-->








Bagaimana Kedudukan Banci dalam Islam?

08 Maret, 2015, 09.00 WIB Last Updated 2015-03-08T02:00:06Z
Beberapa hari yang lalu, saya dikejutkan oleh pertanyaan Haniyya –putri kedua saya yang duduk di kelas 2 MI. Saat itu Haniyya sedang membaca buku paket mata pelajaran Fiqih. Bab yang dibaca tentang Sholat Berjamaah. Dan tiba-tiba ia bertanya, “Bunda, emang banci itu apa sih?”. Saya kaget juga mendengar pertanyaan tak terduga dari dia, apalagi konten pertanyaannya juga sedikit sensitif. Jika salah dalam menjelaskan khawatir ia salah dalam memahami.

Saya merasa beruntung, pekan lalu mendapat kiriman novel terbitan baru yang ditulis oleh sahabat saya Adya Pramudita. Buku yang berjudul Loui(sa) ini berkisah tentang seorang yang terkena ambiguitas genital. Sebuah istilah medis untuk orang-orang yang terlahir dengan bentuk kelamin yang tidak jelas. Sulit menentukan apakah dia laki-laki atau perempuan. Dalam kasus Loui(sa), ia tidak berpenis, namun juga tidak memiliki vagina.

Untuk menentukan identitas kelaminnya secara valid, dibutuhkan tes kromosom. Berdasarkan ilmu baru yang saya baca dari novel tersebut, saya akhirnya mencoba menjawab “Banci itu seperti penyakit kak. Ada orang-orang yang aurotnya (istilah yang kami pakai untuk menyebut alat kelamin) bentuknya tidak sempurna, jadi tidak tahu apakah dia laki-laki atau perempuan”.

Yang juga membuat saya kaget, ternyata dalam buku paket yang dibaca Haniyya terdapat penjelasan tentang syarat menjadi imam. Disitulah tertulis dalam point ketiga, bahwa banci dapat menjadi imam apabila seluruh makmumnya perempuan. Walah, kok bisa seperti itu ya. Bukankah Islam melaknat orang yang berperilaku keperemuan-perempuanan (banci)?, mengapa kategori banci bisa dibenarkan dan diakui dalam hukum islam? Saya sempat berpikir buruk terhadap isi buku tersebut. Namun saya simpan pikiran buruk itu dalam hati saja.

Malamnya saya berdiskusi dengan suami (yang jauh lebih faham tentang ilmu Fiqih) tentang pertanyaan Haniyya dan isi buku tersebut. Suami membenarkan isi buku tersebut. Ia bilang “Betul. Dalam Ilmu Fiqih ada istilah Khuntsa, artinya orang yang memiliki kelamin ganda, yang dimaksud banci dalam fiqih adalah khuntsa.

Khuntsa (banci) di dalam fiqih Islam terbagi dua:

1. Khuntsa (seseorang yang terlahir dengan kelamin ganda)

2. Almukhannats (pria yang bersifat seperti wanita) dan Almutarajjil (wanita yang bersifat seperti

pria).

KHUNTSA

Secara umum ulama mendefinisikan khuntsa, sebagai orang yang memiliki dua alat kelamin, laki-laki dan perempuan. Atau bahkan tidak mempunyai alat kelamin, baik kelamin laki-laki maupun perempuan.

Akan tetapi ulama juga sepakat, bahwa manusia tidak bisa menjadi laki-laki dan perempuan secara bersamaan. Dia haruslah laki-laki, atau harus perempuan. Bagi mereka yang secara fisik terlihat memiliki dua alat kelamin, akan lebih mudah dalam menentukan identitas kelaminnya.

Apabila dia belum dewasa dapat diketahui dengan cara bagaimana dia kencing, bila kencing dengan kelamin laki-laki maka dia adalah laki-laki dan bila dia kencing melalui kelamin perempuan maka dia adalah perempuan dan bila dia kencing dengan kedua alat kelaminnya maka dia ditetapkan dengan, melalui kelamin mana dia kencing lebih dahulu.

Namun bila ia sudah dewasa, dapat dilihat pada pertumbuhan fisiknya seperti pertumbuhan jakun, muncul jenggot, atau membesarnya payudara. Menentukan jenis kelamin seorang khuntsa menjadi lebih sulit, jika ia tidak memiliki alat kelamin.

Biasanya hanya terdapat sebuah lubang tempat ia membuang air seninya. Dan tidak terlihat pertumbuhan fisik yang mencirikan jenis kelamin tertentu. Ibnu Qudamah berkata, “Apabila seorang khuntsa mengatakan; ‘saya laki-laki', maka dia tidak boleh dihalangi jika hendak menikahi perempuan. Dan, dia tidak boleh menikahi selain perempuan (maksudnya, menikahi laki-laki) setelah itu.

