaten Biak Numfor. 

Bagi pegiat anti korupsi yang tergabung dalam LSM Kampak Papua, betapa pentingnya reformasi sistem pemerintahan pada sejumlah OPD mengingat sistem pemerintahan masa 5 tahun belakangan ini. Hal itu menjadi bagian dari cermin untuk merubah paradigma berpikir eksekutif, Legislatif dan Judikatif agar memposisikan diri sebagai pelayanan publik, bukan  memposisikan diri sebagai pengusaha atau penguasa.

"Kalau dalam dunia medis, Biak Numfor benar-benar sudah sangat kronis atau stadium 4 jika dilihat dari kondisi keuangan daerah yang sangat buruk. Hal itu tentunya berdampak pada jalannya roda pembangunan dan berimbas bukan hanya terjadi pada kerugian negara, dalam konteks pembangunan, ekonomi, sosial, pendidikan dan kesehatan," terang Johan. 

"Namun, sejumlah laporan kasus korupsi yang sudah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Biak, Polres Biak, Polda Papua, Kejaksaan Tinggi Papua sampai saat ini belum ada ditindaklanjuti atau diungkap," ketusnya. 

Ia memaparkan beberapa kasus korupsi yang dilaporkan seperti, Dana Otsus yang dialokasikan untuk kegiatan Perospek TA 2017 senilai Rp 26,6 Milyar, Dana Otsus untuk kegiatan guru kontrak selama tiga tahun 2015 -2017 senilai Rp 18,6 milyar, dana otsus yang tidak terealisasikan sejak tahun 2017 senilai Rp 74,6 milyar dan banyak lagi kasus-kasus korupsi lainnya. 

Karena laporan kasus-kasus korupsi itu belum ada yang terungkap, sambung Johan, maka saat ini timbul berbagai dugaan di masyarakat seperti, jangan-jangan laporan tersebut digunakan sebagai proyek! 

"Untuk itu, kami juga minta kepada Presiden Jokowi agar mengevaluasi kinerja lembaga hukum di tanah Papua. Karena kejahatan korupsi secara sistimatis, terstruktur dan masiv di Papua adalah biang keroknya adalah para oknum penegak hukum yang menyalahgunakan jubah hukumnya untuk menutupi kasus korupsi di Papua," pungkas Johan Rumkorem. [*] 
Komentar

Tampilkan

Terkini