-->








Keterlibatan Perempuan dalam Ranah Pemerintahan Aceh Masih Minim

21 Desember, 2019, 05.39 WIB Last Updated 2019-12-20T22:39:54Z
SEIRING dengan perkembangan zaman, persaingan di ranah Pemerintahan Aceh sudah semakin besar. Seperti halnya Pemilu 2019 yang dikenal dengan tahun politik dimana rakyat Indonesia termasuk Aceh melakukan pemilihan secara serentak dari lembaga eksekutif dan juga legislatif. Namun kita dapat melihat dari hasil pemilihan tersebut bahwasanya sangat sedikit dari kalangan perempuan yang menduduki kursi Pemerintahan Aceh. Padahal 30% dari kursi pemerintahan harus dipenuhi oleh perempuan, sesuai peraturan yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Permasalahan partisispasi perempuan dalam politik tidak terlepas dari perkembangan dan dominasi liberalisme global hampir di seluruh dunia. Sebagian besar masyarakat memandang bahwa seorang perempuan yang menjadi pemimpin tidak layak karena mendahului kaum laki-laki, dan di lain pihak juga banyak yang menentang karena permasalahan gender. 

Kesetaraan gender merupakan salah satu hal yang memicu timbulnya tuntutan-tuntutan baru yang semakin meluas tentang besarnya kesempatan bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam ranah politik khususnya di kursi pemerintahanan ataupun parlemen.

Demokrasi masa kini juga mendorong peningkatan dan tuntutan para perempuan untuk memperluas kesempatan dan sarana bagi kesetaraan gender. Bahkan perempuan menuntut untuk mendapatkan pengakuan yang sama dengan kaum laki-laki, tidak ada namanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi kemanusiaan.

Sering kita dengarkan argumen dari beberapa kalangan yang menganggap bahwa peran perempuan hanya bisa mengurusi pekerjan rumah tangga, namun dalam hal politik perempuan sering di ragukan kinerjanya. Sehingga dari anggapan tersebut bisa mempengaruhi pandangan masyarakat umum terhadap kepemimpinan perempuan dan hal ini juga berdampak pada kalangan perempuan untuk meraih kepercayaan dari masyarakat.

Jadi ini merupakan tugas besar bagi partai politik untuk bisa merubah pandangan masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan agar kedepannya 30% kursi kepemimpinan dapat dipenuhi sesuai dengan pelaksanaan amanat undang-undang yang berlaku dalam memberikan kesempatan dan kepercayaan bagi perempuan secara utuh.

Karena, tidak bisa dipungkiri bahwa partisipasi perempuan dalam politik sangatlah penting, sebab keberadaan perempuan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi kalayak perempuan. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa perempuan dan politik dalam perspektif kesetaraan gender harus seimbang tanpa melupakan hakikat dan kodratnya.
Penulis: Raviqa Della (Mahasiswi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Komentar

Tampilkan

Terkini