-->








Bencana Gempa dan Tsunami Mengakibatkan Aceh Miskin

19 Desember, 2019, 09.26 WIB Last Updated 2019-12-19T02:26:19Z
IST
BENCANA adalah mimpi buruk bagi siapapun. Bencana gempa bumi dan tsunami yang menerjang Aceh, 26 Desember 2004 serta gempa bulan Desember tahun 2004 di Samudera Hindia memicu tsunami besar dan menewaskan sekitar 250.000 orang di 13 negara. Hampir 170.00 diantaranya adalah warga Aceh.

Kerusakan parah terjadi di wilayah Aceh dengan kurang lebih sekitar 170.000 orang tewas. Semua bangunan hancur yang berada di sekitar pantai dan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggalnya bukan hanya menyebabkan lebih dari beribu orang tewas. Tetapi juga menyebabkan kehidupan masyarakat yang menjadi korban menjadi jauh lebih sulit. 

Semua warga masyarakat yang menjadi korban bencana niscaya mengalami masa-masa yang menyesakkan dan penuh air mata. Tetapi yang paling menderita tentu adalah warga masyarakat miskin. Bisa dibayangkan, apa yang bakal terjadi ketika masyarakat miskin tiba-tiba harus menghadapi bencana alam yang memporak-porandakan tempat tinggal dan usahanya.

Sejumlah dampak yang terjadi ketika bencana tiba-tiba menyergap kehidupan masyarakat terutama masyarakat miskin adalah: 

Pertama, bukan hanya melahirkan tekanan kemiskinan dan kehidupan ekonomi keluarga yang makin memburuk, serta terjadinya proses pendalaman kemiskinan. Tetapi juga menyebabkan keluarga miskin kehilangan aset produksi dan kerusakan tempat tinggal yang ujung-ujungnya menyebabkan utang mereka makin meningkat. 

Kedua, tidak sedikit keluarga miskin akibat bencana kemudian usahanya menjadi terhenti, modalnya hilang dan terpaksa sebagian diantaranya harus berganti pekerjaan, atau melakukan migrasi untuk mengadu nasib mencari pekerjaan di kota besar. Studi yang dilakukan penulis menemukan bahwa terjadinya seringkali menyebabkan keluarga miskin terpaksa gagal panen, mereka kehilangan aset produksinya, kehidupan sehari-hari terganggu karena genangan air yang tak kunjung surut, penyakit mulai berkembang. Di sisi lain utang meningkat dan ujung-ujungnya kehidupan keluarga-keluarga miskin itu menjadi lebih sengsara, karena mengalami proses pendalaman kemiskinan. 

Ketiga, upaya yang dilakukan keluarga miskin untuk bertahan hidup pasca terjadinya bencana. Selain berusaha mengatasi dengan kemampuan sendiri juga melakukan berbagai langkah penghematan. Seperti mengurangi kualitas menu makanan dan frekuensi makan sehari-hari. Tidak jarang mereka juga mengandalkan pada dukungan kerabat, pemerintah dan bantuan atau uluran tangan dari para dermawan yang peduli.
Penanggulangan dan penyelamatan masyarakat miskin yang menjadi korban bencana tidaklah mungkin dilakukan sepotong-potong, apalagi hanya mengedepankan penanganan dalam situasi darurat. Program yang dirancang dan dikembangkan di lapangan dalam rangka mengeliminasi dampak bencana, benar-benar membutuhkan keterlibatan aktif masyarakat. Juga koordinasi yang baik di antara semua pihak, termasuk pemerintah, organisasi nonpemerintah, swasta dan bahkan dengan badan-badan internasional. 

Kita juga melihat korban  kesuluhan yang bahkan dengan bencana ini korban mengalami hilangnya harta benda keluarga dan bahkan mengalami depresi yang berat mengakibatkan hilangnya akal sehat ataupun bisa dibilang gila dengan adanya bencana tsunami ini. Jadi dengan adanya bencana, sangat membuat kemiskinan terjadi salah satunya warga Aceh dengan bencana gempa tsunami 26 Desember 2004.  

Dan bencana yang membuat kemiskinan di Aceh tanggal 26 Desember tak akan pernah dilupakan penduduk Aceh. Pada tanggal itu, 15 tahun silam, separuh Aceh luluh lantak akibat gempa berkekuatan 9,2 SR yang diikuti hantaman gelombang tsunami. Untuk mengingat hari itu, sejak empat tahun lalu, Pemerintah Aceh menetapkan tanggal 26 Desember sebagai hari libur daerah. Pemerintah setempat meminta warga untuk melakukan peringatan dengan aneka aktivitas religi dan refleksi.

Setiap tahun, peringatan tsunami di berbagai kabupaten/kota di Aceh, khususnya daerah yang terkena tsunami akan dilakukan secara sederhana dengan melibatkan masyarakat. Agenda utamanya adalah tafakur dan tasyakur dalam bentuk doa dan tausyiah.

Kejadian gempa dan tsunami masa lalu sudah selayaknya menyadarkan kita betapa kecil dan tidak berdayanya manusia di hadapan Allah SWT. Setiap kejadian bencana tersebut harus menjadi ibrah sebagai introspeksi diri dan inilah bagian dari refleksi. Beberapa  minggu lagi akan memperingati hari tsunami di Aceh. Penulis berharap warga Aceh melawan lupa atas apa yang terjadi tanggal 26 Desember yang mengakibatkan salah satu kemiskinan yang terjadi di Aceh. Juga membuat sebuah peringatan untuk mengingat kembali apa yang terjadi 15 tahun silam yang sangat membuat warga trauma dengan hal tersebut. Selain itu juga memperkenalkan kepada generasi yang tidak mengalami bencana untuk mengetahui betapa sulitnya masa-masa itu.   

Penulis: Putri Latifah (Sekbid Humas, Mahasiswa Ilmu Politik Fisip UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Komentar

Tampilkan

Terkini