-->








Korupsi APBD Biak, Kampak Papua Surati Presiden

02 Mei, 2018, 22.34 WIB Last Updated 2018-05-02T15:40:57Z
JAKARTA - Maraknya kasus korupsi di Kabupaten Biak Numfor dan Supiori, Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi (KAMPAK PAPUA) melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri Biak, Sigid Januari Pribadi, SH, MH ke Komisi Kejaksaan, Jalan Rumbai Nomor 1A, Jakarta, Rabu (02/05/2018).

Pasalnya, Kejari Biak terkesan tidak menangani dengan serius berbagai kasus korupsi yang terjadi di Biak Numfor dan Supiori. Untuk itu, Kampak Papua meminta Jaksa Agung Muda Pengawasan Republik Indonesia di Kejaksaan Agung RI agar dapat bertindak tegas dan evaluasi kinerja Kajari tersebut. 

Hal tersebut disampaikan Sekjen Kampak Papua, Johan Rumkorem kepada LintasAtjeh.com melalui pesan Whatsapp nya usai melapor ke Komisi Kejaksaan RI. 

"Jamwas dan Komisi Kejaksaan agar mengevaluasi kinerja Kajari Biak, Sigid Januari Pribadi, SH, MH terkait tidak seriusnya dalam mengusut dugaan korupsi di Biak Numfor dan Supiori," ujarnya. 

"Kami minta Kejari Biak segera mundur dari jabatannya, bila perlu dicopot karena tidak mampu membongkar kasus dugaan kuropsi APBD Biak Numfor tahun anggaran 2015, 2016 dan 2017," imbuhnya. 

Menurut Johan, berdasarkan hasil diskusi bersama pihak Kejaksaan sejak bulan Januari, Februari dan Maret tahun 2018, belum menemui hasil maksimal. Karena Kajari Biak kebanyakan kerjanya di luar kota dibandingkan melayani masyarakat di Biak. 

Ia juga mengatakan bahwa pihak Kejari Biak telah memanggil sebanyak 20 orang untuk dimintai keterangan dan diperiksa, salah satunya mantan Kepala BPKAD  dan Kabid Anggaran di lingkungan Pemerintah Biak Numfor. 

"Berdasarkan penjelasan dari pihak Kejari Biak, sejak tahun anggaran 2015 diduga Pemda Biak menyelewengkan uang Negara senilai Rp 12,3 milyar dan tahun anggaran 2016 berjumlah Rp 176 milyard, sedangkan untuk tahun anggaran 2017 masih dalam tahapan penyelidikan," terangnya. 

Namun hingga kini, sambung Johan, Kejari Biak belum memproses kasus tersebut. Herannya, APBD Biak mengalami Disclaimer tiga tahun berturut-turut. Tetapi Kajari kok diam saja, sehingga masyarakat menduga Kajari ikut bermain dalam proses pemeriksaan di Biak Numfor. 

Berikut ini kasus-kasus korupsi yang sudah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Biak yang belum ditindaklanjuti :

KABUPATEN BIAK NUMFOR

1. Laporan terkait SK Penetapan Rekening Bupati Biak Numfor yang mana diketahui terdapat 29 SKPD dari 41 rekening yang tidak terdaftar dalam SK Bupati bernomor 920/163 Tahun 2017 tentang Penetapan Nomor Rekening pada Dinas, Badan, Kantor dan Sekolah di kabupaten Biak Numfor sejak TA 2016 sehingga berpotensi pada Tindak Pidana Korupsi. Bukti yang dilaporkan kepada Kejaksaan Negeri Numfor di Biak seperti:

a). Pendapatan Jasa Giro senilai Rp 2.242.136,- pada Tiga Rekening SKPD Di Kenakan PPH senilai Rp 162.101,- Dari pengujian secara Uji Petik atas Rekening Koran SKPD diketahui bahwa Pendapatan Jasa Giro yang diterima oleh tiga Rekening SKPD masih dikenakan PPH, ketiga rekening itu adalah Dinas Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah (Rekening Bendahara Rutin No. 5000106004435). Sekretariat DPRD (Rekening Perjalanan Dinas No. 5000106007541). Dan BPKAD (Rekening Bendahara Gaji No. 5000106007541). Dari ketiga rekening tersebut, rekening Sekretariat DPRD dan BPKAD belum terdaftar dalam SK Penetapan rekening.

