-->


Efek Boomerang Melepaskan Napi di Tengah Wabah Virus Corona

29 April, 2020, 19.05 WIB Last Updated 2020-04-29T12:06:34Z
PANDEMI Virus Corona atau Covid-19 adalah kasus yang muncul pertama kali di Kota Wuhan China pada akhir Desember 2019. Peningkatan kasus virus corona masih berlangsung di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Angka kematian yang disebabkan oleh virus corona di Indonesia menyentuh angka tertinggi di Asia Tenggara. 

Hingga saat ini belum ada vaksin yang tepat untuk menangkalnya. Di masa social distancing  ini kita sebagai warga negara Indonesia yang baik harus bersikap kooperatif dengan cara tetap berada di rumah dan mengurangi mobilitas di luar agar Covid-19 tidak menyebar dengan cepat. Kita tidak bisa meremehkan virus Covid-19. Banyak yang terkena virus ini tanpa gejala, bahkan tanpa disadari mungkin kita bisa jadi carrier dari virus ini. 

Di saat pandemi corona ini, pemerintah Indonesia membuat program asimilasi rumah sesuai keputusan Peraturan Kementrian Hukum dan HAM nomor 10 tahun 2010 dan Keputusan Kemenkumham No.19/PK/01/04/2020, yaitu pembebasan para narapidana disebabkan oleh virus corona. 

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly memperkirakan ada 30.000 sampai 35.000 narapidana dewasa dan anak yang dibebaskan. Tercatat sudah 5.556 penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) yang dikeluarkan. 

Kebijakan ini dinilai tidak tepat karena 2 alasan penting. Alasan pertama, di tengah pandemi Covid-19 yang membuat panik, keluarnya narapidana dari lapas akan membuat kepanikan masyarakat lebih meningkat. Napi membuat warga resah sebab ada kemungkinan melakukan tindakan kriminal.

Hal ini diperkuat oleh beberapa kejadian yang menunjukan narapidana setelah bebas dari penjara bukannya jera, namun justru kembali berulah. Dirangkum dari berbagai berita, tindak pidana yang dilakukan eks napi setelah bebas dari penjara tersebut bervariasi. Mulai dari menjadi kurir narkoba hingga terlibat dalam aksi penjambretan di sejumlah lokasi. Contoh kasus narapidana bernama Rudi Hartono di Wajo, Sulawesi Selatan (Sulsel), kembali dijebloskan ke dalam penjara. Rudi tertangkap kembali karena hendak mencuri di rumah warga. Kasat Reskrim Polres Wajo AKP Bagas Sancoyoning kepada detikcom, Rabu (08/04/2020) mengatakan bahwa dia baru keluar dari program Kemenkum HAM, lalu  dia mencoba mencuri lagi di rumah warga, namun tertangkap kasus lainnya adalah dua orang residivis bernama M Bahri (25) warga Gundih, Surabaya dan Yayan (23) warga Margorukun, Surabaya, kembali diamankan polisi. Mereka terpaksa ditangkap karena terlibat dalam kasus penjambretan yang terjadi di Jalan Darmo Surabaya, Kamis (9/4/2020). Kasus lain adalah dua orang kurir ganja bernama Bayu (24) dan Ikhlas (29), diamankan Tim Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali Rabu (8/4/2020). Dua pelaku tersebut diketahui seorang residivis, dan salah satunya baru saja bebas dari penjara karena mendapat program asimilasi dari pemerintah.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan tindakan kriminal dan kericuhan oleh mantan napi itu terjadi. faktor pertama adalah narapidana yang sudah keluar dari penjara sulit memenuhi kebutuhan hidup karena keterbatasan skill dan lapangan pekerjaan yang sempit disebabkan oleh kondisi penyebaran pandemi Covid-19. 

Faktor kedua, narapidana belum siap secara intelektual dan emosional untuk keluar dari penjara karena pendidikannya belum selesai. Seperti yang kita ketahui di Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Dalam pelaksanaan bimbingan terhadap narapidana,  pihak berwenang menetapkan periode waktu tertentu yang dinilai cukup untuk mendidik narapidana. Orang yang dikeluarkan sebelum waktunya karena alasan penyebaran Covid-19 adalah orang yang belum mendapatkan bimbingan yang cukup sehingga bisa dianggap dia perlu pendampingan khusus. Namun hal ini tidak didapatkan oleh para mantan narapidana sehingga besar kemungkinan mereka akan melakukan tindakan kriminal lagi.

Alasan kedua kenapa mengeluarkan narapidana merupakan hal yang tidak tepat dalam  mengurangi penyebaran Covid-19 sebab hal ini akan meningkatkan kemungkinan penyebaran virus corona. Ketika napi keluar, otomatis tingkat mobilitas di luar akan semakin meningkat, hal ini justru menyebabkan resiko penyebaran virus corona meninggi. Sebenarnya jika narapidana tetap ditahan di lapas, mereka justru akan mengurangi resiko penyebaran virus corona karena tingkat mobilitas di luar itu rendah. Sejauh penggelolaan lapas sesuai prosedur seperti tidak asal menerima tamu asing dan mengurangi kontak fisik antara narapidana dan tamunya, kondisi para tahanan cukup aman dari pandemi virus corona. 

Jika kita melihat penanggulangan  bencana pandemi virus corona yang berhasil dilakukan oleh Vietnam, mereka tidak menerapkan program pelepasan narapidana dari lapas. Tapi Vietnam langsung memulai serangkaian inisiatif untuk mengatasi penyebaran Covid-19 hanya dengan menangguhkan semua penerbangan ke dan dari Cina. Sistem perawatan kesehatan negara ini juga ditingkatkan dalam beberapa aspek. Ada sekitar 8 dokter per 10.000 orang di Vietnam. Kemudian Vietnam telah melarang penerbangan domestik sejak 30 Maret 2020 kecuali untuk rute dari Hanoi ke Kota Ho Chi Minh, dan dari Hanoi / Kota Ho Chi Minh ke Da Nang dan Phu Quoc. Rute-rute ini akan dipertahankan dengan frekuensi maksimum satu perjalanan pulang pergi per hari untuk setiap maskapai. Vietnam juga melarang penerbangan dari luar negeri. Visa untuk para pelancong juga dihentikan. Aturan itu mengikuti larangan penerbangan yang jauh sebelumnya telah diterapkan, seperti larangan penerbangan dari China dan sejumlah negara.

Oleh sebab itu dari pada melakukan sebuah kebijakan yang tidak efektif dalam mengurangi dampak virus corona, sebaiknya pemerintah mengambil tindakan yang lebih cerdas dalam menangani para narapidana di Lapas. Salah satunya dengan mengikuti langkah Malaysia, Turki, dan Thailand. Pemerintah disana memberikan tugas untuk menjahit alat APD pada para Narapidana untuk membantu kekurangan pasokan yang di alami para tenaga medis yang berjuang menghadapi pandemi virus corona.

Penulis: Ikhwanusshufa (Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Ar Raniry Banda Aceh)
Komentar

Tampilkan

Terkini