-->

Potensi Gempa M 8,7 Simeulue: Ilmu, Ikhtiar, Tawakal

16 Januari, 2020, 19.17 WIB Last Updated 2020-01-16T12:17:58Z
KOMPLEKSITAS potensi bencana alam di Indonesia menuntut setiap warga untuk mengenal kemudian memahami jenis dan karakteristik setiap bencana serta upaya tindakan penanggulangan. Sebab, secara geodinamika Indonesia terdapat pertemuan tiga lempeng besar dunia, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik.

Proses pergerakan lempeng-lempeng yang saling mendekat, menjauh, ataupun saling berpapasan, membentuk akumulasi energi intensitas tinggi yang sewaktu-waktu terlepaskan secara spontan, kemudian menghasilkan yang dikenal sebagai gempabumi.

Getaran tersebut dapat mengakibatkan kerusakan dan keruntuhan bangunan serta dapat menimbulkan korban bagi penghuninya. Lebih dari itu, getaran gempa juga dapat memicu potensi bencana lanjutan antara lain tsunami, tanah longsor, kebakaran, banjir, kecelakaan industri dan trasnportasi.

Diseminasi informasi gempabumi terkini tercatat yang terkuat pada awal tahun 2020, melalui hasil analisis oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yakni  gempa tektonik pada hari Selasa, 7 Januari 2020 berkekuatan M 6,4. Selanjutnya, BMKG melakukan pemutakhiran menjadi M 6,1. Episenter terletak di laut pada jarak 19 km arah Selatan Kota Sinabang, Kabupaten Simeulue, Aceh pada kedalaman 20 km akibat dari aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia di Barat Sumatera.

Kejutan gempa pada tanggal 7 Januari 2020, membuat masyarakat Pulau Simeulue merasa panik dan bergegas keluar dari bangunan menuju lapangan terbuka. Bersyukur tidak berdampak potensi tsunami, tidak menimbulkan korban jiwa dan juga tidak mengakibatkan kerusakan berat yang signifikan pada struktur bangunan.

Konon, sehari pasca gempa, belum reda kepanikan warga, menyusul pula informasi beredar di tengah masyarakat, bahwa Pulau Simelue berpotensi gempa berkekuatan M 8,7 yang secara psikologis membuat sport jantung menjadi jauh lebih cemas dan waspada.  Bahkan, dalam sepekan ini isu potensi gempa berkekuatan M 8,7 di Simeulue masih menjadi obrolan masyarakat dengan bermacam pola penafsiran.

Merespon isu tersebut, ada warga yang sudah membangun tenda di perbukitan sebagai upaya kesiapsiagaan mandiri bila terjadi gempa dan tsunami. Upaya antisipasi serupa, sejumlah warga yang tinggal di pesisir pantai pindah ke rumah kerabat mereka yang jauh dari pantai untuk menghindari gempabumi dan tsunami terjadi dalam waktu dekat.

Langkah positif untuk Pemerintah Kabupaten Simeulue telah menghimbau warganya tetap tenang dan tidak terlalu berlebihan menanggapi isu yang beredar. Demikian juga Aparat Hukum dan Adat pada sejumlah desa, juga telah menghimbau warganya melalui corong masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, tetap waspada, tidak panik, dan tidak mudah terpengaruh dengan berita-berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. 

Penelitian oleh BMKG, mengeluarkan peringatan dini sehari setelah gempa bahwa wilayah selatan Simeulue, Provinsi Aceh termasuk dalam segmen megathrust Nias-Simeulue, merupakan segmen aktif yang memiliki magnitudo tertarget M 8,7. Melalui rangkaian penelitian, pemetaan wilayah yang rawan gempa karena aktivitas patahan dan juga pertemuan lempeng-lempeng bumi sehingga diprediksi berpotensi gempa kuat.

Pemahaman tentang potensi gempa kuat bukan berarti gempa akan terjadi dalam minggu ini. Bisa saja terjadi 20 tahun lagi, 50 tahun lagi, 100 tahun mendatang, bisa jadi besok. Karena sampai saat ini tidak pernah ada teknologi di dunia yang dapat memastikan kapan terjadi gempa, lokasi dimana, dan jam berapa. Keragaman penafsiran tentu dapat dimaklumi mengingat faktor tingkat pengetahuan kebencanaan oleh masyarakat yang bervariasi.

