LINTAS ATJEH | GAYO LUES - Pemerintah Aceh melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Aceh melakukan pemasangan plang penghentian operasional di tiga perusahaan industri yang dinilai melanggar ketentuan pengelolaan lingkungan pada hari Kamis, (19/06/2025). Ketiga perusahaan yang disanksi tersebut adalah PT Hopson Aceh Industri, PT Pinus Makmur Indonesia, dan PT Rosin Trading International, yang seluruhnya berlokasi di Kecamatan Rikit Gaib, Kabupaten Gayo Lues.
Pemasangan plang dipimpin langsung oleh M. Subhan, ST., MT, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Ahli Madya/Subkoordinator Standarisasi dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan DLHK Aceh, bersama rombongan DLHK Provinsi Aceh. Turut hadir Kepala DLH Kabupaten Gayo Lues, Kasimunddin, ST. M. didampingi Kabid DLHK, Kapolsek Rikit Gaib, anggota Satpol PP, Pam Hutan, serta tim Reskrim Polres Gayo Lues.
Adapun dasar hukum dan alasan penghentian perusahaan tersebut yakni, yang pertama adalah PT Hopson Aceh Industri, dihentikan berdasarkan Surat Gubernur Aceh No. 500.4/4734 tanggal 25 April 2025, karena belum memiliki perizinan lingkungan yang sah sebagai dasar operasional pabrik.
Selanjutnya yang kedua, PT Pinus Makmur Indonesia, dikenai sanksi berdasarkan Keputusan Gubernur Aceh No. 500.4/741/2025 tanggal 28 April 2025, atas ketidaktaatan dalam mengelola pembuangan emisi udara dan air limbah ke lingkungan.
Dan yang ketiga adalah PT Rosin Trading International, diberikan sanksi oleh DLH Gayo Lues melalui Surat No. 660/111/2025 tertanggal 20 Februari 2025 berupa paksaan pemerintah dan penghentian aktivitas industri.
“Hari ini kita hadir di Gayo Lues dalam rangka menindaklanjuti hasil pengawasan lingkungan hidup yang ditetapkan dalam surat keputusan Gubernur Aceh. Tiga perusahaan ini diberi sanksi paksaan pemerintah karena tidak taat,” ujar M. Subhan dalam keterangannya.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Ia menambahkan bahwa dua perusahaan dihentikan berdasarkan surat Gubernur, sedangkan PT Rosin merupakan inisiatif dari DLH Gayo Lues yang kini mendapat dukungan penuh dari DLHK Aceh untuk langkah penegakan.
M. Subhan juga menegaskan bahwa penghentian ini bukan bersifat permanen, melainkan berlaku hingga perusahaan menyelesaikan kewajiban atas poin-poin ketidaktaatan yang ditemukan. Selanjutnya, perusahaan harus melaporkan perbaikan untuk diverifikasi ulang secara teknis sebelum diizinkan beroperasi kembali.
“Kalau tetap membandel dan tidak mengindahkan, tentu akan dikenai pemberatan sanksi, bahkan bisa masuk ke ranah hukum pidana lingkungan melalui aparat penegak hukum,” tegas M. Subhan.
DLHK Aceh berharap, pemasangan plang ini menjadi peringatan keras dan contoh edukatif bagi perusahaan-perusahaan lain agar lebih bertanggung jawab dalam menjaga kualitas lingkungan. Perusahaan didorong untuk tetap berinvestasi, namun dengan komitmen penuh terhadap regulasi lingkungan hidup.