-->








Herman Bahari: DPRK Harus Copot Hamdan Sati dari Jabatan Bupati Aceh Tamiang

16 Agustus, 2017, 14.48 WIB Last Updated 2017-08-16T08:31:17Z

ACEH TAMIANG - Menjelang akhir masa jabatan sebagai Bupati Aceh Tamiang Periode 2012-2017, H. Hamdan Sati, ST, yang selama ini dihebohkan sebagai oknum pemimpin yang terindikasi melakukan 'abuse of power' atau penyelahgunaan wewenang diduga akan tersandung banyak kasus dan harus segera didesak mundur dari jabatan Bupati Aceh Tamiang atau dimundurkan secara konstitusional.


Hal tersebut disampaikan oleh seorang praktisi hukum di Kabupaten Aceh Tamiang, Herman Bahari, SH, melalui rilis pers yang dikirim kepadaLintasAtjeh.com, Rabu (16/08/2017).



Menurut Herman, selaku pemegang jabatan Bupati Aceh Tamiang, Hamdan Sati terindikasi telah melanggar amanah yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Selain itu, juga terindikasi mengangkangi Pasal 28, 28A, 28C, 28D, dan Pasal 28H UUD 1945, UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, serta melanggar sumpah jabatan bupati.



Diapun menegaskan, sikap Hamdan Sati selaku Ketua Tim Anggaran, yang telah berani 'melakukan' pembatalan sepihak terhadap sejumlah proyek ABPK Tahun Anggaran (TA) 2017 di beberapa SKPK (Dinas), seperti di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (PUPR), Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan serta di Dinas Pertanian Kehutanan dan Peternakan, pada 20 Juli 2017 kemarin, tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi dan atau persetujuan pihak DPRK Aceh Tamiang adalah perbuatan aneh yang jelas-jelas melanggar konstitusi.



Selain itu, dia juga menyatakan keheranannya terhadap langkah yang ditempuh Hamdan Sati, selaku Bupati Aceh Tamiang melakukan pencopotan sejumlah Kepala SKPK (Kadis), pada 21 Juli 2017 kemarin dan melakukan rapat darurat di DPKAD, membahas rendahnya serapan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Otonomi Khusus (Otsus) Tahun 2017 pada Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Tamiang, yang diduga kuat akan menimbulkan ancaman defisit keuangan daerah. 



Sebelumnya, terangnya lagi, telah dikabarkan oleh sejumlah media massa bahwa realisasi anggaran DAK Tahun 2017 dalam pelaksanaan pekerjaan (proyek) fisik baru mencapai 31,9%, sementara realisasi DAK harus memenuhi persyaratan minimal 75% untuk tahap pertama sebagai syarat transfer tahap kedua. 



Selain itu, imbuhnya, anggaran Otsus Tahun 2017 realisasinya 5%, sedangkan berdasar pada Peranturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan Tranfer ke Daerah serta Dana Desa harus memenuhi persyaratan minimal 75% tahap pertama sebagai syarat transfer tahap kedua.



Herman yang merupakan salah seorang praktisi hukum di Kabupaten Aceh Tamiang tersebut turut menjelaskan bahwa dana DAK bersumber dari APBN yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang (UU), dan dana Otsus bersumber dari APBA yang ditetapkan berdasarkan berdasarkan qanun. Kedua dana itu merupakan produk hukum yang wajib dita'ati dan dilaksanakan oleh Bupati Aceh Tamiang, Hamdan Sati, tanpa melibatkan unsur kepentingan pribadi dan atau kelompok, maupun golongan, serta mempunyai konsekuensi hukum dan politik berupa sanksi moral dan atau sanksi jabatan.



Lanjutnya, dalam tahun anggaran berjalan, Bupati Aceh Tamiang sebagai eksekutor harus melakukan kebijakan-kebijakan secara arif dan harus diawasi oleh DPRK selaku wakil rakyat yang memiliki fungsi pengawasan, sehingga dengan demikian 'roda pemerintahan' Pemkab Aceh Tamiang akan berjalan dengan baik. Bukan melakukan pencopotan para kadis yang hakikatnya 'bekerja' atas perintah bupati, baik yang disampaikan secara lisan maupun tertulis.



Herman menjelaskan, berdasarkan sistem ketatanegaraan Negara Republik Indonesia, sikap Bupati Aceh Tamiang, Hamdan Sati, yang telah mencoret atau membatalkan sejumlah proyek tanpa persetujuan DPRK Aceh Tamiang maka dapat diindikasikan sebagai 'kriminalisasi jabatan' yang dapat diminta pertanggung jawaban secara politik oleh DPRK berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



Berdasarkan landasan konstitusional,dijelaskan pula oleh Herman bahwa Indonesia adalah negara yang menjalankan sistem kepemerintahan dengan berazaskan hukum, bukan negara yang dijalankan berdasarkan kekuasaan, oleh karenanya warga negara memiliki hak dan kewajiban dalam menjalankan kehisupannya. Hal itu seudah dijamin oleh konstitusi tertinggi negara, yakni UUD 1945. Dengan semangat HUT Kemerdekaan RI ke-72 setiap warga di Kabupaten Aceh Tamiang harus berani meraih status sebagai anak bangsa yang merdeka dan tidak takut menegur pemimpin yang terindikasi bersalah.



"Kita sebagai warga negara yang berada di Kabupaten Aceh Tamiang harus berani bersatu untuk mengatakan bahwa selaku Bupati Aceh Tamiang, Hamdan Sati terindikasi telah melakukan perbuatan yang melawan hukum dan tidak mampu memimpin Pemkab Aceh Tamiang. Atas dasar itu kita mendesak Hamdan Sati agar segera mudur dari jabatan bupati, dan atau dimundurkan secara konstitusional. Bila Hamdan Sati tidak segera mundur atau dimundurkan maka dampaknya akan mempengaruhi estafeta kepemimpinan Pemkab Aceh Tamiang kedepan dalam hal mensukseskan program pembangunan nasional di Bumi Muda Sedia," ungkapnya.



"Kepemimpinan Hamdan Sati telah melakukan pembodohan secara sadar terhadap masyarakat di Kabupaten Aceh Tamiang. Kita mendesak agar pihak DPRK berani melakukan pendidikan politik yang dapat mencerdaskan para anak bangsa, dengan menentukan sikap sebagai negarawan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni copot Hamdan Sati dari jabatan Bupati Aceh Tamiang. DPRK juga harus berani bedah APBK TA 2017," demikian pungkasnya.[Zf]
Komentar

Tampilkan

Terkini