-->








Merawat Demokrasi di Tengah Pandemi Covid-19

06 Juli, 2020, 17.04 WIB Last Updated 2020-07-06T10:04:39Z
KONTESTASI perpolitikan nasional kembali akan bergulir, pemilihan kepala daerah akan kembali diselenggarakan yang sebelumnya sempat tertunda karena adanya pandemi Covid-19. Hajatan lima tahunan kembali di gelar mulai pertengahan bulan Juni 2020. Sesuai dengan kesepakatan antara Komisi II DPR bersama Mendagri dan KPU, tanggal 9 Desember 2020 ditetapkan sebagai hari pencoblosan di 270 daerah se-Indonesia.

Ketetapan ini untuk memastikan pemenuhan hak dipilih dan memilih warga masyarakat dalam pemilihan serentak. Keputusan melanjutkan tahapan pemilihan ditengah bayang-bayang pandemi sejatinya menimbulkan pro kontra ditengah masyarakat. Bagaimana tidak, sejumlah pihak menyayangkan dan berpandangan sebaiknya pilkada diundur sampai tahun depan karena saat ini sedang berada dalam masa pandemi Covid-19 yang dapat mengamcam keselamatan warga negara yang seharusnya lebih diprioritaskan.

Waktu yang Kurang Tepat

Salah satu yang menjadi polemik dan menjadi perbincangan hangat di masyarakat adalah tentang waktu pemilihan yang di nilai kurang tepat. Karena mengingat sekarang ini kita masih berada dalam situasi yang sulit akibat pandemi Covid-19. Per Sabtu 04 Juli 2020 pukul 12.00 WIB, data Covid-19 di Indonesia yang di kutip dari www.covid19.go.id, menunjukkan sudah terkonfirmasi lebih dari 62,142 kasus Covid-19. Adapun orang yang sedang di rawat sebanyak 30,834 jiwa. Pasien yang sudah meninggal 3,089 jiwa, dan yang sudah di nyatakan sembuh sebanyak 28,219 jiwa. 

Namun, Kementerian Dalam Negeri tetap kukuh dengan pendiriannya yang akan tetap menyelenggarakan hajatan lima tahunan pemilihan kepala daerah serentak tersebut dengan alasan tidak ada jaminan pandemi Covid-19 berakhir pada 2021. Mendagri Tito Karnavian mengatakan banyak ahli menilai pandemi virus corona belum tentu mereda pada tahun depan, selain itu vaksin pencegahnya hingga kini belum ditemukan. Kemudian, KPU mengaku sudah berkoordinasi dengan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 dan mendapatkan rekomendasi melanjutkan kembali pilkada sesuai dengan standar keamanan protokol kesehatan. Alasan selanjutnya yakni mengenai hak konstitusional memilih dan dipilih. 

Pilkada Serentak 2020 bertujuan mengurangi praktik kepemimpinan pemerintahan daerah yang terlalu banyak ditempati oleh Pejabat Sementara/Pelaksana Tugas yang kewenangannya sangat terbatas. Sementara dalam situasi pandemi memerlukan pemimpin daerah yang kuat dengan legitimasi dari masyarakat. Terlepas dari polemik yang mengiringi, pilkada yang berlangsung pada masa pandemi Covid-19 harus memastikan pelaksanaan setiap tahapan mematuhi standar minimal proteksi terhadap infeksi virus corona. Adaptasi kepatuhan terhadap protokol kesehatan dan pemenuhan prinsip pilkada yang demokratis harus menjadi perhatian seluruh petugas pemilihan, peserta dan pemilih.

Kualitas dan Tantangan Penyelenggaraan Pilkada

Pilkada di kala merebaknya pandemi merupakan ujian bagi perjalanan demokrasi di tanah air. Mampukah kita menjalankannya dengan aman, sehat dan demokratis? Adakah pemimpin daerah yang terpilih di masa pandemi mampu menghadirkan kesejahteraan dan kebahagiaan? 

