-->








Kejati Aceh Tingkatkan Kasus Dugaan Korupsi Program Peremajaan Sawit Rakyat ke Tahap Penyidikan

12 Maret, 2021, 19.19 WIB Last Updated 2021-03-12T12:20:00Z

LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh meningkatkan status penanganan perkara dugaan korupsi program peremajaan sawit rakyat (PSR) di Provinsi Aceh tahun anggaran 2018, 2019, dan 2020 dari tahap penyelidikan ke penyidikan.


Kepala Kejati Aceh, Dr Muhammad Yusuf, SH, MH, didampingi Kasi Penkum, H. Munawal Hadi, SH, MH, menjelaskan bahwa sumber anggaran program peremajaan sawit rakyat berasal dari Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang berada di bawah Kementerian Keuangan RI.

"Total dana program tersebut yang sudah disalurkan ke Provinsi Aceh sejak tahun 2019 hingga 2020 sebesar Rp. 684.876.687.000,- dengan rincian, tahun 2018 sebesar Rp. 16.060.682.500, tahun 2019 sebesar Rp. 243.268.345.000, dan tahun 2020 sebesar Rp. 425.547.659.500," Kata Kajati Aceh, Jumat (12/03/2021).

Dalam proses pengajuan dana, kata Muhammad Yusuf, pelaksanaan dan pertanggung jawabannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 18/Permentan/KB.330/5/2016 Tentang Pedoman Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit dan perubahannya.

Selanjutnya, terangnya lagi, Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor: 29/KPTS/KB.120/3/2017 Tentang Pedoman Peremajaan Tanaman Kelapa Sawit Pekebun, Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Bantuan Sarana dan Prasarana Dalam Kerangka Pendanaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit dan Perubahannya.

"Program peremajaan sawit rakyat di Provinsi Aceh dilakukan atas perjanjian tiga pihak antara Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), koperasi dan pihak bank," ungkapnya.

Adapun permasalahan yang ditemukan dalam perkara ini secara garis besar adanya kelemahan dalam proses verifikasi. Dana yang diperuntukan untuk peremajaan sawit tidak dapat dipertanggung jawabkan dalam setiap item kegiatan/pengadaan.

Selain itu, adanya syarat-syarat pengajuan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku seperti tumpang tindih alas hak atas lahan para pengusul.

"Seharusnya, dalam proses pelaksanaan program peremajaan sawit rakyat harus dilaksanakan oleh pekebun melalui kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi," ungkap Muhammad Yusuf.

Menurutnya, yang mengajukan permohonan itu adalah ketiga pihak tersebut dan permohonannya diajukan ke dinas perkebunan kabupaten. Selanjutnya dinas perkebunan kabupaten melakukan verifikasi terhadap permohonan atau usulan dari masing-masing kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi.

"Hasil verifikasi oleh pihak kabupaten diteruskan ke dinas perkebunan provinsi, dan hasil verifikasi selanjutnya diteruskan ke Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) Kementerian RI," ungkapnya.

Selanjutnya hasil verifikasi dari Dirjenbun menghasilkan rekomendasi teknis yang didalamnya yaitu berupa nama pengusul, lokasi kebun, jumlah luas dan calon penerima dan calon lahan (CPCL). Dirjenbun kemudian mengirimkan rekomendasi teknis tersebut ke BPDPKS sebagai syarat penyaluran dana ke para pekebun.

"Penerima dana adalah pekebun dan secara mekanisme dana yang sudah masuk ke rekening pekebun langsung dipindah bukukan (escrow account) ke rekening kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi. Dan para pihak itulah yang memanfaatkan dana dari BPDPKS untuk peremajaan kelapa sawit,” ungkapnya.

Terkait persoalan itu, Muhammad Yusuf menyatakan, penyidik Kejati Aceh sudah meminta keterangan dan pengumpulan data dari pihak-pihak terkait, antara lain pihak BPDPKS Kementerian Keuangan, pihak Direktur Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian, pihak Dinas Pertanian Provinsi Aceh, pihak dinas perkebunan dan peternakan kabupaten.

Pihak Koperasi, pihak Kelompok tani dan gabungan kelompok tani, dan pihak ketiga yang melakukan kerja sama dengan koperasi juga sudah dimintai keterangan.

"Dengan ditingkatkannya ke tahap penyidikan, kita semua berharap tim penyidik tindak pidana khusus Kejati Aceh dapat segera menetapkan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap adanya kerugian keuangan negara," demikian Kajati Aceh, Muhammad Yusuf.[*/Red]


Komentar

Tampilkan

Terkini