-->

Anak-Anak Kecanduan Judi Online, Gagalnya Negara Melindungi Generasi

08 Desember, 2023, 08.31 WIB Last Updated 2023-12-08T01:31:50Z
SEJUMLAH anak usia sekolah dasar didiagnosis kecanduan judi online dari konten live streaming para streamer gim yang secara terang-terangan mempromosikan situs judi slot. Pengamat keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, mengatakan pemerintah mesti menyeriusi persoalan ini karena target judi online bukan lagi orang dewasa, tapi generasi muda. Jika dibiarkan, Pratama meyakini masa depan mereka bakal hancur.

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Nezar Patria, mengakui perang terhadap judi online sangat berat sehingga mempertimbangkan membentuk satuan tugas yang terdiri dari kepolisian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Laporan terbaru PPATK menemukan 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online – sebanyak 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar – dengan penghasilan di bawah Rp100.000.

"Masyarakat berpenghasilan rendah ini ada pelajar, mahasiswa, guru, petani, ibu rumah tangga, pegawai swasta, PNS, dan aparat," kata Juru bicara PPATK, Natsir Kongah.

Pelajar yang disebut Natsir adalah anak-anak dengan jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA dan mahasiswa.

Tapi yang mengganjal, kata dia, pemerintah dan aparat terkesan tak serius menangani persoalan ini. Padahal korbannya sudah banyak dan akibat yang ditimbulkan jadi judi online merembet ke tindakan kriminal. Sebab kalau cuma memblokir situsnya tak berpengaruh apa-apa. Para agen judi slot bisa bikin lebih banyak lagi. (bbc.com 27/11.23)

Kasus anak-anak terjerat judi online, ini adalah perkara serius dan harus segera dituntaskan. Ada beberapa faktor yang turut memperparah keadaan ini, baik faktor internal mulai dari rapuhnya pendidikan dalam keluarga, masyarkat sebagai pihak yang memberi contoh dan kurang peduli, sampai ketidakseriusan negara yang hanya memblokir situs judi online.

Minimnya pendidikan agama di lingkungan keluarga, memang akan berkolerasi dengan lemahnya aqidah dan keimanan seseorang. Tidak dipungkiri, saat ini, masih banyak keluarga muslim, tidak memahami peran dan tanggung jawab untuk mendidik anak-anak dan keturunannya, agar menjadi anak solih, yang selalu merasa diawasi Allah dalam setiap gerak-geriknya.

Kalau pun ada pendidikan agama dalam keluarga, itupun hanya sebatas ibadah mahdah saja. Tidak sampai menyeluruh mengajarkan perintah-perintah Allah dan apa-apa saja larangannya, seperti larangan berjudi. 

Suasana di masyrakat pun juga turut andil menyuburkan keburukan berjudi ini. Karena di tengah masyrakat, aktivitas judi masih diminati dan dipandang sebagai cara tercepat dan tidak memerlukan usaha besar untuk meraih pendapatan (uang). Juga karena suasana di masyarakat, mengaruskan standarisasi kebahagiaan hidup adalah dengan banyaknya uang/materi.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM 

Kelemahan negara yang hanya bisa memblokir situs judi online, telah menunjukkan kegagalan negara dalam melindungi warganegaranya dari keburukan, dan menunjukkan fakta negara kalah dan tunduk kepada kepentingan penguasaha.

Keadaan ini jauh berbeda ketika keluarga, masyarakat bahkan negara, telah memahami dan menerima posisi mereka, adalah sebagai hamba Allah, yang wajib untuk taat dan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhkan diri dari setiap larangan Allah.

Firman Allah SWT "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku" (TQS. adz-Dzariyat ayat 56).

Allah telah menetapkan kewajiban orang tua sebagai pihak utama dan pertama dalam menanamkan dan mengokohkan aqidah kepada anak-anaknya, agar mereka menjadi pribadi muslim yang takut kepada Allah, sebagaimana Allah sudah sampaikan : "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
(QS. At-Tahrim 66: Ayat 6)

Perjudian merupakan kemaksiatan dan dosa besar di sisi Allah, maka masyarakat pun juga sepakat dan sekuat tenaga untuk menghilangkan kemaksiatan tersebut. Suasana masyarakat adalah suasana amar ma'ruf nahi munkar. Masyarakat tidak segan untuk melaporkan, bahkan membubarkan tempat yang biasa dijadikan pangkalan berjudi, bahkan suasana yang ada adalah rasa jijik dan takut bila mendapat penghasilan dari aktivitas berjudi.

Gayung bersambut dari negara sebagai pihak utama pemegang kendali, dengan mengedepankan cara pandang bahwasanya syariat islam telah melarang secara tegas perjudian. Bahkan syariah menganggap harta yang diperoleh melalui perjudia sebagai harta yang haram dimiliki. Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, perjudian, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan syaithon. Karena itu, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian beruntung. Sesungguhnya syaithon itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran meminum minuman keras dan berjudi sekaligus menghalang-halangi kalian dari mengingat Allah dan sholat. Karena itu, berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu)" (Q.S Al-Maidah ayat 90-91)

Negara akan menjatuhkan sanksi hudud tidak lebih dari 40 kali cambukan kepada pelaku peminum khamr dan perjudian. Dan sanksi ini menjadi jawabir (pengguguran dosa bagi pelaku) dan menjadi jawazir (pencegah) bagi orang lain agar tidak melakukan hal serupa. 

Negara juga akan sungguh-sungguh menghilangkan segala peluang digital sosial media, yang bertujuan untuk mempromosikan perjudian bahkan melakukan aktivitas perjudian melalui online. Negara bisa menggunakan kekuatannya melalui pengaturan media, sehingga informasi yang beredar di masyarakat adalah informasi yang mengajak kepada ketaatan dan kebaikan sesuai perintah Allah. Negara pun bisa menjantuhkan sanksi tegas kepada media yang melanggar aturan tersebut. Sanksi tersebut bisa sampai pencabutan izin siaran media.

Semua hal ini dijalankan karena dorongan ketakwaan kepada Allah dan konsekuensi sebagai muslim agar menjalankan aturan-aturan islam seutuhnya dan diterapkan dalam setiap lini kehidupan, "Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (Q.S Al-Baqarah ayat 208).

Wallahu'alam bishowwab

Penulis: Lisa Oka Rina (Pengamat Kebijakan Publik)
Komentar

Tampilkan

Terkini