b). Pembayaran tagihan uang beras, Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JJK) dan Jaminan Kematian (JKM) tidak sesuai ketentuan.
Dalam menjalankan fungsi perbendarahan, BUD melakukan pemungutan, pemotongan, penyetoran pajak dan potongan lainnya yang merupakan dana titipan pihak ketiga (PFK). PFK tersebut dipotong dari nilai bruto SP2D-LS pihak ketiga dan gaji sesuai belanja yang telah dianggarkan dalam APBD. Pada Tahun 2016, terdapat pengeluaran Kas oleh BUD untuk pembayaran PFK senilai Rp 2.322.250.880,00 (dua milyar tiga ratus dua puluh dua juta dua ratus lima puluh ribu delapan ratus delapan puluh rupiah) yang tidak melalui mekanisme pemotongan dari SP2D.

2. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (BPKAD) Pemerintah Kabupaten Biak numfor yang diduga telah menyelewengkan uanga Negara senilai Rp 3,8 milyar, dan tahun ini (2018) dalam proses pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Biak.

3. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) diduga telah menyelewengkan uang Negara senilai Rp 1,5 milyar dari Pasar Darfwar dengan nomor SP2D 0071//SP2D-LS/BPKAD-SKPD/BTL/DAU/2015.

4. Mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Biak yang diduga menyelewengkan uang Negara senilai Rp 10,8 milyar (Dana Otsus).

5. Mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Biak Numfor diduga telah menyelewengkan uang Negara senilai Rp 1,4 milyar. 

6. Mantan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Biak Numfor diduga telah menyelewengkan uang Negara senilai Rp 2 milyar. 

7. Kepala Dinas Perhubungan diduga menyelewengkan keuangan Negara senilai Rp 1,2 milyar (Temuan BPK RI TA 2016). 

8. Sekertariat Daerah diduga menyelewengkan uang Negara senilai Rp 2,2 milyar (TA 2016). 

9. Sekertariat DPRD Kabupaten Biak Numfor diduga melakukan kegiatan perjalanan dinas sehingga menyelewengkan uang Negara senilai 790 juta rupiah. 

10. Kepala Dinas Koperasi yang mana diduga nomor rekening tidak ditetapkan SK bupati bernomor 920/163 Tahun 2017 tentang Penetapan Nomor Rekening pada Dinas. 

11. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan diduga melakukan pengadaan ikan Kerapu senilai 410 juta rupiah dan ikan asar senilai 158 juta rupiah, yang mana kedua pengadaan ikan awalnya tidak masuk dalam pengadaan ikan karena salah kode rekening. Sedangkan dari awal pengadaan ikan masuk pada pihak ketiga dengan kode rekening 5.2.2.03.14. sehingga diduga menyelewengkan uang Negara senilai Rp 568 milyar.

12. Mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Biak Numfor dan Sekertarisnya telah melakukan kejahatan penyelewengan anggaran yang menguntungkan diri sendiri dan orang lain, yang mana melalui mantan Direktur RSUD Biak mengeluarkan Surat Keputusan bernomor: 900/3225 untuk menetapkan besaran pembagian sisa jasa Diagnostik ruang VIP RSUD Biak kepada Jasa Pelayanan sebesar 60% yang terbagai menjadi; Jasa medis 35%, Jasa paramedis 50%, Jasa gizi 10% dan Jasa kesling 5%. Sedangkan Jasa Sarana 40% diperuntungkan untuk Direktur RSUD 25%, Sekertaris 25% dan sisanya kembali ke Kas Rumah Sakit 50%. SK yang dikeluarkan bertentangan dengan Peraturan Mentri Kesehatan nomor 4/2017 yang mengatur tentang tambahan pembayaran terkait jaminan BPJS ksehatan untuk dirawat di ruang VIP dengan maksimal 75% dari tariff INA-CBG (tarif bpjs). Diduga Direktur rumah Sakit Umum daearh di biak menyelelengkan uang Negara senilai Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Pembayaran kontrak sewa lahan ATM Bank Rakyat Indonesia yang seharusnya ditransfer ke rekening kas daerah namun Direktur RSUD Biak Eddy Rumbarar memerintahkan agar rekening tersebut dipindahkan ke rekening Direktur (rekening pribadi) di bank BRI bernomor 1713-01000093-56-0 yang mana diduga telah merugikan keuangan Negara senilai Rp 129.600.000 (seratus dua pulu sembilang juta, enam ratus ribu rupiah).

