-->

Presiden PAH: Momentum Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara 2017

20 Maret, 2017, 00.39 WIB Last Updated 2017-03-22T14:35:12Z
BANDA ACEH - "Meunyoe adat ka-teuglong teudong, njan langgeum nanggroe kajiwo maruwah. Jeut-jeut mukim ikeulim beujroeh, rakyat han meh-moeh bangsa meudeilat."

Berlandaskan semangat Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara yang diperingati setiap 17 Maret, Partai Atjeh Hijau (PAH) meneguhkan sikap politik dan akan seterusnya berikhtiar guna memastikan kehidupan adat dan istiadat Aceh sebagai entitas khas sebuah bangsa yang bernilai strategis agar senantiasa lestari seumur masa. 

Dan dalam momentum HKMAN 2017 ini, beriring dengan dinamika politik Aceh kekinian, PAH menyeru tegas sembari mengajak seluruh khalayak untuk tersadar seraya mendorong keberadaan entitas adat Aceh yakni MUKIM sebagai pemerintah yang berdaulat untuk dapat berdiri setegak dulu dengan penuh wibawa. 

"Mukim adalah benteng terakhir kedaulatan rakyat aceh atas sumber daya alam. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum adat di aceh. Secara tegas negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 18 B UUD 1945 dan serangkaian aturan turunannya," demikian disampaikan Presiden Dewan Pimpinan Pusat Partai Atjeh Hijau, Zahrul, SH, kepada LintasAtjeh.com, Senin (20/03/2017), melalui siaran persnya.

Selain itu, lanjut dia, MoU Helsinki yang wujud sebagai konsensus politik yang lahir temasuk oleh karena dan atas nama perjuangan  marwah Aceh termasuk harus berlumur darah, berikut Undang undang Nomor 11 tahin 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA) menegaskan klausul setentang Mukim sebagai entitas adat Aceh yang harus dipertahankan dan hidup sebagimana mestinya. 

Lebih luas, dunia juga telah dengan tegas bersepakat untuk menghormati dan karena itu memberi ruang penuh seraya ikut aktif melestarikan keberadaan dan kehidupan masyarakat adat di belahan dunia mana-pun. Hal Ini sebagaimana dipertegas dalam United NATION Declaration on the Right of Indigenous Peoples, yang memberikan pengaturan internasional guna mengamankan hak-hak dasar masyarakat adat. 

"Sayangnya Mukim sebagai warisan adat yang paling kompleks dari para  Indatu kita Aceh, kini hidupnya antara ada dan tiada. Bahkan, mirisnya sebahagian besar generasi Aceh sekarang hampir tak mengenal sejarah Mukim sebagai perangkat (tata negara) di Aceh yag lahir, berkembang dan menjadi hukum tertib komunal untuk mengurus tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan di Aceh secara bijak dan berkeadilan," terang Zahrul.

Leih parah, kedaulatan Mukim yang tergerus roda perjalanan politik bangsa Aceh, telah berdampak sangat serius bagi jaminan kepemilikan dan akses pemanfaatan sumber daya alam yang ada dan berlimpah  baik di darat maupun di laut dalam setiap wilayah Mukim di Aceh.  

Bahwa, damai Aceh yang sudah satu decade lebih, perubahan tatanan kehidupan dan kesejahteraan rakyat belum seperti yang diharapkan. Ini terjadi termasuk karena perangkat penata kehidupan komunal yang ada berlaku tidak sesuai dengan nilai identitas keacehan yang diagungkan masyarakat kita sepertimana kehidupan sosial kemasyarakatan di Aceh yang berjalan penuh wibawa dalam keteraturan adat di setiap wilayah Mukim yang berdaulat pada masa lampau. 

Sekarang, adalah saat paling tepat dan karena itu harus disegerakan untuk mengembalikan kearifan kehidupan sosial Aceh yang kita miliki dan berharga. Maka kedaulatan Mukim seutuhnya tidak dapat ditunda lagi. Menuju ke situ, segenap elemen masyarakat Aceh untuk kiranya berani dan bersatu untuk tujuan berdaulatnya rakyat Aceh di atas tanah adat warisan indatu ini dengan menghidupkan kembali seluruh pranata dalam setiap Mukim.

Dan dalam rangka perwujudan hal termaksud, Partai Atjeh Hijau memandang bahwa salah satu kekuatan besar yang kita miliki dan sangat strategis adalah Lembaga Wali Nanggroe. Bahwa Lembaga wali Nanggroe yang lahir dan ditujukan sebagai lembaga adat untuk pemersatu masyarakat Aceh, memiliki serangkaian wewenang dan perangkat memadai untuk mendorong mukim dan kehidupan adat dapat berjalan penuh di Aceh. Dan ini adalah amanah prinsipiil kelembagaan Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud dalam konstitusi lembaga Wali Nanggroe/ Qanun Aceh Nomor 8 tahun 2012 pasal 2 huruf c yang tersebut seperti “Prinsip Lembaga wali Nanggroe adalah sebagai: pembina kehormatan, adat, tradisi sejarah, dan tamadun Aceh.”

“Meusaweub  dali lage njan rupa, loen tuan seubagoe Presiden dan karnanyan ateuh nan Partai Atjeh Hijau meupeusampoe mohon nibak  Paduka Yang Mulia Al Mukarram Maulana Al Mudabbir Al Malik, Teungku Malik Mahmud Al-Haytar, lam sigra neupeujak hubongan keureuja Advokatif ngoen pemerintah Aceh lam meukeusud  untok peukong keulai maruah bangsa Aceh deungon cara peudong beuteuglong MEUDEILAT MUKIM lam Nanggroe," tandasnya.

Hubungan kerja Advokatif Wali Nanggroe dengan Pemerintah Aceh untuk maksud tersebut antara lain guna mendorong lahirnya Peraturan atau Keputusan Gubernur Aceh tentang Alokasi Dana Mukim dari APBA, untuk dipergunakan dalam rangka percepatan tegak kembali Pemerintah Mukim yang berdaulat, sehingga percepatan pembangunan kehidupan adat istiadat Aceh dapat terlaksana efektif dalam masa sesegera mungkin.

Selain itu, juga perlu dilakukan sinkronisasi hukum yang mengatur kehidupan adat istiadat Aceh, khususnya antara Qanun Aceh Nomor 4 tahun 2003 tentang Pemerintah Mukim dan Gampong dengan Qanun Aceh Nomor 8 tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan Qanun Aceh Nomor 9 tahun 2013 tentang Lembaga Wali Nanggroe. Agar kedua dasar hukum pengaturan kehidupan adat istiadat dapat berjalan seiring dan saling mendukung dalam rangka perwujudan masyarakat  adat Aceh yang berdaulat. 

"Demikian pernyataan dan sikap politik Partai Atjeh Hijau untuk disebarluaskan dalam rangka dan Momentum Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara 2017," tutup Presiden DPP Partai Atjeh Hijau.[Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini