Nova Iriansyah tentu tidak bisa sendiri dalam menahkodai Pemerintah Aceh dalam mewujudkan visi-misi sebagaimana slogan Aceh Hebat yang dulu menjadi janji harapan politik rakyat Aceh terhadap pasangan Irwandi-Nova pada Pilkada 2017 yang merupakan harapan dan dambaan rakyat Aceh.
Muzakir, Koordinator Lembaga Pemerhati Parlemen Aceh berharap estafet kelanjutan Pemerintah Aceh setelah dilantik suka tidak suka, terima atau tidak terima, berada penuh di tangan Ir. Nova Iriansyah, MT. Sebagai Gubernur Aceh merupakan takdir Tuhan dan sebagaimana amanah UUD.
Dalam membawa Aceh Hebat baik dari sektor pembangunan, ekonomi, sosial, politik, dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat Aceh tentu bukan hal yang mudah bagi Nova Iriansyah. Sangat membutuhkan dukungan semua stakeholder ulama, akademisi serta tokoh-tokoh cerdik pandai.
"Tentunya eksekutif dan legislatif harus membangun persepsi bersama dalam membawa Aceh demi untuk kepentingan masyarakat Aceh secara keseluruhan," ungkapnya.
Muzakir menilai, selama ini Aceh dipimpin oleh seorang Plt Gubernur, tentu ada faktor-faktor kebijakan srategis baik secara regulasi, sangat banyak keterbatasan sehingga sering terjadi miskomunikasi dua lembaga sehingga konflik internal antara eksekutif dan legislatif tak bisa dihindari karena punya perbedaan pandangan.
"Hal ini sudah menjadi penilaian negatif di tengah-tengah masyarakat Aceh," tukasnya.
"Kita berharap dengan dilantiknya gubernur definitif, konflik dua lembaga ini semoga menjadi energi positif dan menjadi harmonisasi untuk merumuskan berbagai kebijakan srategis dalam pembangunan Aceh ke depan yang lebih baik dan terhormat," harapnya.
Muzakir menilai satu sisi tidak meragukan kepemimpinan Nova Iriansyah dalam konteks leadership dalam membawa Aceh menuju Aceh Hebat. Karena sosok kader Partai Demokrat bentukan SBY tersebut adalah politisi dan tentu berbicara lembaga parlemen, Nova Iriansyah adalah mantan Anggota DPR-RI periode 2009-2014. Tentu komunikasi politik dengan lembaga DPRA ke depan mampu terjalin dengan baik dalam merumuskan kebijakan-kebijakan dalam membangun Aceh dengan sisa masa jabatan periode 2017-2022.
Ia berharap, DPRA adalah lembaga politik, dan jabatan gubernur adalah jabatan politik, dinamika politik sudah tentu tidak bisa kita pungkiri.
"Dua lembaga lahir dari rahim yang sama-sama dipilih oleh rakyat namun jika dua lembaga ini membagi peran masing-masing bicara atas harapan dan keinginan rakyat tentu masyarakat Aceh akan merasakan buah dari pemikiran pembangunan kesejahteraan rakyat Aceh secara umum, dengan meninggalkan baik ego kelembagaan, ego sektoral dan ego kelompok," harapannya, Rabu (04/11/2020).[*/Red]