-->


Silaturrahmi Ketua dan Pengurus Majelis Adat Aceh Kecamatan Sawang

31 Januari, 2022, 22.08 WIB Last Updated 2022-01-31T15:08:08Z
LINTAS ATJEH | ACEH SELATAN - Pengurus MAA Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Selatan menggelar silaturrahmi dengan Kepala Sekretariat Aceh Selatan Drs. Arwin Ilyas dan Ketua MAA Aceh Selatan H. Rusli Batu Hitam. Turut didampingi Sekretaris MAA Kecamatan Sawang Sayed Zainun Bin Sayed Umar di ruang Kerja Kepala Sekretariat MAA Tapaktuan, Senin (31/01/2022).

Kedatangan Ketua dan Pengurus MAA Kecamatan Sawang disambut langsung oleh Kepala Sekretariat Drs. Arwin Ilyas. 

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Kepala MAA Aceh Selatan Drs. Arwin Ilyas kepada LintasAtjeh.com mengatakan dirinya tetap akan memberikan masukan-masukan walau masa pensiunannya berakhir tanggal 1 Maret 2022 ini.

"Insya Allah saya berikan masukan-masukan Kepada Pengurus MAA Kecamatan Sawang waluapun sudah purna bakti apalagi saya berasal dari Kecamatan Sawang," ujarnya. 

"Banyak hal-hal adat yang belum rampung dilaksanakan berhubung  keadaan pandemi maka semua yang kita ajukan tidak bisa dilakukan oleh Anggota MAA Aceh Selatan," terangnya. 

Di tempat yang sama, ketua baru terpilih H. Rusli Batu Hitam yang menggantikan Baktiar yang sudah habis masanya mengajak bekerja bersama-sama agar adat di Aceh Selatan terbangun dengan baik.

"Apalagi turut dibantu oleh orang tua kita Bapak Sayed Zainun Bin Sayed Umar selaku Sekretaris MAA Kecamatan Sawang yang notabene Tuha Lapan Wali Nanggroe Provinsi Aceh. Beliau sangat membantu dan memahami adat istiadat yang ada di Aceh Selatan maka ketua baru Kecamatan Sawang sangat mudah untuk berkerja di lapangan," terangnya. 

H. Rusli Batu Hitam mengatakan ada 18  sengketa/perselisihan adat istiadat yang diselesaikan oleh lembaga adat di tingkat gampong dan mukim," ujarnya. 

Selain itu,  kata dia, ada perselisihan dalam rumah tangga, khalwat mesum, pencurian dalam keluarga  (pencurian ringan), pencurian ternak peliharaan, persengketaan di laut, penganiaan ringan, pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan Komunitas Adat), pelecehan, fitnah,  dan pencemaran nama baik.
"Kemudian pencemaran lingkungan  (skala ringan), ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman), sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraedh, perselisihan antar warga, perselisihan antar hak milik, perselisihan seharekat, pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan, persengketaan di pasar, perselisihan lain yang melanggar adat istiadat. Inilah 18 poin yang harus kita pahami," kata Ketua MAA Aceh Selatan.[Datok R]
Komentar

Tampilkan

Terkini