LHOKSUKON - Dukungan Pemerintah Aceh untuk menjadikan tanggal 5
November sebagai Hari Tsunami Internasional menuai kecaman dari elemen sipil.
"Kebijakan
Pemerintah Aceh tersebut adalah sebuah kekeliruan, sikap gubernur adalah sikap
pembodohan dan penipuan sejarah," demikian kata Anggota Bidang Kajian dan
Analisis DPW Pusat Kajian Analisis dan Advokasi Rakyat (PAKAR) Aceh Utara,
Ananda Gebrina Rizki S.Pd, Minggu (29/11/2015).
Bagaimana
tidak, lanjut Ananda, nantinya para
generasi di masa yang akan datang tentu berpikir tanggal tersebut adalah
tanggal dimana terjadinya gempa dan tsunami. Padahal faktanya adalah tanggal
terjadi tsunami adalah tanggal 26 Desember 2004.
"Ini
jelas sebuah kekeliruan nyata," tukas Ananda.
Ananda
menambahkan, tidak ada masalah dengan penetapan 26 Desember sebagai hari
tsunami dunia karena sejarah juga mencatat bahwa tsunami terbesar dan terbanyak
memakan korban jiwa adalah tsunami di Aceh dan dalam hal ini maka sangat tepat
kiranya jika tanggal 26 Desember ditetapkan sebagai hari tsunami dunia.
Dikhawatirkan
nanti jika Pemerintah Aceh tetap mendukung penetapan tanggal 5 November sebagai
hari tsunami dunia maka akan timbul gejolak di kemudian hari karena ini
berkaitan dengan sejarah musibah yang memakan korban besar dan juga menyimpan
luka dan pilu dihati rakyat Aceh.
"Pemerintah
Aceh jangan terlalu murahan dalam hal bernegosiasi baik nasional maupun
internasional, yang cuma hanya bisa mengatakan setuju karena kita memiliki hak
komplain bila bertentangan dengan hati nurani kita," pungkasnya.[pin]