Begitu pula jika seorang khuntsa mengatakan; 'saya perempuan’, maka dia tidak boleh menikah kecuali dengan laki-laki.” [Al-Mughni fi Fiqhi Al-Imam Ahmad ibn Hanbal Asy-Syaibani]

MUKHANNATS (dan MUTARAJJIL)

Mukhannats berbeda dengan khuntsa. Seorang mukhannats memiliki jenis kelamin tertentu dengan jelas. Namun ia berperilaku tidak sesuai dengan identitas kelaminnya. Misalnya seorang lelaki yang bersikap kemayu dan lemah gemulai, atau seorang perempuan yang bersikap seperti cowok abis.

“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam melaknat mukhannats kaum laki-laki yang menyerupai perempuan, dan mutarajjil dari kaum perempuan yang menyerupai laki-laki.” [HR. Ahmad]

Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam melaknat mukhannats dari kaum laki-laki dan mutarajjil dari kaum perempuan. Beliau bersabda; 'Keluarkanlah mereka dari rumah kalian’.” [HR. Al-Bukhari dan Ibnu Majah]

Menurut para ulama –sebagaimana dikatakan Imam An-Nawawi–, mukhannats ada dua macam. Yang pertama; Adalah orang yang memang pada dasarnya tercipta seperti itu. Dia tidak mengada-ada atau berlagak dengan bertingkah laku meniru perempuan dalam gayanya, cara bicaranya, atau gerak-geriknya. Semuanya alami. Allah memang menciptakannya dalam bentuk seperti itu. Yang demikian, dia tidak tercela, tidak boleh disalahkan, tidak berdosa, dan tidak dihukum. Mukhannats jenis ini dimaafkan, karena dia tidak membuat-buat menjadi seperti itu. Karena itulah, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallamtidak mengingkari seorang mukhannats jenis ini.

Beliau juga tidak mengingkari tingkah lakunya yang seperti perempuan, karena dia aslinya memang seperti itu. Namun, beliau juga menjelaskan, bahwa seorang mukhannats haruslah berupaya untuk mengubah perilakunya tersebut. Yang kedua; yaitu mukhannats yang pada dasarnya tidak tercipta sebagai seorangmukhannats. Tetapi, dia membuat-buat dan bertingkah laku layaknya perempuan dalam gerakannya, dandanannya, cara bicara, dan gaya berpakaian. Inilah mukhannats yang tercela, di mana terdapat hadits-hadits shahih yang melaknatnya. Adapun mukhannatsyang pertama, maka ia tidak dilaknat. [Syarh Shahih Muslim]

Disebutkan dalam hadits, bahwa ada seorang mukhannats yang mengecat kuku-kuku kedua tangan dan kakinya dengan daun pacar didatangkan kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. 

Beliau bertanya, “Ada apa dengan orang ini?”

Salah seorang sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, dia ini menyerupai perempuan.”

Maka, Nabi pun memerintahkan agar orang tersebut diasingkan ke Naqi’ (satu tempat dekat Baqi’). Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kita boleh membunuhnya?” Kata Nabi, “Sesungguhnya aku dilarang membunuh orang yang shalat.” [HR. Abu Dawud dan Al-Baihaqi dari Abu Hurairah]

Dalam perkembangannya, banyak orang yang tidak mengerti makna banci dalam hukum Islam. Sehingga banyak yang menyamakan antara khuntsa, mukhannats dan gay/lesbi, yang kedudukannya diakui dalam Islam. Pendapat demikian tentu saja SALAH dan MENYESATKAN.

Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya; ‘Kenapa kalian melakukan perbuatan keji itu sedang kalian bisa berpikir? Mengapa kalian berhubungan dengan sesama lelaki untuk melampiaskan syahwat dan menelantarkan perempuan? Sebenarnya kalian adalah kaum yang bodoh’.” (An-Naml: Jelas terdapat perbedaan mendasar antara khuntsa, mukhannats, dengan praktik kaum nabi Luth. Orang yang homo atau lesbi, sama sekali bukan khuntsa ataupun mukhannats. Secara fisik identitas mereka telah clear. Mereka jelas-jelas lelaki tulen dan perempuan tulen, tidak ada yang diragukan.

Kecenderungan seksual mereka yang menyukai sesama jenis, tak lain adalah hawa nafsu semata. Mereka menyalahi fitrahnya. Mereka digelincirkan setan. Perbuatan buruk mereka dihiasi oleh setan sehingga tampak baik. Hendaknya mereka segera bertaubat dan berusaha mencintai lawan jenisnya.

WallohuA’lam


Sumber: ummi-online
Komentar

Tampilkan

Terkini