-->

PPDB Sistem Zonasi, Cukupkah Menjadi Solusi?

08 Juli, 2023, 16.54 WIB Last Updated 2023-07-08T09:54:17Z
JELANG TAHUN AJARAN BARU, penerimaan peserta didik baru (PPDB) di sejumlah daerah kembali menuai sorotan. Di Balikpapan, Kelurahan Karang Asam Ulu, Ketua RT sekitar SMA 8 dan sejumlah orangtua mencurigai ada indikasi kecurangan selama PPDB beberapa waktu lalu. Dari hasil verifikasi kelurahan, sebanyak 20 pendaftar yang lolos 16 Juni lalu melalui jalur bina lingkungan ternyata bukanlah warga setempat. Mereka menggunakan modus titip KK ke keluarga yang tinggal di Karang Asam Ulu. Ada juga yang memakai KK lama saat orang tua calon pendaftar masih tinggal di wilayah tersebut. (Kaltim Post, 28/06/2023).

Selain di Balikpapan, beberapa sekolah lain justru bernasib menyedihkan. Diantaranya SDN 197 Sriwedari Surakarta yang melalui PPDB daring 2023 hanya mendapat satu murid saja. Dari tahun ke tahun angka pendaftar di sekolah ini memang terus menurun sejak diterapkan sistem zonasi. Terlebih sekolah ini tidak terletak di tengah perkampungan. Senasib dengan itu, di Ponorogo ada total 3 SD hanya mendapat satu murid dan 12 SD hanya mendapat dua murid. Di Semarang dan Bandung pun sama. Ada sekolah yang hanya mendapat satu hingga tiga murid saja.

Sebagai informasi, PPDB SMA terbagi dalam lima jalur penerimaan dengan persentase tertentu sesuai kuota. Zonasi umum 45%, bina lingkungan 20%, afirmasi 15%, anak kandung pendidik dan tenaga kependidikan serta perpindahan tugas orangtua 5%, dan jalur prestasi.

PPDB sistem zonasi ditujukan untuk menjamin penerimaan peserta didik yang transparan, nondiskriminatif, objektif, dan adil. Sistem ini juga membuka peluang lebih besar bagi siswa untuk diterima di sekolah terdekat. Harapannya pemerataan kualitas pendidikan dapat terwujud dan sumber daya unggul tidak terkumpul di satu atau dua sekolah saja.

Sayang, pada praktiknya tetap saja terjadi kecurangan dengan modus bervariasi. Bahkan beli kursi masih kerap terjadi. Ini menunjukkan masih ada anggapan sekolah tertentu secara fasilitas dan sumber daya lebih unggul dari sekolah lain. Orangtua pun akhirnya tergoda untuk mengakali dengan berbagai cara agar anaknya dapat masuk ke sekolah incaran.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM 

Fakta-fakta di atas menunjukkan sistem zonasi yang digadang dapat menyelesaikan masalah pemerataan kualitas pendidikan, justru memunculkan masalah baru. Sekolah negeri yang jauh dari kepadatan penduduk, menjadi semakin tertinggal dan nyaris bubar.  Fakta lain, ketimbang mendaftar di sekolah negeri yang dianggap "tertinggal", sebagian orangtua lebih memilih sekolah swasta berbasis Islam.

Bukan tanpa alasan pesantren dan sekolah Islam terpadu menjadi alternatif pilihan favorit. Derasnya arus sekulerisasi di sekolah umum menjadi salah satu penyebabnya. Demi menjaga nilai-nilai agama anak, orangtua rela mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Mereka beranggapan setidaknya di sekolah Islam, nilai-nilai spiritual anak masih cukup terjaga.

Jika sistem zonasi masih menimbulkan polemik, lalu bagaimanakah seharusnya? Perlu dipahami bahwa pendidikan yang layak adalah hak setiap individu. Rasulullah bersabda, "Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim". (HR Ibnu Majah). Maka sudah kewajiban negara memfasilitasi terpenuhinya hak masyarakat menerima pendidikan terbaik. Kualitas pendidikan harus ditingkatkan secara merata. Tak ada satu lebih unggul dari yang lain, baik negeri maupun swasta, di kota mupun di desa. Jangan sampai sistem zonasi hanya menjadi upaya pelarian penguasa dari urgensi untuk memperbaiki kualitas sekolah, padahal sebenarnya ada sekolah yang memang perlu dibenahi baik dari sisi fasilitas maupun sumber daya.

Pada akhirnya, kita berharap predikat unggul tak hanya milik sekolah tertentu. kita juga berharap tak ada paradigma sekolah terbaik adalah yang "berbiaya tinggi ". Memperbaiki pandangan semacam itu tidaklah mudah. Perlu ditopang kekuatan ekonomi dan political will negara, serta sistem-sistem lain. 

Dengan sistem ekonomi kapitalistik dan sistem politik sekuler demokrasi yang diterapkan hari ini rasanya akan sulit mewujudkan sistem pendidikan ideal. Hanya sistem pendidikan Islam yang ideal karena didukung oleh sistem lain yang saling menopang. Pendidikan tanggung jawab penuh negara dan wajib memenuhi kebutuhan rakyatnya secara merata. Wallahu a'lam bishshawab

Penulis: Zakiyatul Fakhiroh, S.Pd (Pendidik dan Pemerhati Generasi)

Komentar

Tampilkan

Terkini