-->








KPA Desak Pemerintah Aceh Evaluasi Pemberian Izin KEK Barsela

10 Desember, 2019, 06.15 WIB Last Updated 2019-12-09T23:15:51Z
BANDA ACEH - Kaukus Peduli Aceh (KPA) meminta Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat agar sebelum dilakukan penetapan dan pemberian izin Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Barsela.

"Evaluasi ini penting dilakukan agar penetapan dan pengeluaran izin KEK Barsela benar-benar bermanfaat bagi masyarakat Barat Selatan Aceh bukan hanya bermanfaat kepada kroni-kroni pengusaha sawit belaka," ungkap Koordinator KPA, Muhammad Hasbar Kuba kepada media, Senin (09/12/2019).

Menurut Hasbar, sejauh ini kehadiran KEK Barsela penting, namun hal yang lebih penting adalah memastikan komoditi utama KEK tersebut adalah komoditi yang menyentuh kepentingan masyarakat bukan sekelompok toke sawit.

"Bayangkan saja sejauh ini komoditi unggulan dan prioritas yang didengungkan terkait KEK Barsela adalah sawit. Jika kita lihat, rata-rata lahan sawit milik masyarakat masihlah minim, dibandingkan dengan kepemilikan toke-toke sawit yang menguasai komoditi tersebut. Seorang petani atau masyarakat yang bergerak di sektor perkebunan sawit rata-rata hanya memiliki 1-5 Ha lahan sawit dengan hasil 1-2 ton sekali panen. Sementara seorang pengusaha atau toke sawit memiliki lahan puluhan ribu hektar sawit, itupun mayoritas pengusaha sawit dari luar Barsela, kalaupun ada putera Barsela hanya sebagai pengelola lapangan, itupun bisa dihitung jari. Jadi, jika komoditi sawit atau CPO yang dijadikan komoditi unggulan maka kekhawatiran kami kehadiran KEK Barsela sangat kecil dampaknya kepada masyarakat dan lebih besar kepentingan politik bisnis toke sawit," jelas Hasbar.

KPA juga menyebutkan, efek dari kehadiran perusahaan-perusahaan sawit selama ini telah menghadirkan kerusakan alam yang berefek kepada banjir.

"Ketika KEK Barsela menjadikan perioritas maka dipastikan akan banyak pengusaha sawit yang membuka lahan lebih luas di Barsela dengan dalih harga yang tinggi, akses yang memadai serta kebutuhan komoditi ekspor harus dipenuhi, mau tidak mau sawit akan ditanam dengan jumlah yang lebih besar, dan yang mampu melakukan itu bukan masyarakat, tapi para pengusaha, toke dan investor. Disaat lahan sawit semakin luas maka  banjir akan semakin menjadi-jadi di Barsela. Toke dan Pengusaha sawit tidur nyenyak di rumah, masyarakat harus berhadapan dengan banjir, lantas siapa yang bertanggung jawab dengan penderitaan rakyat itu?" ucapnya prihatin.

KPA secara tegas menolak kehadiran CPO atau sebagai produk atau komoditi unggulan KEK Barsela.

"Jika produk atau komoditi unggulan KEK Barsela itu sawit atau CPO, maka kita minta Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat menunda terlebih dahulu dan melakukan evaluasi ulang, nanti yang sengsara masyarakat," tegasnya.

Hasbar juga mencium adanya politisasi bisnis yang begitu kental dan besarnya ruang monopoli komoditi. "Jika monopoli komoditi ini tidak diantisipasi dari awal maka jelas-jelas pemerintah yang memberikan izin telah mengangkangi prinsip ekonomi kerakyatan yang termaktub dalam UUD 1945 pasal 33. Bagaimana KEK Barsela dikatakan KEK Halal jika peluang terjadinya monopoli komoditi besar, Islam tak pernah menghalalkan monopoli setau kami," sebutnya lagi.

KPA meyakini masih banyak komoditi lain dengan nilai jual tinggi dan permintaan ekspor yang lumayan.

"Masih banyak komoditi lain yang dibudidayakan masyarakat dan efek terhadap lingkungannya relatif minim seperti minyak atsiri misal sereh wangi, nilam, pala dan lain-lain. Bahkan kenapa tidak beras Sigupai Abdya di ekspor agar harga nilai jual ketika panen serentak tetap stabil atau komoditi lainnya seperti jagung dan sebagainya. Bahkan daun kelor yang tidak ada harga atau relatif murah di Barsela pun punya nilai jual jika di ekspor. Atau jangan-jangan keinginan untuk mempercepat KEK itu dari toke sawit untuk memperlancar bisnisnya. Wallahu a'lam," imbuhnya.

Menurut KPA, jauh sebelum wacana KEK Barsela, kawasan Barsela melalui teluk Surin misalkan telah pernah mengekspor lada hingga ke manca negara. "Hari ini lada di Turki harganya mencapai 700 ribu rupiah/kg, tapi produknya bukan dari Aceh, Indonesia, tapi malah Singapura. Padahal hubungan baik Aceh dan Indonesia dengan Turki menjadi modal berharga untuk perdagangan internasional. Begitupun dengan komoditi-komodi lainnya yang dibudidayakan oleh masyarakat, belum lagi jika kita lihat peluang di sektor perikanan dan sektor lainnya dan sangat wajar untuk dijadikan komoditi unggulan versi KEK Barsela," bebernya.

Masalah lokasi, KPA sepenuhnya menyerahkan kepada pemerintah untuk menentukan satu lokasi.

"Jangan lagi ribut-ribut karena lokasi, yang ribut selama ini kelompok toke dan elit yang berkepentingan saja. Masalah lokasi pemerintah bisa melakukan survey dan kajian ulang. Lakukan studi kelayakan di 8 Kabupaten/Kota Barsela, dimana paling layak disitu langsung ditetapkan lokasinya, tuntas persoalannya," pungkasnya.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini