IST |
JAKARTA -
Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan memandang kondisi
stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia hingga akhir Oktober dalam kondisi
yang normal meski beberapa indikator kinerja sektor jasa keuangan perlu
dicermati lebih jauh.
Pasar keuangan dunia pada
Oktober 2016 cenderung melemah. Hal ini dipengaruhi oleh ketidakpastian yang
masih meliputi pemulihan ekonomi global, sentimen terkait Federal Funds Rate
(FFR) yang diperkirakan akan dinaikkan pada Desember 2016, dan fluktuasi harga
minyak.
Pasar saham domestik
cenderung stabil di tengah kecenderungan net sell nonresiden sebagai langkah
price in investor menjelang rencana kenaikan FFR di Desember 2016. Pasar saham
domestik pada Oktober 2016 menguat sebesar 1,1%. Penguatan ini didorong oleh
sektor pertambangan yang menguat 13,7% seiring berlanjutnya tren peningkatan
harga batubara. Secara year to date, IHSG telah menguat sebesar 18,1%.
“Menguatnya ekspektasi
kenaikan FFR pada akhir tahun juga berimbas di pasar SBN yang cenderung melemah
disertai meningkatnya aksi jual investor nonresiden. Rata-rata yield jangka
pendek, menengah, dan panjang naik masing-masing sebesar 13 bps, 20 bps, dan 27
bps,” demikian terang Plt. Deputi Komisioner Manajemen Strategis IB Slamet Edy
Purnomo, Kamis (10/11/2016).
Kecenderungan net sell
nonresiden menjelang kenaikan FFR juga terjadi pada akhir 2015, namun
intensitas net sell saat ini terpantau jauh lebih moderat. Secara ytd,
nonresiden masih melakukan net buy cukup signifikan di saham dan SBN
masing-masing sebesar Rp32,2 triliun dan Rp117,1 triliun.
Di sisi lain, OJK memantau
fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK) masih menghadapi tantangan.
Pertumbuhan kredit perbankan per September 2016 tercatat sebesar 6,47% yoy atau
turun dari pertumbuhan kredit pada Agustus 2016 di level 6,83%. Pelemahan
pertumbuhan kredit tersebut terutama didorong oleh kontraksi kredit dalam
valuta asing sebesar 12,9% yoy yang sejalan dengan kinerja eksternal yang masih
dalam tren menurun. Kredit Rupiah masih tumbuh cukup baik di level 10,5%.
Intermediasi perusahaan
pembiayaan mulai menunjukkan arah perbaikan, piutang pembiayaan per September
2016 tumbuh 1,83% yoy atau naik dari Agustus 2016 sebesar 0,87%.
Ditengah fungsi
intermediasi LJK yang masih menghadapi tantangan, penghimpunan dana lewat pasar
modal cenderung meningkat. Penghimpunan dana oleh korporasi melalui pasar modal
(IPO, rights issue, dan penerbitan obligasi korporasi) sampai akhir Oktober
2016 mencapai Rp148,6 triliun, dengan pipeline penawaran umum masih sebesar
Rp53,4 triliun. Penghimpunan dana di pasar modal pada tahun 2016 ini mencatat
lonjakan signifikan, mengingat rata-rata penghimpunan dana 5 tahun terakhir
hanya sebesar Rp102,5 triliun.
Sementara itu, risiko
kredit LJK terpantau menurun. Rasio non-performing loan (NPL) tercatat sebesar
3,10%, turun dibanding posisi Agustus 2016 sebesar 3,22%.
Likuiditas dan permodalan
LJK juga masih berada pada level yang baik. Indikator likuiditas perbankan
dalam kondisi memadai, bahkan meningkat jika dibandingkan bulan sebelumnya.
Dari sisi permodalan, ketahanan LJK domestik secara umum berada pada level yang
sangat mencukupi untuk mengantisipasi potensi risiko. Capital Adequacy Ratio
(CAR) perbankan per September 2016 mencapai 22,6%.
Di industri perasuransian,
Risk-Based Capital (RBC) berada pada level 531% (asuransi jiwa) dan 269%
(asuransi umum), jauh di atas ketentuan minimum yang berlaku.
“Kedepan, OJK melihat
bahwa kondisi permodalan LJK yang cukup baik perlu dioptimalisasi untuk
mendukung penguatan fungsi intermediasi. Penggunaan pasar modal sebagai sumber
pendanaan khususnya bagi LJK juga perlu untuk diakselerasi di tengah tren
penurunan pertumbuhan simpanan dan penurunan yield obligasi,” pungkas dia.[Rls]