Terkait gejala alam di negeri ini dengan merujuk pada Al-Qur'an, bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman: "Dan kamu lihat gunung-gunung itu kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal gunung-gunung itu bergerak sebagaimana awan bergerak. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh  segala sesuatu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. Al-Naml [27]: 88).

Riwayat kejadian gempa di Simeulue menandakan sebagai salah satu wilayah rawan gempa karena dekat dengan zona megathrust. Berdasarkan catatan kejadian gempa, idealnya memotivasi masyarakat untuk lebih mengenal apa yang disebut gempabumi, bagaimana meningkatkan ilmu pengetahuan untuk melakukan tindakan tepat pada situasi berpotensi gempa, pada saat terjadi gempa, maupun setelah terjadi gempa.

Dalam Islam, kita juga diwajibkan untuk menuntut ilmu. Rasulullah Shallallahu  'alaihi wa sallam bersabda: "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim" (HR. Ibnu Majah No. 224, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahuanhu,dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al-Jaamiish Shaqiir No. 3913). Sederhananya, gempabumi itu tidak membunuh namun bangunan dan material sekeliling yang justru membunuh dan melukai manusia.

Menghubungkan aspek budaya dengan pengetahuan terhadap bencana gempabumi, masyarakat Simeulue sebenarnya memiliki bentuk kearifan lokal berupa cerita lisan yang disampaikan secara turun-temurun oleh nenek moyang terdahulu.

Bahkan, transfer knowledge tersebut telah menjadi suplemen bagi masyarakat pulau Simeulue selamat dari gempabumi dan amukan tsunami pada penghujung tahun 2004. Berikut petikan syairnya:

Smong dumek-dumekmo
Tsunami air mandimu
Linon uwak-uwakmo
Gempa ayunanmu
Elaik kedang-kedangmo
Petir gendang-gendangmu
Kilek suluh-suluhmo
Halilintar lampumu
Anga linonne malli, oek suruik sahuli
Jika datang gempa kuat disusul air tiba-tiba surut
Miheya mihawali fanome sektaik
Segera cari tempat dataran yang tinggi, agar selamat.
(dikutip dari Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, Vol. 9, No. 1, Tahun 2018 Hal. 1-8)

Syiar tersebut berdasarkan atas pengalaman catatan sejarah gempabumi dan tsunami pernah terjadi pada ratusan tahun silam tepatnya tanggal 4 Januari 1907 di Pulau Simeulue.

Lebih dari itu, syair tersebut menyampaikan pesan peringatan dini bagi generasi penerus terhadap pratanda gempa dan tsunami dan juga petuah untuk memupuk ketahanan dan ketangguhan mental dalam menyikapi gejala-gejala alam.

Tahapan peningkatan kapasitas (capacity building) masyarakat dengan pengetahuan cukup tentang kegempaan, diharapakan mampu terimplementasi dengan benar melalui usaha (ikhtiar) yang tepat guna dan berdaya guna untuk tujuan pengurangan risiko bencana gempabumi.

Dalam Islam, sebelum kita mencapai pada level berserah diri kepada Allah SWT atas segala sesuatu  yang terjadi (tawakal), langkah sebelumnya kita diperintahkan untuk berusaha terlebih dahulu. Upaya melakukan rangkaian mitigasi struktural maupun non struktural dan juga kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana juga bagian dari wujud ikhtiar kita bertujuan untuk mengurangi risiko.

Firman Alah SWT: "…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah diri mereka sendiri… "(QS. Ar-Rad: 11).

Wujud ikhtiar secara sederhana dapat dilakukan oleh individu dan keluarga untuk meminimalisir dampak ketika terdapat potensi gempa (prabencana) antara lain: anggota keluarga secara bersama-sama menyepakati lokasi evakuasi/pengungsian jika berpotensi tsunami, membangun hunian dari material ringan, mengenal lingkungan tempat tinggal/tempat bekerja apabila terjadi gempabumi sudah mengetahui tempat yang paling aman untuk berlindung.