KABUPATEN SUPIORI

Kegiatan Mark Up dan Fiktif pada Sekretariat Daerah Kabupaten Supiori (TA 2015) senilai Rp 7.192.670.000,00 (tujuh milyar seratus sembilang puluh dua juta enam ratus tujuh puluh ribu rupiah).

a. Kegiatan Rapat-Rapat Koordinasi dan Konsultasi ke luar daerah tahun anggaran 2015. 

1. Kegiatan ini merupakan operasional Setda Supiori dan pagu anggarannya melonjak 100% dari pagu anggaran tahun-tahun sebelumnya yang rata-rata sebesar Rp. 3,3 Milyar.

2. Kegiatan ini dengan alasan apapun jelas-jelas merupakan pemborosan dan terindikasi ‘mark-up’ karena dalam 1 tahun waktu efektif kerja 10-11 bulan yang kalau dibagikan ke pagu anggarannya sebesar Rp. 5.090.270.000,- sangat tidak masuk akal sehat sehingga kegiatan tersebut harus diperiksa karena diduga banyak kegiatan yang di mark up kwitansinya.

3. Belanja ‘Perjalanan Dinas’ juga terdapat dimasing-masing Bidang dan Sub Bidang termasuk disetiap kegiatan terdapat belanja ‘perjalanan dinas’ sehingga pemborosan ini tidak perlu terjadi.

4. Kegiatan Rapat-rapat dan Konsultasi ke luar daerah tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban senilai Rp. 5.090.270.000. 

b. Kegiatan Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur, Tahun Anggaran 2015. 

1. Biaya tersebut sangat besar dan tidak masuk diakal, karena pada tahun 2014 kegiatan ini menyediakan anggaran yang tidak jauh beda dengan anggaran tahun 2015, sehingga dana yang dianggarkan kegiatan tersebut mengada-ada. Kegiatan peningkatan dan Prasarana Aparatur tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban senilai Rp 2.102.400.000. 

2. Kadis Kehutanan dan Lingkungan hidup tidak mempertanggungjawabkan kelebihan pembayaran atas kegiatan yang tidak dilaksanakan dan pembayaran ganda dengan menyetorkan ke kas daerah senilai Rp 67.350.000 (enam puluh tujuh juta, tiga ratus lima puluh ribu rupiah), Kadis tidak mempertanggungjawabkan BLNP dengan melengkapi bukti pertanggungjawaban senilai Rp 345.946.500 (tiga ratus empat puluh lima juta sembilan ratus empat puluh enam ribu lima ratus rupiah) (Temuan BPK RI Papua TA 2017). 

3. Pemerintah Daerah Kabupaten menganggarkan anggaran sejak tahun 2013 untuk pembelian Kapal laut sarana kawasan perbatasan senilai Rp 10.642.230.000 (sepuluh milyar enam ratus empat puluh juta dua ratus tiga puluh ribu rupiah). Melalui investigasi Kampak papua di lapangan, untuk kegiatan belanja kapal laut di kabupaten Supiori tidak sesuai dengan harga sebenarnya. Berdasarkan laporan masyarakat di lapangan, kegiatan belanja kapal dari Rp 10,6 milyar hanya menggunakan uang Negara sebesar Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) untuk belanja kapal bekas di Surabaya (Dimarkup).

4. Pengadaan Buku di Dinas Pendidikan Kabupaten Supiori senilai Rp 2 milyar, setelah dihitung kerugian Negara senilai Rp 1 milyar tetapi kasus korupsi tersebut tidak ditindak lanjutin oleh Kejaksaan Negeri Biak. 

"Melalui laporan yang kami sampaikan maka kami minta Kepala Kejaksaan Negeri Biak segerah dicopot dari jabatannya," tandasnya.[Red] 
Komentar

Tampilkan

Terkini