-->








Senator Fachrul Razi: Pemerintah Itu Tugasnya Membina, Bukan Mengkriminalisasi Rakyat

25 Juli, 2019, 18.28 WIB Last Updated 2019-07-25T11:28:13Z
JAKARTA - Senator Aceh DPD RI, H. Fachrul Razi, MIP, menuding Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh (Distanbun) Aceh melakukan pembohongan publik. "Beliau mengatakan penahanan Geuchik Tgk. Munirwan atas laporan Kementerian Pertanian RI tapi terbukti Kadistanbun Aceh yang mengajukan surat ke Polda Aceh No 520/937/IX tentang Penyaluran Benih Tanpa Lebel pada tanggal 28 Juni 2019, ini pembohongan publik namanya," tegas Fachrul.

Sebagai informasi, Pemerintah Aceh melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) melaporkan Geuchik Meunasah Rayek, Kecamatan Nisam, Aceh Utara, berinisial Tgk. Mun, ke Polda Aceh. Pasalnya, akibat laporan terkait kasus dugaan penjualan benih padi tanpa label yakni bibit IF8, Tgk. Mun yang juga Direktur PT Bumades Nisami _anak usaha Badan Usaha Milik Gampong (BUMG)_ telah ditahan di Polda Aceh setelah ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa, 23 Juli 2019.

Senator Fachrul Razi yang juga Pimpinan Komite I DPD RI menangani masalah desa mendesak kepada Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh A. Hanan untuk mencabut laporan di Polda Aceh dan memberikan pembinaan kepada masyarakat khususnya Tgk. Munirwan dalam penggunaan pupuk. "Pemerintah itu membina, bukan mengkriminalisasi rakyat," tegasnya di Senayan, Kamis (25/07/2019).

"Saya tunggu dua hari ini atau 48 jam, A. Hanan mencabut laporan, jika tidak ini akan berdampak tidak baik kepada sosok Pemerintahan Aceh dibawah komando Ir. Nova Iriansyah, MT," tegas Senator Asal Aceh yang juga pembina desa seluruh Indonesia. 

Fachrul Razi mengecam akan mendesak Plt Gubernur Aceh mencopot Kadistanbun Aceh jika melakukan kriminalisasi kepada rakyat. "Sebaiknya laporan segera dicabut, atau kami akan mendesak Plt Gubernur Aceh mencopot Kadistanbun Aceh," tegas Fachrul Razi.

Menurut Fachrul Razi, larangan juga tidak mendasar dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap karena Mahkamah Konsitusi telah mengabulkan pengujian Undang-Undang nomor 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman. Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Pemohon dalam Perkara Nomor 99/PUU-X/2012 perihal uji materil Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Menurut MK, Pasal 12 ayat (1) UU Sistem Budidaya Tanaman tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dikecualikan untuk perorangan petani kecil dalam negeri. 

"Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman menjadi menyatakan 'Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri sebelum diedarkan terlebih dahulu dilepas oleh Pemerintah kecuali hasil pemuliaan oleh perorangan petani kecil dalam negeri. Artinya tidak perlu ada sertifikat dan pelepasan dari Kementerian Pertanian RI untuk benih padi skala kecil dan diproduksi komunitas pertanian dan benih juga wajib beredar di komunitas petani," ujarnya. 

Fachrul Razi mengatakan berdasarkan putusan MK, bahwa petani kecil boleh kembangkan varietas tanpa izin. Menurut Senator Aceh ini, pemerintah seharusnya tidak mempersulit para petani kecil. Majelis Hakim MK mengabulkan sebagian pengujian sejumlah pasal UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dengan memberi tafsir konstitusional bersyarat. Dalam putusannya, MK menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap kata "perseorangan" dalam Pasal 9 ayat (3) UU Sistem Budidaya Tanaman tidak termasuk petani kecil. Artinya, petani kecil dibebaskan mengembangkan varietas unggul tanpa harus mendapat izin pemerintah.

Pasal 12 ayat (1) UU Sistem Budidaya Tanaman dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, dikecualikan untuk perorangan petani kecil dalam negeri. Sehingga redaksional Pasal 12 ayat (1) berubah menjadi berbunyil,"Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri sebelum diedarkan terlebih dahulu dilepas oleh Pemerintah kecuali hasil pemuliaan oleh perorangan petani kecil dalam negeri".

Senator Fachrul Razi mengatakan bahwa Distanbun Aceh harus segera mencabut laporan di Polda Aceh karena Tgk. Munirwan merupakan seorang kepala desa yang hanya menjadi korban terkait penggunaan benih bibit padi. "Jangan seolah-olah Pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI tidak menyukai Prof Dwi Andreas Santosa, Guru Besar di Institut Pertanian Bogor (IPB) sehingga Tgk. Munirwan dijadikan korban dengan dugaan tindak pidana memproduksi dan mengedarkan (memperdagangkan) secara komersil benih padi jenis IF8 yang belum dilepas varietasnya dan belum disertifikasi (berlabel)," tukasnya.

Fachrul Razi menduga bahwa pemerintah terkesan tidak menyukai benih padi jenis IF8 yang diciptakan oleh Prof Dwi Andreas Santosa, Guru Besar pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) karena beliau dikenal vokal dan kritis mengkritik kebijakan pemerintah. Benih padi yang berasal dari Karanganyar dan dikembangkan oleh AB2TI ini mempunyai potensi hasil yang tinggi mencapai 13 ton GKP per ha.

Menurut Fachrul Razi, benih padi IF8 ini juga diperjual belikan secara online. "Silahkan klik dan browsing di internet, kita akan temukan beberapa toko online pertanian yang menawarkan penjualan benih padi IF8 yang ternyata memiliki keunggulan yang lebih baik. Benih padi IF-8 (Indonesian Farmer no 8) memang cukup sulit ditemukan di pasaran karena tidak dijual bebas di pasaran. Tapi hanya di jual di toko -toko tertentu saja. Padahal benih padi ini memiliki potensi yang bagus. Bisa menghasilkan bibit yang tahan hama penyakit. Padi ini bisa tumbuh subur di ketinggian 100-500 mdpl," ujarnya.

Sebelumnya dilaporkan bahwa Gampong (desa) Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara tampil sebagai juara 1 kategori pengelolaan dana desa se-Propinsi Aceh. Meunasah Rayeuk berhasil mengalahkan 2 desa lainnya yang berasal dari Kabupaten Gayo Lues dan Aceh Barat. Di tingkat nasional, melalui inovasinya, Desa Meunasah Rayeuk terpilih menjadi Juara II Nasional Inovasi Desa yang penghargaannya diserahkan langsung oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI, Eko Putro Sandjojo. 

"Sebagai Senator Aceh yang menangani masalah desa, kita bangga Aceh mendapat prestasi di tingkat nasional," jelasnya.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini