-->

Syiar 'Cilet-Cilet' Pemkab Pidie Jaya

14 September, 2016, 12.20 WIB Last Updated 2016-09-14T05:20:52Z

PIDIE JAYA - Musabaqah Tilawatil Quran merupakan salah satu syiar Islam untuk melestarikan nilai–nilai al-quraniayah dan keislaman. Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya juga ikut bagian dalam melestarikannya, sebagai buktinya MTQ tingkat kabupaten pecahan dari Pidie ini telah menggelar even perhelatan dua tahunan tersebut dari tanggal 31 Agustus hingga 3 September 2016.

Ironisnya sebuah acara keagamaan yang menjadi agenda rutin pemerintah seperti terkesan tidak sepenuh hati dalam mengelola musabaqah setingkat kabupaten itu melalui LPTQ. Seolah-olah terkesan C-2 alias “Cilet-Cilet” nya perhatian pemerintah terhadap kegiatan keagamaan di kabupaten ini. Benarkah ini?

Jauh sebelum dilaksanakan musabaqah, berbagai persiapan sarana dan prasarana baru dikerjakan menjelang seminggu atau dua minggu pra MTQ, seharusnya panitia  seminggu atau beberapa hari pra dipentaskan musabaqah, semua persiapan harus dirampungkan. Baik itu mimbar utama, mimbar dua hingga seterusnya sebagai persiapan primer, paling-paling persiapan berbasis skundernya saja yang perlu dipoles menjelang beberapa hari pra perhelatan tersebut.

Tetapi realitanya malam pembukaan MTQ mimbar selain mimbar utama masih dalam tahap perampungan, tidak “cilet-cilet” kah MTQ Pijay? Ditambah lagi standarisasi untuk tempat dewan hakim sebagai tim penilai di pentas selain pentas utama layaknya musabaqah tingkat gampong dengan bangku dan meja “cilet-cilet”.

Pemandangan yang membuat kita iba, jalan menuju mimbar utama tepat jalan Jangka Buya-Ulee Glee setelah sekian lama menjadi  “danau kecil” yang menghiasi jalan tersebut untuk menutupi “aib” pemerintah terhadap masyarakat dalam kegiatan akbar keagamaan se kabupaten itu hanya diratakan pasir timbunan agar saat lalu lalang bisa “terseyum” dengan sentuhan “kilat” Pemkab Pidie Jaya.

Rupanya justru diperlihatkan “aib” itu kepada masyarakat Pidie Jaya, “danau kecil” itu berubah menjadi semakin “ganas”. Seharusnya pemerintah kalau ingin serius dan penuh perhatian terhadap syiar agama,  setidaknya sekitar “danau kecil” bisalah ditutupi dengan aspal asal untuk menghindari genangan air hujan yang melahirkan “lautan kubangan”. Lantas ini tidak “cilet-cilet” kah?

Pemandangan yang yang tidak kalah “cilet-cilet”nya di arena utama, tepatnya di lapangan sepak bola Ulee Glee baru dilaksanakan penimbunan dengan tanah yang berpotensi lumpur menjelang 17 Agustus. Sebenarnya pemerintah lebih mengerti dan tahu bulan Agustus ini merupakan bulan curahan hujan.

Apakah dengan alasan faktor alam sehingga membenarkan lapangan utama menjadi laksana “samudera kubangan”  seperti yang diungkapkan oleh panitia MTQ merangkap juga Kabag Kesos Sekda kabupaten setempat, Jailani mengaku kondisi tersebut karena faktor alam. Sehingga pihaknya tidak bisa berbuat banyak. Apalagi kondisi becek dan genangan air tidak bisa ditimbun dengan batu kerikil.

"Disini tidak boleh kami gunakan serak kerikil karena ini lapangan bola, warga pun tidak mengizinkan menggunakan serak kerikil. Jadi walaupun sudah ditimbun dengan pasir, tetapi kebecekan tidak dapat dihindari, ini sudah faktor alam," katanya.(AJNN, 31 Agustus 2016).

