-->

Kajati Sulsel: Penguatan Kejaksaan Bukan Hanya Tugas Korps Adhyaksa

16 Maret, 2017, 20.25 WIB Last Updated 2017-03-22T15:07:51Z
MAKASSAR - Bedah buku 'Reformasi Kejaksaan dalam Sistem Hukum Nasional' merupakan momentum tepat untuk menggaungkan kembali penguatan Kejaksaan yang selama ini seolah ditinggalkan. Grand desain pembaruan Kejaksaan tidak hanya tanggungjawab Korps Adhyaksa. Melainkan juga harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan segenap komponen masyarakat.

"Jangan sekali-kali berpikir kita dapat berjalan sendiri-sendiri. Semua pihak harus dilibatkan dalam upaya penguatan kejaksaan," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Jan Samuel Maringka, dalam bedah buku "Reformasi Kejaksaan Dalam Sistem Hukum Nasional" bekerjasama dengan Pusat Kajian Kejaksaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Rabu (15/03/2017).

Menurut Kajati yang juga melaunching “Jaksa Sahabat Masyarakat” mengatakan komitmen seluruh bangsa lndonesia dalam upaya mewujudkan penguatan Kejaksaan secara kelembagaan mutlak sangat diperlukan. Karena, tidak mungkin sebuah negara berjalan tanpa ditopang oleh lembaga penuntutan yang profesional dan independen.

Diingatkan Jan, sikap apatis serta tidak acuh terhadap lembaga Kejaksaan, justru pada akhirnya akan berdampak pada kemampuan bangsa Indonesia dalam membangun ketahanan nasional dalam menghadapi berbagai permasalahan kebangsaan yang ada.

Sebaliknya, sebagai salah satu pilar penegakan hukum, bangunan institusi Kejaksaan harus didukung sebuah pondasi kuat yang memungkinkannya untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsi secara optimal serta bebas dari berbagai intervensi yang dapat melemahkannya.

"Penguatan Kejaksaan menjadi penting guna menjamin penuntutan yang independen. Untuk mendukung upaya tersebut juga dibutuhkan penguatan dalam sistem ketatanegaraan," kata pendiri grup The Procecutor’s Alliance (TPA) di media sosial.

Hingga kini, kelembagaan kejaksaan sendiri tidak diatur di dalam konstitusi sehingga masih berada di bawah bayang-bayang lembaga penegak hukum yang lain. Padahal, hampir seluruh negara sudah mengatur kejaksaan di dalam konstitusinya.

"Ada 120 negara yang mengatur Kejaksaan dalam konstitusinya. Di ASEAN sendiri ada sembilan negara mengatur tentang Kejaksaan dalam konstitusi," ujarnya.

Menurut Jan, saat ini juga masih ada tumpang tindih kewenangan penyidikan. Setidaknya ada 80 UU tentang kewenangan PPNS. Oleh sebab itu juga harus diwujudkan single prosecution system.

Di lingkup eksternal dan ketatanegaraan sendiri pun masih menemui berbagai kendala. Diantaranya belum adanya kesatuan pandangan di antara pimpinan nasional tentang perlunya jaminan konstitusional terhadap kemandirian dan kedudukan Kejaksaan.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan yang baru saja dilantik dalam beberapa waktu juga akan meresmikan perumahan “Graha Adhyaksa” yang diperuntukan untuk warga Kejaksaan di Kota Makassar itu manambahkan posisi Kejaksaan dalam UUD 1945 menjadi tidak jelas jika dibandingkan dengan MA, Polri, dan KY.

Sedangkan Sekretaris Komisi Kejaksaan RI, Barita Simanjuntak, mengakui saat ini juga masih ada aturan yang mengambil sebagian kewenangan jaksa. Posisi dan kedudukan jaksa semakin terpinggirkan manakala ada kepentingan lain dalam upaya penegakkan hukum di Indonesia.

"Tidak samanya kedudukan aparat penegak hukum menyulitkan penuntutan jaksa. Padahal, tugas Hakim, Kepolisian, dan Kejaksaan memiliki kedudukan yang sama," ungkapnya.

"Oleh sebab itu, dalam rangka reformasi Kejaksaan, harus dilakukan reformasi kelembagaan penegakan hukum secara keseluruhan dan berkesinambungan," tandasnya.[Muzer/Bs]
Komentar

Tampilkan

Terkini