![]() |
| Bukti laporan ke Kejati Aceh |
BANDA ACEH - Ikatan Mahasiswa Pelajar Samadua (IMPS) Kabupaten Aceh
Selatan menantang Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh untuk menuntaskan berbagai kasus
korupsi dana aspirasi. Jika statemen kejati Aceh di salah satu media local (Kamis,
22 Januari 2016) hanya cari sensasi belaka untuk apa, jika hanya mengintip saja
juga tidak ada gunanya.
"Padahal begitu banyak laporan terkait proyek dana
aspirasi di kejaksaan tinggi selama ini tetapi pupus ditengah jalan," demikian dikatakan Ketua umum IMPS, Hariyadi, dalam siaran persnya yang diterima lintasatjeh.com, Senin (25/1).
Kami telah melaporkan hal
tersebut kepada pihak kejaksaan tinggi dengan nomor agenda laporan 12917
tanggal 17 Desember 2014 terkait indikasi pelanggaran hukum dalam proyek
pembangunan asrama IKSAS Di Gampong Rukoh, Darussalam. Bahkan persoalan ini
sudah berulang kali tampil diberbagai media massa di Aceh dan sudah menjadi konsumsi
publik. Namun, hingga kini tidak ada kejelasan tindak lanjut dari Kejati,
sehingga dianulir ada permainan khusus yang dimainkan ke kejati oleh pihak
tertentu.
Pekerjaan tersebut dikerjakan
oleh PT. Alif Prado yang memenangkan tender dengan harga penawaran sebesar Rp
842.512.000,-. Sedangkan tahap kedua, dialokasikan anggaran sebanyak Rp 400
juta APBA 2013. Pekerjaan yang dititip
pada Satker Dinas Cipta Karya tersebut dikerjakan oleh CV. Bintang Aneshda
sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran Rp 380 juta. Pada tahap kedua
ini pekerjaan mencakup finishing dan pembangunan pagar.
Berdasarkan fakta lapangan,
kualitas dan kuantitas asrama tersebut tidak bagus, seperti yang terdapat kosen
jendela dan papan pintu yang tidak sesuai spek. Selain itu, pembangunannya juga
tidak sesuai dengan rancangan anggaran kegiatan. Namun, satu hari setelah
dimuat dimedia kontraktor justru melaksanakan kembali pekerjaan tersebut,
padahan pada tahun anggaran 2014 tidak ada alokasi untuk. Ironisnya, kegiatan
tersebut hingga pertengahan 2015 bangunan dua lantai di atas tanah dengan luas
sekitar 1000 meter persegi milik masyarakat Samadua tersebut belum juga serah
terima.
Padahal pekerjaan finishing sudah dilaksanakan pada tahun anggaran
2013. Belum lagi, proyek pembangunan tersebut bersifat multiyear. Dana yang
ditempatkan pada Dinas Bina Marga dan Cipta Karya diduga berpotensi korupsi.
Persoalan pelanggaran hukum dan
indikasi korupsi seperti ini saja terkesan di diamkan setengah jalan. Menurut
kami kepala kejaksaan tinggi Aceh yang baru hendaknya melakukan evaluasi
terkait kinerja lembaga penegak hukum yang kini dipimpinnya. Jika memang
serius, kami mendesak agar persoalan ini dapat dituntaskan segera, agar
bangunan tersebut dapat difungsikan sebagaimana mestinya oleh mahasiswa setelah
segenap persoalan hukumnya dituntaskan.
Tuntaskan dulu kasus yang menumpuk biar
publik percaya terkait penegakan hukum
di Kejaksaan Tinggi Aceh. Jika tidak, maka masyarakat akan menilai
statemen kepala Kejati Aceh yang baru , masyarakat menunggu bukti kinerjanya
dalam menyelesaikan kasus-kasus dari dana aspirasi yang sudah menumpuk bahkan
mungkin telah menjadi arsip yang disimpan rapi. [rls]