Berikutnya, persiapan rutin pada tempat tinggal/tempat bekerja (seperti perabotan diatur menempel pada dinding untuk menghindari jatuh, roboh, atau bergeser saat terjadi gempabumi). 

Selanjutnya, simpan bahan yang mudah terbakar pada tempat yang tidak mudah pecah agar terhindar dari kebakaran, selalu matikan air, gas, dan listrik apabila tidak sedang digunakan, periksa kestabilan benda yang tergantung seperti lampu,  persiapkan dokumen-dokumen penting,  dan sediakan alat di tempat tinggal seperti kotak P3K dan senter.

Ikhtiar saat terjadi gempbumi dapat lakukan upaya  mandiri oleh individu dan keluarga antara lain: jika berada di dalam bangunan, lindungi badan dan kepala dari reruntuhan bangunan dengan bersembunyi di bawah meja, dll. Cari tempat yang paling aman dari reruntuhan dan goncangan.

Kemudian lari ke luar apabila masih dapat dilakukan, jika berada di luar bangunan atau area terbuka menghindari dari bangunan yang ada di sekitar seperti Gedung, tiang listrik, pohon, dll.

Perhatikan tempat berpijak, hindari apabila terjadi rekahan tanah. Jika sedang mengendarai mobil: keluar, turun, dan menjauh dari mobil hindari jika terjadi pergeseran atau kebakaran. Jika tinggal atau berada di pantai: jauhi pantai untuk menghindari bahaya tsunami, jika tinggal di daerah pegunungan hindari daerah yang mungkin terjadi longsoran.

Upaya sederhana setelah terjadi gempabumi diantaranya: jika berada di dalam bangunan maka keluar dari bangunan tersebut dengan tertib. Gunakan tangga biasa, periksa apa ada yang terluka, lakukan P3K, minta pertolongan medis apabila terjadi luka parah pada Anda atau sekitar Anda.

Periksa lingkungan sekitar apabila terjadi kebakaran, kebocoran gas, aliran dan pipa air, dan hubungan arus pendek listrik. Jangan memasuki bangunan yang sudah terkena gempa karena kemungkingan masih terdapat reruntuhan, jangan berjalan di daerah sekitar gempa kemungkinan terjadi bahaya susulan masih ada.

Selanjutnya mendengar informasi mengenai gempa dari Lembaga resmi, TV, Radio, Media Cetak dan Online, dll. Jangan mudah terpancing oleh isu atau berita yang tidak jelas sumbernya. Jangan panik dan jangan lupa selalu berdoa kepada Allah SWT demi keamanan dan keselamatan kita semuanya. 

Demikian bentuk-bentuk upaya pengurangan risiko bencana secara sederhana yang dapat dilakukan pada tingkat individu dan keluarga, selanjutnya tentang bagaimana peran stakeholder dalam penanggulangan bencana akan dikupas pada ruang dan waktu lain.

Berbekal ilmu pengetahuan tentang kebencanaan yang dimiliki oleh setiap individu dan keluarga, kemudian mengaplikasikan pengetahuan tersebut di dalam hidup dan kehidupan sehari-hari, maka langkah terakhir adalah bertawakal kepada Allah SWT.

"Manusia berusaha tanpa berdoa adalah sombong. Sebaliknya, berdoa tanpa berusaha adalah sia-sia". Menyerahkan diri atas segala yang baik dan yang buruk hanya kepada Allah SWT, tempat berlindung dan memohon ampun.

Firman Allah SWT: "Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi dan kokoh" (QS. An-Nisa: 78). Kita perbanyak ibadah dan mendekatkan diri pada Sang Pencipta untuk bekal akhirat karena tidak ada yang abadi di dunia ini, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati" (QS. Ali Imran:185).

Kita bermohon kepada Allah SWT untuk menjauhkan segala bencana di Negeri ini. Mari bersama menjaga alam dan lingkungan sekitar kita, tidak melakukan kerusakan alam secara berlebihan agar alam pun bersedia hidup harmonis berdampingan dengan manusia. (Sumber: mercinews.com)

Penulis: Rasli Hasan Sari, M.Si (Peneliti Gempabumi dan Tsunami di Simeulue, Alumni Magister Ilmu Kebencanaan Unsyiah, Putra Daerah Kab. Simeulue)
Komentar

Tampilkan

Terkini