-->








Pasukan Elit Kudeta Presiden Guinea Setelah Ubah Konstitusi Demi Jabatan 3 Periode

06 September, 2021, 13.16 WIB Last Updated 2021-09-06T06:16:36Z
LINTAS ATJEH | JAKARTA - Sebuah kudeta dilancarkan pasukan elit tentara Guinea terhadap pemerintahan Presiden Alpha Conde, Minggu, 5 September 2021.

Mamady Doumbouya mengklaim berhasil menggulingkan pemerintahan, namun juru bicara Kementerian Pertahanan Guinea menyatakan pemerintahan Presiden Conde berhasil menumpas pemberontakan.

Sebuah video menunjukkan Conde sedang dikelilingi pasukan militer, namun menurut Reuters, belum bisa dikonfirmasi keberadaan presiden itu sekarang.

Kontak senjata terjadi Minggu pagi di negara Afrika Barat itu. Namun pada siang hari sudah tidak terdengar lagi suara tembajan dan Doumbouva muncul di stasiun televisi negara mengumumkan keberhasilannya melengserkan Conde.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Pengumuman ini disambut sebagian warga turun ke jalan meneriakkan dukungan atas dijatuhkannya Conde. Seorang saksi mata Reuters melihat truk, pick-up dan kendaraan militer disertai pengendara sepeda motor membunyikan klakson di tengah teriakan massa. "Guinea bebas! Bravo," teriak seorang wanita dari balkonnya.

Sumber-sumber militer mengatakan presiden dibawa ke sebuah lokasi yang dirahasiakan dan bahwa pasukan yang dikomandani oleh Doumbouya - yang salah satu sumber adalah rekan dekatnya, digambarkan sebagai orang yang tenang dan pendiam - telah melakukan beberapa penangkapan lainnya.
Peta Guinea

Mereka termasuk pejabat senior pemerintah, kata sumber tersebut.

Junta yang tampaknya telah merebut kekuasaan kemudian mengatakan bahwa Conde tidak dirugikan, kesejahteraannya dijamin dan dia diberi akses ke dokternya.

Para menteri dan kepala lembaga diundang ke pertemuan pada Senin pagi di parlemen, kata mereka dalam sebuah pernyataan yang dibacakan di lembaga penyiaran negara.

"Ketidakhadiran akan dianggap sebagai pemberontakan terhadap CNRD," kata kelompok itu mengacu pada nama yang dipilihnya, Komite Persatuan dan Pembangunan Nasional (CNRD).

Pemimpin oposisi utama Guinea, Cellou Dalein Diallo, membantah rumor bahwa dia termasuk di antara mereka yang ditahan.

Kecaman AS

Departemen Luar Negeri AS mengecam kudeta itu. "Amerika Serikat mengutuk peristiwa hari ini di Conakry."

Dikatakan kekerasan dan tindakan ekstra-konstitusional hanya akan mengikis prospek Guinea untuk perdamaian, stabilitas dan kemakmuran."Tindakan ini dapat membatasi kemampuan Amerika Serikat dan mitra internasional Guinea lainnya untuk mendukung negara saat menavigasi jalan menuju persatuan nasional dan masa depan yang lebih cerah bagi rakyat Guinea."

PBB mengutuk setiap pengambilalihan dengan paksa dan blok ekonomi kawasan Afrika Barat mengancam akan melakukan pembalasan.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan dia mengutuk keras "setiap pengambilalihan pemerintah secara paksa" dan menyerukan pembebasan segera Conde.

Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) mengancam akan menjatuhkan sanksi setelah apa yang disebut ketuanya, Presiden Ghana Nana Akufo-Addo, sebagai upaya kudeta.

Uni Afrika mengatakan akan segera bertemu dan mengambil "langkah-langkah yang tepat" sementara kementerian luar negeri di Nigeria, kekuatan dominan di kawasan itu, menyerukan kembalinya tatanan konstitusional.

Namun Mamady Doumbouya, mengatakan, "kemiskinan dan korupsi endemik" telah mendorong pasukannya untuk melengserkan Presiden Alpha Conde dari jabatannya.

"Kami akan menyusun ulang konstitusi secara bersama=sama," katanya.

Presiden 3 Periode

Conde memenangkan masa jabatan ketiga pada Oktober 2020 setelah mengubah konstitusi untuk memungkinkan dia terpilih lagi. Amandemen undang-undang dasar itu memicu protes keras dari oposisi.

Dukungan makin berkurang setelah pemerintah telah meningkatkan pajak secara tajam untuk mengisi kembali kas negara dan menaikkan harga bahan bakar sebesar 20 persen.

Alexis Arieff, dari Layanan Riset Kongres Amerika Serikat, mengatakan bahwa, meski pemberontakan dan kudeta bukanlah hal baru di Afrika Barat, kawasan itu telah mengalami "kemerosotan besar demokrasi" dalam beberapa tahun terakhir.

Conde, sebagaimana Presiden Pantai Gading, telah mengubah konstitusi untuk memperpanjang masa kepresidenan mereka pada tahun lalu sedangkan Mali telah mengalami dua kudeta militer dan Chad sekali.

Guinea mencatat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan selama dekade Conde berkuasa berkat kekayaan bauksit, bijih besi, emas, dan berlian.

Tetapi hanya sedikit warga yang merasakan manfaatnya, dan para kritikus mengatakan pemerintahan Conde menggunakan undang-undang pidana untuk mencegah perbedaan pendapat, sementara perpecahan etnis dan korupsi endemik telah mempertajam persaingan politik.[Tempo]
Komentar

Tampilkan

Terkini