-->








14 WNA Asal Iran Terdampar di Perairan Aceh Barat, FPRM Desak UNHCR  Melakukan Pendataan

30 Januari, 2020, 03.22 WIB Last Updated 2020-01-29T20:22:31Z
LANGSA - Ketua Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM), Nasruddin, mendesak UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) untuk melakukan pendataan terhadap 14 warga negara asing (WNA) asal Iran yang terdampar di perairan Aceh Barat, pada Selasa (28/01/2020) kemarin.

"Kita mendesak UNHCR untuk segera mendata 14 MNA asal Iran tersebut agar semua pihak dapat mengetahui status mereka, apakah para nelayan yang terdampar atau pencari suaka, sehingga proses penanganan akan disesuaikan dengan status mereka yang sebenarnya," demikian disampaikan Ketua FPRM, Nasruddin, kepada LintasAtjeh.com, Rabu (29/01/2020).

Lanjut Nasruddin, dari informasi yang beredar saat ini, ke 14 warga Iran tersebut mengklaim sebagai nelayan, namun FPRM melihat ada beberapa indikasi kejanggalan atas pengakuan mereka sebagai nelayan.

"Kapal yang terdampar di perairan Aceh Barat kemarin tidak memiliki radio sebagai alat komunikasi, semua warga WNA tersebut tidak memiliki indetitas apapun, bahkan kapal tidak memiliki surat izin berlayar dan hasil tangkapan ikan juga tidak ada. Oleh karena itu, kami mendesak pihak UNHCR untuk segera melakukan pendataan," ungkap mantan aktivis '98 tersebut.

Selain itu, terang Nasruddin lagi, dirinya merasa heran dan mempertanyakan tentang kenapa pihak imigrasi tidak memperbolehkan para WNA tersebut turun ke darat untuk diproses secara ketentuan yang ada, padahal mereka sudah memasuki wilayah hukum negara  Indonesia tanpa dokumen apapun.

"Undang Undang Keimigrasian sangat jelas diatur, apabila ada warna negara asing memasuki wilayah Indonesia tanpa dokumen maka mereka wajib diproses secara hukum dan dideportasi ke negara asal, kecuali mereka sebagai pencari suaka," beber Nasruddin.

Nasruddin turut menambahkan, dalam Undang Undang Keimigrasian telah  diatur tentang bagaimana cara penanganan orang asing tanpa memiliki dokumen.

Ini langkah-langkah penanganannya:

A. Menerima laporan tentang adanya tindak pidana keimigrasian.

B. Memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, menahan seseorang yang tersangka melakukan tindak pidana keimigrasian.

C. Memeriksa dan menyita surat surat atau dokumen perjalanan atau benda benda yang ada hubungan dengan tindak pidana keimigrasian.

D. Memanggil orang untuk didengar keterangan sebagai saksi.

E. Melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tertentu, yang diduga terdapat surat-surat, dokumen, surat jalan, atau benda lain yang ada hubungannya dengan ke imigrasian.

F. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka.

"Jadi, tidak ada alasan bagi pihak imigrasi melarang mereka untuk dibawa turun ke darat agar dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Kita berharap jangan sampai kebijakan yang diambil akan melanggar ketentuan hukum yang berlaku," papar Ketua FPRM, Nasruddin. [*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini