-->








Bahaya Mengintai Dibalik Ucapan Hari Raya Baha'i

15 Agustus, 2021, 19.36 WIB Last Updated 2021-08-15T12:40:15Z
STAF KHUSUS MENTERI AGAMA, Ishfah Abidal Aziz menyebut bahwa langkah Menag Yaqut Cholil Qoumas yang mengucapkan selamat Hari Raya Naw Ruz kepada masyarakat Baha'i sudah berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal itu ia sampaikan untuk merespons pernyataan Ketua MUI Cholil Nafis yang mengingatkan pemerintah jangan offside soal agama Baha'i. "Dalam hal Menag menyampaikan ucapan selamat Hari Raya bagi umat Baha'i beliau merupakan bagian dari negara. Jadi bagian tugas negara. Offside-nya di mana?" kata Ishfah kepada CNNIndonesia.com, Kamis (29/07/2021).

Ishfah lantas mengutip Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (PNPS) yang menyebut bahwa terdapat 6 agama yang diakui di Indonesia. Agama tersebut yakni Islam, Kristen, Katolik, Konghucu, Budha, dan Hindu yang banyak dianut masyarakat di Indonesia.

Meski demikian, kata Ishfah, tidak berarti selain enam agama tersebut dilarang di Indonesia. Agama-agama ini tetap diizinkan selagi tidak bertentangan dengan peraturan perundangan. "Tak berarti agama-agama lain seperti Yahudi Taosime, Shinto itu dilarang di Indonesia. Ini termaktub eksplisit. Nah asalkan ketentuannya yang penting tidak ada penodaan dan pelecehan terhadap agama-agama lain. Kan prinsipnya seperti itu," ujar dia.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Meski demikian, Ishfah mengapresiasi kepada MUI yang sudah mengingatkan kepada pemerintah agar tidak offside dalam hal ini. Ia menegaskan bahwa Kementerian Agama selama ini berjalan sesuai perintah peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebelumnya, sempat beredar viral video ucapan selamat Hari Raya Naw Ruz terhadap masyarakat Baha'i oleh Yaqut di media sosial. Baca link ini

Ketua MUI Sumatera Barat (Sumbar), Buya Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa menegaskan, bahwa esensi dari agama Baha’i tersebut adalah ajaran sesat.

"Bahaiyyah ditinjau dari latar belakang sejarah, esensi ajaran dan gerakan penyebaran merupakan ajaran sesat yang menodai ajaran Islam dan menjadi pintu masuk musuh untuk merusak umat Islam,” katanya. (suara.com, 30/07/2021).

Fakta tersebut di atas menunjukkan adanya perbedaan sudut pandang atas apa yang terjadi. Perbedaan sudut pandang tersebut terjadi karena adanya ketidaksamaan standar atas perbuatan. 

Dalam sistem demokrasi, sesungguhnya adalah hal yang tidak mengherankan adanya perbedaan sudut pandang, apalagi demokrasi menjunjung tinggi adanya kebebasan beragama. Kebebasan beragama adalah salah satu pilar yang harus ada dalam demokrasi dan merupakan perwujudan hak asasi manusia (HAM).

Dalam kamus demokrasi, kebebasan pindah maupun tidak beragama sekalipun tidaklah termasuk pelanggaran, meskipun ada pihak yang menganggap perbuatan tersebut sebagai sesuatu yang tercela atau bahkan kriminalitas. Karena itu, mengganti atau tidak beragama dilegalkan dalam sistem demokrasi. HAM menjadi pemimpin dalam pelegalan segala sesuatu. Bahkan, beberapa aturan agama (Islam) pun dianggap melanggar HAM, seperti wanita muslimah wajib bersuamikan pria muslim saja, dihukumi murtad bagi muslim yang mengganti agamanya, dan lain sebagainya.

Maka sudut pandang manakah yang benar? Islam sebagai agama paripurna tidak hanya mengatur ranah privat tetapi juga ranah publik mewajibkan pemeluknya untuk melandaskan pola pikir dan pola sikap hanya atas wahyu Allah SWT yang termaktub di dalam Al-Qur'an dan Hadits, tidak selainnya. Indonesia sebagai negara dengan komunitas muslim terbesar di dunia, tidak mustahil diantara penganut Baha'i yang beragama Islam sebelumnya.

Demokrasi memberi sumbangsih murtadnya kaum muslimin. Sebaliknya, demokrasi mencela orang yang berpegang teguh pada agamanya dan menolak tata nilai kehidupan di luar agama. Demokrasi bahkan menuduh seorang muslim yang taat pada agamanya sendiri sebagai orang yang tidak toleran, bahkan dianggap sebagai radikal dan fundamental. Inilah bahaya yang mengintai, yaitu tidak terjaganya keteguhan akidah kaum muslimin!

Tidak ada paksaan dalam memeluk Islam, namun seorang muslim atau seorang yang telah memilih menjadi muslim dilarang keras meninggalkan akidah Islam. Rasulullah SAW bersabda: "Siapa saja yang murtad dari agamanya, bunuhlah!" (HR. Tirmidzi). Tegasnya hukuman ini harus dipahami sebagai konsekuensi menganut Islam, berikut sanksinya jika ia menyalahi syariat Islam. Karena memeluk Islam adalah bagian dari pilihan yang dibuat dengan penuh kesadaran.

Islam pun juga mendudukkan penguasa sebagai benteng tempat rakyat berlindung padanya. Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah 'Azza Wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Negara wajib menjaga akidah umat Islam dari berbagai penyimpangan, pendangkalan, serta penyesatan. Dalam hal menjaga agama, negara memberikan toleransi terhadap pemeluk agama lain. Agama lain dapat hidup berdampingan dengan tenang bersama kaum muslimin di bawah naungan Islam. Sebab, pengakuan Islam terhadap pluralitas (ragam) masyarakat tidak lepas dari ajaran Islam. Allah SWT berfirman:  “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama [Islam].” (QS Al-Baqarah [2]: 256).

Terhadap aliran-aliran sesat, negara wajib menghentikan aktivitasnya, membubarkan jamaah atau organisasinya. Adapun orang-orang yang terlanjur masuk ke dalamnya, negara akan memberikan pendampingan berupa pembinaan hingga ia kembali pada akidah yang lurus, memberikan pemahaman, menjelaskan kesesatan dan kepalsuan ajaran tersebut dengan bukti dan argumentasi yang mampu memuaskan akal pikiran dan perasaanya. Serta mendorong agar mereka melakukan taubatan nasuha.

Dalam lembaran sejarah peradaban Islam yang gemilang telah dibuktikan bagaimana negara memperlakukan non muslim dengan sangat baik. Hal ini sudah teruji bagaimana umat non muslim hidup tenang dan damai di bawah pemerintahan Islam. 

Dengan demikian, negara yang berdaya maksimal dalam menjaga dan melindungi warganya baik muslim maupun non muslim dari aneka ragam bahaya, tak terkecuali dari ajaran/aliran menyimpang hanyalah negara yang menerapkan hukum Islam dalam semua bidang kehidupan. Karena telah teruji dan terbukti kesempurnaan aturan Islam yang langsung bersumber dari Allah 'Azza Wa Jalla Yang Maha Tahu apa yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Cukuplah firman Allah SWT dalam Al-Qur'an Surah Al Maidah ayat 50: "Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?". Wallahu'alam.

Penulis: Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd (Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)

Tulisan opini yang ditayangkan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.
Komentar

Tampilkan

Terkini