Sejumlah hal penting mesti dilakukan guna mewujudkan pilkada yang sehat. Memastikan kualitas teknis pilkada tidak terdistorsi dengan ketersediaan regulasi, kapasitas petugas dalam memahami regulasi dan kontrol pada standar penyelenggaraan yang berkualitas. Setiap pelanggaran pilkada harus bisa ditangani secara optimal, misalnya politik uang, penyebaran hoaks, politisasi bantuan sosial serta praktik suap dan korupsi. 

Menjamin pemenuhan akses pemilih pada pendidikan dan informasi kepemiluan. Menjaga konsistensi penerapan dan disiplin terhadap protokol kesehatan. Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pilkada ditengah pandemi memang komplek. baik dari sisi teknis maupun kualitas penyelenggaraan. Jika tak diantisipasi dengan baik, pilkada yang digelar di masa pandemi ini alih-alih melaksanakan demokrasi di tingkat lokal dengan baik, pilkada justru melahirkan masalah baru baik dari sisi teknis maupun non teknis. 

Kemudian, ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa bagi masyarakat, peserta dan penyelenggara pemilupun tak bisa dipungkiri. Muncul kekhawatiran degradasi kualitas penyelenggaraan tahapan situasi pandemi yang tidak menentu berpotensi menimbulkan malpraktik dalam pelaksanaan verifikasi faktual syarat dukungan calon perseorangan, pemutakhiran data pemilih, kampanye dan mekanisme pemungutan suara.

Kendala anggaran pembiayaan pemilihan mesti diantisipasi, diantaranya relokasi anggaran untuk penanganan Covid-19, penyalahgunaan program, kebijakan dan anggaran serta kendala penegakan hukum harus diminimalisir. Penyelenggara dituntut bekerja ekstra untuk mengantisipasi menurunnya partisipasi pemilih karena proses pemutakhiran data dan daftar pemilih yang tidak maksimal, gairah untuk menjadi relawan berkurang dan meningkatnya potensi penyimpangan karena minimnya pemantauan oleh masyarakat. PKPU yang mengatur secara teknis penyelenggaraan pemilihan di masa pandemi Covid-19 berisi aturan guna mencegah penyebaran virus corona selama tahapan. Sehingga ada jaminan keamanan dan keselamatan khsususnya bagi penyelenggara dan pemilih dalam mengikuti pemilihan. 

Tahapan penyelengggaraan pemilihan yang disesuaikan dengan protokol kesehatan meliputi; pembentukan dan tata kerja PPK, PPS, KPPS dan PPDP. Berikutnya pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih. Tahapan pencalonan, kampanye, pelaporan dana kampanye dan pemungutan dan penghitungan suara. Protokol kesehatan juga diterapkan pada tahapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan hasil pemilihan. Juga pada sosialisasi pendidikan pemilih dan partisipasi masyarakat serta prosedur pengamanan perlengkapan pemilihan. 

Kita berharap pemilihan kepala daerah yang berlangsung ditengah ancaman krisis kesehatan tetap memprioritaskan perlindungan maksimal bagi keselamatan seluruh warga sebagai pemilih. Pandemi menjadi tantangan sekaligus peluang bagi kita untuk merawat demokrasi. Demokrasi harus terus dijaga agar tidak diimplementasikan hanya berdasar logika elit semata. Dalam situasi pandemi Covid-19, yang terpenting adalah tidak boleh demokrasi dipertaruhkan karena pilkada yang diselenggarakan tanpa kesiapan yang baik serta dampaknya bisa membahayakan kesehatan warga negara. 

Demokrasi harus dipraktikkan secara sehat dari aspek kompetisinya dan jaminan keselamatan bagi semua yang berkontribusi di dalamnya. Pilkada dimasa pandemi merupakan ujian bagi kita untuk mempertahankan demokrasi sebagai proses yang inklusif, partisipatoris dan aman bagi semua orang.

Penulis: Zainal Hakiki (Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Komentar

Tampilkan

Terkini