LINTAS ATJEH | JAKARTA - Aceh seperti sedang disinari oleh pantulan cerminan yang agak kusam selepas peristiwa besar pada awal tahun 2018 silam. Tersandungnya Gubernur Aceh menjadi pukulan psikis hingga beranda media lokal dan nasional dipenuhi oleh narasi-narasi Aceh gagal total dalam hal kesejahteraan.
Hal itu disampaikan Ketua Koalisi Masyarakat Aceh Bersatu (KMAB) Fahmi Nuzula kepada LintasAtjeh.com, Kamis (04/03/2021), melalui pesan whatsapp mesenger.
Sebagai seorang aktor muda dalam dunia perpolitikan Aceh, Fahmi Nuzula menegaskan bahwa ia agak lumayan paling akfif di beberapa media di Aceh. Apalagi saat dirinya sebagai penggerak perlawanan rakyat terhadap kasus yang menimpa Gubernur Aceh saat itu.
Dalam dinamika politik yang terjadi hari ini di Aceh, Fahmi berharap masyarakat dapat menyikapi dengan sikap ksatria, tidak perlu bersikap berlebihan apalagi harus dengan saling menuding satu sama lain.
"Apa yang terjadi di Aceh adalah hal yang lumrah dan pernah terjadi di belahan dunia lainnya," tukasnya.
Akhir tahun 2020 hingga sampai sekarang, kata Fahmi, warga Aceh masih dalam dilema besar untuk bangkit dari ketertinggalan. Pasalnya, kekosongan kursi Wagub Aceh juga sempat diperbincangkan oleh tokoh-tokoh penting Aceh baik di meja-meja kopi hingga dalam diskusi publik di kampus-kampus.
Atas nama Koalisi Masyarakat Aceh Bersatu (KMAB), Fahmi Nuzula meyakinkan publik bahwa kekosongan Wakil Gubernur Aceh bisa jadi menjadi salah satu sebab kegagalan selama ini.
"Ada besar kemungkin regulasi politik hanya bertumpu pada salah satu partai politik di Aceh yaitu partai penguasa. Tapi pengaruh regulasi pembangunan sama sakali tidak diperankan oleh partai pengusung lainnya, hasilnya pembangunan Aceh stagnan dan tidak berjalan pada rel kehendak rakyat," ungkapnya.
Untuk itu, Fahmi Nuzula sangat berharap partai pengusung harus sesegera mungkin mengambil langkah politik demi kemaslahatan umat di tanah Serambi Mekkah.
"Sekarang ayo kita bangun Aceh secara harmonis dengan mengedepankan azas kebersamaan dengan semangat demokrasi," ajaknya.
"Ada nama-nama yang muncul dari salah satu partai dengan beberapa nama itu hanya bertahan pada bibir para pendukung masing-masing. Tapi nol faedah, yang ada hanya melahirkan narasi yang berujung bertele-tele dan mengulur-ulur waktu," tambahnya.
Fahmi berpendapat, sepertinya kendala terbesar partai pengusung untuk memfinalkan adalah terlalu banyak nama yang muncul sehingga lobi-lobi politik sangat kental sehingga membingungkan sosok pengambilan keputusan.
"Usulkan saja, apabila perlu finalkan yang di luar nama yang pernah mencuat, biar riak lobi-lobi bisa pecah menjadi satu kekuatan kebersamaan dan persatuan untuk membangun Aceh ke arah lebih baik," saran Fahmi.[Red]