-->








355 Tahun Negeri Susoh: Dari Darul Qarar ke Darussalam

03 November, 2021, 07.50 WIB Last Updated 2021-11-03T01:09:11Z
Acara pernikahan Teuku Muhammad Ali bin Datok Lampoh dan Cut Hasnah binti Teuku Umar di Kampung Pinang Susoh 1900
SUSOH dalam letak geografisnya berada di utara Tapaktuan, negeri ini sadah mengalami runtutan sejarah yang panjang, dari mulai terbentuknya dan menjadi negeri yang makmur, sampai ketika Susoh sekarang yang hanya sebuah kecamatan di kabupaten Aceh Barat Daya. Kemegahan nama Susoh tenggelam dalam sejarah, hal ini disebabkan oleh sedikitnya literatur yang menjelaskan keberadaan negeri ini dan pembelokan sejarah yang datang akibat banyaknya Oral Story (cerita dari mulut ke mulut) di kalangan masyarakat.

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, per 3 November 2021 umur negeri Susoh sudah mencapai angka 355 tahun. Waktu yang tidak sedikit untuk sebuah peradaban, sebuah negeri yang pertama berdiri dipantai Barat Selatan Aceh. Negeri Susoh didirikan oleh Datuk Baginda dan Datuk Tuha yang awal kedatangannya dimulai sejak tahun 1665 M dari Pariaman Sumatera Barat, hingga sampai ke daratan ini ditahun 1666 M.

Awal perpindahan ini akibat terjadinya Traktat Painan antara Penghulu Adat Minangkabau dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di tahun1662 M, perjanjian ini digagas oleh Groenewegen dan Datuk Rangkayo Kaciak disebuah dusun yang diberinama Batang Kapeh. Tujuan dari Traktat Painan adalah untuk mengusir koloni Aceh yang sudah menguasai Alam Minangkabau selama 40 tahun lamanya, di mulai dari masa Sultan Aceh Alaiddin Riayatsyah Al-Qahar dan berakhir pada masa Sultanah Safiatuddin Tajul Alamsyah.

Setelah dirumuskan isi perjanjian tersebut ditahun 1662 M, pada 6 Juli 1663 perjanjian dalam Traktat Painan itu diresmikan di Batavia. Setelah Traktat Painan diperbuat ternyata eksistensi kesultanan Aceh Darussalam masih mempunyai pengaruh yang sangat besar di dalam wilayah Minangkabau, belum ada seorangpun diantara penghulu-penghulu adat yang berani menyerang dan menentang Kesultanan Aceh Darussalam. Pada tahun 1664 Belanda mengirim tiga buah kapal perang ke pantai barat Sumatera yang dipimpin oleh Jacob Gruys untuk memancing pertempuran, pancingan Belanda ini berhasil dikarenakan Sultanah Safituddin Tajul Alamsyah mengirimkan pasukan-pasukannya untuk mengusir Belanda seluruhnya dari Sumatera Barat. 

Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jacob Gruys terpaksa berhadapan dengan armada Kesultanan Aceh Darussalam yang sangat tangguh, dalam pertempuran tersebut Jacob Gruys dan armadanya mengalami kekalahan yang mutlak dari pasukan kesultanan Aceh, sehingga armada Belanda yang dipimpin oleh Jacob Gruys terpaksa menyinggkir ke Indera Pura pada bulan Oktober 1664 M. Wilayah Minangkabau masih tergolong aman, dikarenakan kekuatan kesultanan Aceh di Minangkabau belum berkurang.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Kekalahan Belanda di perairan Minangkabau pada tahun 1664 ternyata tidak membuat Belanda jera, Belanda kembali menyerang kekuasaan kesultanan Aceh di Minangkabau pada tahun 1665 dengan kekuatan yang besar. Kali ini pertempuran tidak hanya berlangsung dilaut tapi pasukan juga dipersiapkan didarat, dari wilayah laut armada kesultanan Aceh diserang dengan begitu dahsyatnya sehingga para armada kesultanan Aceh harus mundur ke wilayah pantai barat Aceh. didarat pertempuran juga berlangsung memanas, petinggi Aceh di Minangkabau diserang oleh Datuk Rangkayo Kaciak seorang penghulu adat yang masuk dalam penandatanganan Traktat Painan. 