Disamping itu, masyarakat Pijay sendiri yang menghadiri MTQ sempat berujar merasa kecewa dengan perhelatan musabaqah kali ini, apakah memang dana kurang  sehingga pemerintah tidak mampu berbuat secara sempurna dan baik?

"Padahal ini acara terbesar tahun ini. Apakah anggarannya kurang, sehingga panitia tidak bisa mengantisipasi akan terjadinya kebecekan," ungkap Rahmawati salah seorang pengunjung.

"Hana pat meu tadeng pih (tidak ada tempat berdiri pun)," kata kawan disampingnya.

Tidak hanya disitu, para anggota paskibraka MTQ pun harus berjalan diatas lumpur menuju tiang untuk pengibaran dan pengerekan bendera. Bahkan, beberapa anggota pengibar bendera MTQ terlihat lumpur mengotori celana mereka karena percikan tanah liat yang mereka pijak. (AJNN, 1 September 2016,14:43 WIB).

Ini hanya secuil komentar masyarakat yang sempat diungkap oleh media, masih banyak lagi tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan MTQ, mereka sebenarnya bukan benci, karena cinta syiar agama semacam musabaqah ini sehingga lahirlah rasa “kebencian” terhadap  pemerintah yang kurang peduli terhadap syiar keagamaan.

Kalau ini alasan panitia MTQ seperti yang diungkap diatas, kenapa jangka waktu yang dua tahunan sepetak lapangan bola Bandar Dua Ulee Glee tidak bisa direhab dengan baik, lantas di Pekan Kebudayaan Pidie Jaya (PKPJ) ke-IV tahun 2015 kemarin di Trienggadeng yang juga acara rutin pemerintah mampu mendesain dan didatangkan stand pameran ditambah dengan hiruk pikuk kemegahan disana  serta dengan dana yang tidak sedikit, kenapa disana mampu dan bisa? 

Bahkan luas arena yang mencapai 10 hektar dan 50 stand disiapkan juga untuk menginformasikan kepada masyarakat nasional dan internasional tentang sumber daya di Pidie Jaya, seperti yang diungkapkan ketua panitia PKPJ juga Wakil Bupati Pjay serta sekretaris panitia. Dengan mempromosikan kerajinan dan kesenian daerah.

“Kegiatan tidaklah semata-mata sebagai hiburan rakyat tetapi sebagai informasi bagi pengusaha baik lokal maupun internasional yang ingin mengembangkan potensi sumber daya yang ada di Kabupaten Pidie Jaya,” ujar Jauhar sebagai sekretaris panitia PKPJ 2015.

Sementara itu Wakil Bupati Pidie Jaya, sebagai ketua panitia, Said Mulyadi mengatakan Pekan Kebudayaan Pidie Jaya ke IV ini akan menampilkan seluruh kerajinan masyarakat sebagai ajang untuk mempromosikan Pidie Jaya keluar daerah.

“Seluruh hasil kerajinan masyarakat itu akan ditampilkan dalam satu stand khusus, yakni stand dewan kerajinan daerah,” ujar Said Mulyadi. (AcehTerkini,30 Mei 2015/21:48).

Melihat antusiasnya pemkab lebih memperhatikan PKPJ sebagai agenda rutinitas tetap pemerintah Pidie Jaya di bidang kesenian dan pesta rakyat yang dibandingkan dengan perhelatan dan syiar keagamaan yang dipayungi oleh MTQ.

Lantas siapakah dua “kubu” terbesar di Pijay dalam perhelatan “el-Clasico” antara PKPJ Vs MTQ Pijay yang patut diberi pucuk penghargaan “C2” alias “cilet-cilet”, MTQ  kah atau PKPJ? Wallahu ‘allam.

Penulis : Misniati Munir 
Komentar

Tampilkan

Terkini