-->

Masifnya Paparan Konten Negatif Media Selama Pandemi, Ada Apa?

25 September, 2021, 21.32 WIB Last Updated 2021-09-25T14:32:32Z
MENKOMINFO (Menteri Komunikasi dan Informatika) Johnny G. Plate mengatakan, bermigrasinya aktivitas ke media komunikasi daring selama pandemi juga meningkatkan paparan konten negatif ke pengguna internet.

Menurut Menkominfo, salah satu penyebab banyak warganet yang terpapar konten negatif yang menyesatkan adalah karena masifnya penggunaan teknologi komunikasi digital sebagai dampak dari pandemi Covid-19.

"Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung hampir dua tahun, telah memunculkan seluruh aktivitas manusia bermigrasi, dari interaksi secara fisik menjadi media komunikasi daring," kata Johnny.

"Kondisi ini dapat memicu terjadinya konten negatif di ruang digital,” ujarnya di World Economic Forum Global Coalition on Digital Safety Inaugural Meeting 2021, dari Jakarta pada Kamis malam pekan ini.

Johnny menjelaskan pemerintah punya tiga pendekatan  untuk meredam sebaran konten negatif di internet yaitu di tingkat hulu, menengah, dan hilir. Untuk hulu contohnya, Kominfo telah menggandeng 108 komunitas, akademisi, lembaga pemerintah, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memberikan literasi digital ke masyarakat.

Untuk pendekatan di tingkat menengah, Kominfo juga mengambil langkah preventif dengan menghapus akses konten negatif yang diunggah ke situs web atau platform digital.

Kemudian, di tingkat hilir, Kominfo juga mengambil tindakan demi mencegah penyebaran informasi yang salah dan menyesatkan di ruang digital. Upaya ini dengan melakukan pendekatan yang melibatkan instansi pemerintah, komunitas akar rumput, media konvensional dan sosial, hingga akademisi.

Namun, apakah semua langkah ini sudah cukup ampuh menghentikan penyebaran konten negatif? Mengingat, pemerintah membiarkan “mesin produksinya” terus beroperasi.

“Mesin produksi” yang dimaksud ialah sistem demokrasi, sistem yang menjamin kebebasan berpendapat serta berperilaku. Ketika jaminan ini terus berlaku, selama itu pula konten negatif akan tetap ada dan makin masif penyebarannya. Setiap orang akan berlindung di balik kalimat “kebebasan berekspresi.”

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Media berperan strategis dalam perubahan sosial dan kultural. Masifnya perkembangan teknologi mau tidak mau memunculkan banyaknya kreator konten dan para influencer. Maka, Islam akan mengantisipasinya lewat edukasi yang bersandar pada aspek mendasar yakni ketakwaan.

Selain itu, dalam sistem Islam terdapat regulasi yang melarang penyebaran aktivitas negatif, baik di sektor pergaulan, ekonomi, dan politik. Penyebaran konten yang bermuatan pornografi dan manipulasi dapat dicegah sedini mungkin. Definisi konten negatif adalah berdasarkan syariat, maka publik dapat memilah mana yang bermuatan negatif atau tidak.

Khilafah juga akan mengeluarkan undang-undang yang memuat panduan umum pengaturan informasi yang mendukung pengukuhan masyarakat Islam dalam memegang syariat. Akan ada aturan ketat bagi setiap pengguna internet agar tidak menyebarkan konten yang mengandung syirik, atau ide-ide sesat dan berbahaya yang dapat mendangkalkan akidah umat.

Islam juga mengajarkan etika dalam penggunaan internet. Pertama, isi konten hendaknya mengandung nilai pendidikan yang baik dan mendorong setiap manusia hidup sesuai ajaran Islam.

Kedua, konten yang bersih dari penipuan dan kebohongan. Ketiga, berisi peringatan agar setiap orang tidak melanggar hukum syariat. Keempat, tidak melakukan fitnah, baik secara tulisan atau gambar yang merugikan kehormatan orang lain.

Kelima, dilarang membuka aib orang lain kecuali mengungkapkan kezaliman. Keenam, dilarang mengadu domba seseorang atau sekelompok orang yang dapat menimbulkan perpecahan di tengah umat. Ketujuh, tidak menyebarkan konten yang berisi pornografi, pornoaksi, ataupun pelecehan seksual—termasuk pula yang mengandung unsur elgebete— karena semua itu diharamkan dalam Islam.

Dalam Islam, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat Islam yang kukuh. Ia juga berperan menyebarkan Islam, baik dalam kondisi perang maupun damai untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam dan membongkar kebobrokan ideologi kufur. (Ghazzal, 2003).

Pengaruh media tidak hanya terkait pilihan gaya hidup seseorang, melainkan juga pembentukan opini publik dan cara pandang setiap individu masyarakat terhadap realitas. Begitu penting bagi negara melarang setiap konten yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam lewat aturan yang jelas dan tegas.

Sebaliknya, dalam demokrasi kapitalistik, media merupakan alat untuk menghancurkan nilai-nilai Islam dan merusak moral manusia. Dua hal yang sangat bertolak belakang.

Maka, jika ingin menghentikan penyebaran konten negatif, tak ada cara lain selain mengganti sistem negatif yang masih eksis dalam kehidupan kaum muslimin saat ini. Terapkan sistem Islam dengan tegaknya Khilafah, hidup umat akan aman, nyaman, dan tenang di dalamnya.

Penulis: Djumriah Lina Johan (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)
Komentar

Tampilkan

Terkini