-->








Diduga Ada Nepotisme dalam Anggaran Budidaya Vaname di Aceh Selatan

11 Juli, 2021, 22.02 WIB Last Updated 2021-07-11T15:02:31Z
LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Gerakan Pemuda Aceh Selatan (GerPAS) menilai bahwa penggunaan anggaran hingga sekitar Rp. 1 Milyar Rupiah oleh pemerintah Aceh Selatan untuk pilot Project budidaya udang vaname sangatlah tidak efesien dan tidak dapat dicontoh, pasalnya jika dikaji secara aspek ekonomis sungguh jauh api dari panggang.

"Seharusnya uang Rp. 1 milyar yang bersumber dari Dana Insentif Daerah (DID) penanganan Covid-19 tahun anggaran 2020 itu dapat digunakan  untuk mensupport sampai 5 kelompok masyarakat dengan quota bibit yang sama yakni 600 ribu ekor bahkan bisa jadi 1 juta ekor bibit. Tetapi sangat disayangkan pemkab Aceh Selatan hanya memberikan bantuan hingga Rp. 1 milyar itu kepada kelompok masyarakat yang khabarnya merupakan milik orang dekat dan famili orang nomor 1 di Aceh Selatan itu," ungkap Koordinator GerPAS, Rizal kepada media, Minggu (11/07/2021).

Menurut Rizal, modal Rp. 1 milyar untuk budidaya vaname dengan hasil 2 kali panen 7,5 ton selama 4,5 bulan dengan pendapatan bruto sekitar Rp. 685 juta belumlah menunjukkan bahwa budidaya tersebut memiliki nilai yang ekonomis dan dapat dicontoh oleh masyarakat.

"Secara prinsip ekonomi semestinya dengan waktu mencapai 4,5 bulan dan modal yang relatif besar itu telah dihasilkan profit, apalagi dikatakan proses budidaya yang dilakukan intensif," ujarnya.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Rizal merincikan, asumsi  untuk pembelian bibit udang vaname harganya hanya sekitar Rp. 50 per ekor dikali dengan 600.000 ekor, hanya menghabiskan uang Rp. 30 juta rupiah. Andai saja pilot projectnya dalam bentuk bioflok maka untuk jumlah bibit demikian hanya dibutuhkan 3-4 bioflok ukuran diameter 10  meter dengan harga per unit komplek hanya 15 jutaan dan hanya menghabiskan Rp. 60 jutaan anggaran. Ditambah lagi fasilitas lainnya seperti kincir air 2 atau 3 phrase sebanyak 4 unit hanya menghabiskan sekitar Rp. 16 jutaan. Kemudian pakan dan sarana lainnya Rp. 110 jutaan.

"Maka dengan Rp. 200 jutaan seharusnya sudah dapat membantu satu kelompok dengan kapasitas budidaya 600 ribu ekor seperti yang sedang dipraktekkan pada budidaya percontohan budidaya yang kini dipamerkan pemkab Aceh Selatan. Jadi dengan anggaran Rp. 1 milyar setidaknya 5 kelompok budidaya dapat terbantu dalam rangka ketahanan pangan di masa pendemi Covid-19 ini. Dan diyakini jumlah produksinya bisa 4-5 kali liat dari yang ada saat ini," papar Rizal.

Rizal menyebutkan, penggunaan alokasi anggaran yang dikhusus untuk penanganan Covid-19 seyogyanya digunakan sebaik mungkin dan harus bermanfaat kepada masyarakat banyak. Pemkab semestinya menggunakan alokasi anggaran dengan se-efisien mungkin untuk membantu lebih banyak masyarakat, sehingga dampaknya lebih dirasakan. 

"Misalkan tahun ini Pemerintah mengalokasikan untuk budidaya udang vaname untuk 13 kecamatan dengan anggaran 8 kecamtan dengan pagu anggaran Rp. 829.400.000,-. Yang menerima manfaatkan relatif banyak. Kenapa untuk penggunaan DID khusus penanganan Covid-19 justru hanya diberikan pada satu kelompok sebagai penerima manfaat, inikan ada sesuatu tentunya. Belum lagi sepertinya metode yang dijadikan contoh itu tidak diterapkan sistemnya pada bantuan ke masyarakat pada tahun 2021 ini. Ini menunjukkan bahwa yang dijadikan percontohan semacam tak patut dicontoh," tambahnya.

Masih kata Rizal, dalam pemberian project percontohan Pemkab Aceh Selatan dinilai masih lumayan gagal. Mengingat anggaran modal yang digunakan relatif besar.

"Semestinya secara umumnya yang dapat kita lihat diberbagai tempat dengan menggunakan sistem bioflok kolam bundar dengan masa panen yang relatif singkat hanya 2,5-3 bulan, justru back of periode (BEP) nya sudah terpenuhi. Sehingga secara jelas dapat dicontoh untuk dikembangkan oleh masyarakat," jelasnya.

Selain itu, Rizal juga mengatakan jika memang ada potensi indikasi pelanggaran secara hukum misalkan Mark up atau penyalahgunaan wewenang, maka hal tersebut urusan penegak hukum. "Jika memang ada indikasi Mark up atau penyalahgunaan wewenang maka kita serahkan semuanya kepada pihak terkait untuk menyelidiki sebagaimana mestinya, apalagi Anggaran DID tersebut bertujuan untuk penanganan covid-19," pungkasnya.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini