BANDA ACEH - Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) provinsi Aceh
meminta pihak penegak hukum dalam hal ini Kepolisian dan Kajari di kabupaten
Aceh Timur, untuk mengusut tuntas para pelaku penjual dan pemotong Fee proyek
yang melibatkan anggota DPRK dan pejabat SKPD di kabupaten itu. Hal tersebut
sangat bertentangan dengan Undang undang pencegahan dan pemberantasan korupsi
di Negeri ini.
Hal
tersebut disampaikan ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LAKI Provinsi Aceh
Muhammad Abubakar, Senin (30/11/2015).
Menurutnya,
aroma penjualan proyek bukan pertama kali terjadi di kabupaten itu, ini
merupakan bukti bahwa transaksi penjualan dan pemotongan feek proyek memang benar
terjadi di kabupaten Aceh Timur.
Penjualan
proyek biasa dilakukan oleh para rekanan yang ditunjukan lansung oleh penguasa
karena paket balas budi (jasa) alasannya bervariasi, tidak mau beresiko di lapangan,
namun yang sering kita temukan mereka selain tidak punya skil mereka juga tidak
punya dana untuk mengerjakan proyek yang didapat dari penguasa.
Hal
itu terbukti dengan ditemukannya oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Kabupaten (DPRK) Aceh Timur Sofian Affan dari partai NasDem melakukan transaksi
penjualan proyek dari dana aspirasi yang melibatkan Zulfikar oknum PNS yang
sebagai makelar proyek, ini baru satu temuan.
"Kita
sangat yakin di DPRK Aceh Timur, masih banyak Sofian Affan lain dari partai
yang berbeda telah melakukan jual beli dan makelar proyek, dan pengutipan fee,"
ujarnya.
Mereka,
diduga dengan sangat jelas telah melanggar pasal 2, pasal 3, pasal 5 ayat (1)
huruf A, ayat 2, pasal 11, pasal 12 huruf A, pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 JO UU
No 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Maka
itu, LAKI mendesak pihak Kepolisian dan Kajari Idi untuk segera memeriksa
keduanya, ini perlu dilakukan agar ke depan tidak ada lagi oknum anggota DPRK
dan pejabat di Aceh Timur yang memperjualbelikan dan memotong fee proyek, agar
mereka bekerja sesuai aturan supaya pembangunan berkualitas.
Menurut
data yang ada, transaksi jual beli proyek terjadi pada tanggal 21 September
2015 antara Sofian Affan dengan salah seorang oknum PNS Zulfikar SE dengan
membuat perjanjian diatas Kwitansi bermaterai Rp 6000 dengan bunyi, telah
terima dari Zulfikar SE, titipan akan diambil pada tanggal 20 Oktober 2015.
Dalam
perjanjian itu disebutkan, apabila proyek normalisasi tidak ada dalam Dipa
anggaran perubahan tahun 2015 (aspirasi) DPRK NasDem. Kasus tersebut mencuat
setelah sang pemilik modal merasa di dikhianati oleh oknum dewan tersebut.
Proyek normalisasi dengan pagu anggaran Rp 160.000.0000 awalnya di jual kepada
seseorang seharga Rp 10.000.000 (8%) dari pagu melalui oknum PNS Zulfikar SE,
namun di tengah perjalanan setelah palu APBKP di ketok, sang oknum anggota
dewan menjual ke pihak lain di atas Rp10 juta.
Hal
tersebut juga di benarkan oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai NasDem
kabupaten Aceh Timur Nyak Musa Husein, SE didampingi ketua fraksi
Nasdem DPRK kabupaten Aceh Timur M. Adam S.Sos saat diminta tanggapannya
Jum'at (27/11/2015) di warung kopi Bombay Idi Rayeuk, membenarkan kader
partainya yang duduk di DPRK telah melakukan pelanggaran hukum, dan telah ia panggil.
Dia
(Sofian-Red) telah kita panggil, sebutnya, pertama dia tetap membantah tapi
setelah diharapkan dengan oknum PNS bersangkutan akhirnya dia mengakui
perbuatannya, ini jelas sangat mencoreng nama Partai, dan pihaknya sudah surati
pimpinan Partai di pusat tinggal menunggu hasilnya, karena pihaknya tidak bisa
mengambil keputusan.
Sementara
Sofian Affan SE saat dikonfirmasi melalui telepon membantah dirinya telah
memperjualbelikan belikan proyek aspirasi, yang ada hanya meminjam uang, 'itu
tuduhan yang tidak benar saya tidak pernah menjual proyek, yang ada pinjaman,
kwitansi yang ada sekarang itu pemalsuan tanpa sepengetahuan saya. [rls]