-->








Kesbangpolinmas Aceh Bertemu Ormas dan OKP, Ini Pembahasannya!

25 Juli, 2019, 18.26 WIB Last Updated 2019-07-25T11:26:14Z
BANDA ACEH - Kesbangpolinmas Aceh menggelar acara forum komunikasi dan koordinasi antara pemerintah daerah dengan ormas yang diselenggarakan di Hotel Mekah Jl. T Daud Bereueh Kec. Kuta Alam, Kota Banda Aceh, Kamis (25/07/2019).

Acara yang diikuti oleh sekitar 60 orang ini, turut dihadiri Drs. Halim Perdana Kesuma yang menjabat Kabid Penangganan Konflik dan Kewaspadaan Nasional Kesbangpolinmas Aceh, dari Kemendagri RI Erni Julianti Ningsih, S.Sos, Wakil Dekan Fisipol Unsyiah DR. Efendi Hasan, Bappeda Aceh Samsuar, Usman, SH, MH dari Kanwil Kemenkumham Aceh, Sumardi mewakili Camat Kuta Alam, Mustafa Abdullah, SE, Satgas PPA, Kasubbid Ormas Kesbangpol Aceh Mus Muliadi, S.Pdi, MM, Muhazir Budiman dari IPI Aceh serta perwakilan Ormas, OKP dan LSM di Aceh.

Dalam sambutan Kepala Kesbangpolinmas Aceh diwakili oleh Drs. Halim Perdana Kesuma mengatakan, kegiatan ini digelar berdasarkan Keputusan Kepala Badan Kesbangpol Aceh Nomor: 220 /vl|/2019 tanggal 17 juni 2019 tentang pembentukan panitia pelaksana kegiatan forum komunikasi dan koordinasi antara pemerintah daerah dan ormas tahun 2019. 

"Adapun maksud dan tujuan dari terselenggaranya kegiatan ini yaitu untuk mempererat silaturrahmi sesama ormas dan pemerintah. Kemudian untuk menyamakan persepsi antara pemerintah dengan organisasi kemasyarakatan. Dan selanjutnya untuk membangun komunikasi dan koordinasi yang harmonis antara pemerintah dengan ormas dalam rangka menuju pembangunan bangsa," jelasnya.

"Sedangkan peserta kegiatan ini berjumlah 40 orang terdiri dari unsur perwakilan ormas yayasan dan perkumpulan yang terdaftar atau tercatat pada Badan Kesbangpol Aceh," ujarnya.

Erni Julianti Ningsih, S.Sos, dari Kemendagri RI dalam pemaparannya menyampaikan, regulasi terkait keormasan, jumlah ormas yang terdata sampai Juli 2017 ada sekitar 340 ribu.

Dijelaskannya, yang terdata di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ada 370 ormas tidak berbadan hukum tapi dalam bentuk surat keterangan terdaftar. Untuk ormas/NGO asing saat ini ada 73 yang didirkan oleh warga negara asing. Dan di pemerintahan daerah sendiri ada 7.226 ormas tidak berbadan hukum tapi dalam bentuk surat keterangan terdaftar.

"Syarat ormas dibentuk harus didirikan oleh 3 orang WNI atau lebih secara sukarela dalam rangka partisipasi sosial masyarakat dan pembangunan. Lalu didaftarkan kepada Kesbangpol (Tanpa Badan Hukum) dan Kemenkumham RI (dapat status Badan Hukum dalam bentuk Yayasan atau perkumpulan)," ujarnya.

"Tujuan dibuatnya aturan tentang ormas ini bukan untuk membatasi ruang gerak ormas namun untuk menjadi petunjuk bagi ormas dalam berorganisasi/kontrol sosial masyarakat dan pemerintahan sesuai dengan Pancasila dan UUD 45 dengan susunan AD / ART, azas, ciri, sifat, tujuan dan fungsi yang jelas," urai Erni.

Sementara DR. Efendi Hasan, Wakil Dekan Fisipol Unsyiah dalam materinya menyampaikan, Aceh merupakan daerah provinsi di Indonesia yang memiliki kestimewaan khusus, banyak orang luar menilai Aceh berdasarkan informasi-informasi media khususnya syariat Islam dan hukum cambuk.

"Kita semua punya tujuan yang sama untuk mewujudkan organisasi masyarakat yang profesional saat ini kita masih membahas generasi 4.0 Sementara negara di luar seperti Jepang dan Jerman sudah membahas generasi 5.0," katanya di awal materi.

Bicara organisasi masyarakat yang profesional, lanjutnya, itu bisa diwujudkan dengan pengelolaan manajemen yang baik. Manajemen dalam organisasi masyarakat seperti dua sisi mata uang penentu dalam gerak dan nafas organisasi tersebut.

"Dengan manajemen yang baik diperlukan hal lain yaitu kepemimpinan untuk menjadi komando pengelolaan manajemen ormas. Sehingga kepemimpinan dan manajemen adalah 2 hal utama dalam menentukan  profesionalitas suatu ormas," sebutnya.

"Namun yang terjadi saat ini, ormas di Indonesia maupun di daerah tidak akan bisa profesional karena terjebak dengan 'proposal'. Bahkan jika nanti ormas akan diseret dan dilibatkan dengan kegiatan tender/lelang, maka semakin jauh profesional tersebut untuk diwujudkan," tutup DR. Efendi Hasan.

Sedangkan Pemateri dari Kemenkumham Aceh, Usman, SH, MH, menyampaikan, pendirian yayasan di Indonesia sebelum adanya UU Yayasan hanya berdasar atas pemahaman dan kebiasaan yang dianut oleh masyarakat dan Yurisprudensi Mahkamah Agung dengan memenuhi persyaratan secara materiil maupun formal sebagaimana pendirian suatu badan hukum dilakukan.

"Sebagai persyaratan formal yang selama ini dilakukan bagi pendirian yayasan adalah adanya akta pendirian yang dibuat secara notariil. Selanjutnya akta pendirian tersebut didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan setempat dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara," jelasnya.

Ditegaskannya, fakta menunjukkan kecenderungan mendirikan yayasan karena mudahnya memperoleh status Badan Hukum sehingga masyarakat dapat berlindung dibalik status badan hukum uayasan.
"Dan itu digunakan tidak hanya sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan dan kemanusiaan melainkan adakalanya juga bertujuan untuk memperkaya diri para pendiri, pengurus dan pengawas," pungkasnya.[DA]
Komentar

Tampilkan

Terkini