Para Panglima dan keturunan Aceh di Minangkabau terpaksa mundur ke luhak pesisir untuk menghindari perang yang begitu besar, setelah pengusiran yang didalangi oleh Belanda dan Penghulu Adat di Minangkabau itu berhasil,  maka Datuk Rangkayo Kaciak yang menjemput Belanda di Salida diangkat menjadi Panglima di Padang, pasca perang masyarakat Aceh yang menetap di Pariaman, Padang, Painan, dan Salida kembali ke Aceh melalui pesisir barat. Orang Aceh semua sudah melarikan diri, kebanyakan melewati jalur Air Bangis.

Di daerah Bayang masih ada empat Panglima Aceh, akan tetapi bagi Belanda hal ini merupakan soal kecil. Tanggal 3 November 1666 M, ekspedisi perang VOC sudah selesai dan kekuasaan Aceh di Minangkabau sudah berakhir. Sebagian pasukan kembali ke Batavia. Kapten Poolman dan perwira-perwira diundang makan bersama oleh Gubernur Jenderal Maetsuyker. Tentara yang ikut perang masing-masing diberikan arak berkualitas terbaik, Aru Palaka dan Yonker begitu juga dengan perwira-perwira pribumi lainnya mendapat hadiah dalam bentuk bahan pakaian, emas, dan lain-lain. Aru Palaka mendapat 20 ringgit untuk setiap tawanan yang dibawanya dari Sumatera Barat. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan kesultanan Aceh di Minangkabau, semua persiapan kearah ini sudah dimatangkan lebih dahulu oleh Groenewegen.

Setelah kekalahan Aceh di Minangkabau, para koloni Aceh kembali ke kampung halaman melalui pesisir barat dan sampai kesebuah daratan sehingga membangun negeri yang kemudian kelak kita kenal dengan sebutan Negeri Susoh. Hal ini membuktikan bahwa mereka yang mendirikan Negeri Susoh bukanlah para perantau Minangkabau seperti yang diceritakan selama ini, akan tetapi yang mendirikan Susoh adalah meraka yang berdarah Aceh menetap di Minangkabau sebagai wakil Sultan Aceh yang berkuasa selama 40 tahun di Pariaman, kemudian terusir akibat adanya Traktat Painan dan serangan dari VOC beserta Masyarakat Minang.

Kenegerian Susoh mulai berkembang pada abad ke-17 (1601-1700 M). Kedatangan sejumlah koloni Aceh dari Minang terbagi dalam dua fase, yaitu fase pertama atau yang awal adalah kedatangan para datuk yang secara nasab masih bersukukan Aceh. mereka datang dari Sumatera Barat bermigrasi ke daerah barat Aceh (Susoh) yang diperkirakan terjadi pada bagian kedua abad ke-17, karena semenjak Belanda menduduki Sumatera Barat melalui Traktat Painan tahun 1663 M. Fase kedua yaitu kedatangan rombongan Teuku Nanta Teuleubeh yang bergerlar Datuk Makdum Sati pada abad ke-18 dimasa pemerintahan Sultan Jamalul Alam Badrul Munir (1711-1733 M), Datuk Makdum Sati sendiri adalah anak dari  Laksamana Muda Nanta yang ditugaskan oleh Sultan Iskandar Muda sebagai panglima angkatan perang Aceh di Andalas Barat tahun 1630, anak dari Laksamana Muda Nanta yaitu Teuku Nanta Teuleubeh yang digelari Datuk Makdum Sati datang ke Meulaboh dan mendarat di Rantau Dua Belah, kelak kemudian beliau membuka Negeri Woyla.

355 tahun telah berlalu, serangkaian peristiwa-peristiwa penting sudah dilalui oleh Susoh, mulai dari awal kedatangan, pembagian wilayah kekuasaan, pusat pendidikan Islam, pusat perdagangan lada internasional, perang kolonial Belanda hingga kolonial Jepang. Hari ini Susoh hanya sebatas sebuah kecamatan didalam kabupaten Aceh Barat Daya, akan tetapi semangat persatuan dan rela berbagi yang lahir dari indatu itu terus menggelora disetiap jiwa-jiwa orang Susoh. Selamat Hari Jadi Susoh yang ke 355 tahun, tetap abadi dalam arungan ombak Samudera Hindia. (dikutip dalam buku Susoh Cahaya Kemilau Peradaban)

Penulis: Aris Faisal Djamin, S.H (Sekretaris Umum Majelis Pemangku Adat Kesultanan Aceh Darussalam)
Komentar

Tampilkan

Terkini