-->








Subhanallah! Singa Padang Pasir 'Umar bin Khattab' Garang Terhadap Musuh Tapi Lembut Kepada Isteri

10 Januari, 2020, 10.12 WIB Last Updated 2020-01-10T06:31:53Z


Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang juga menjadi khalifah kedua (634-644) dari empat Khalifah Ar-Rasyidin. Namanya menjadi momok menakutkan bagi musuh-musuh Islam saat itu. Bahkan, tidak hanya dari golongan manusia, golongan setan juga lari terbirit-birit jika melihat Umar atau sekadar mendengar namanya.

Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayah Umar bernama Khaththab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya bernama Hantamah binti Hasyim, dari marga Bani Makhzum. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Nabi Muhammad yaitu Al-Faruq, yang berarti orang yang bisa memisahkan antara yang haq dan bathil.

Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan sesuatu yang langka. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.

Sebelum masuk Islam, pemilik nama asli Abu Hafsh Umar al-Faruq bin Khattab tersebut sudah ditakuti oleh banyak pihak dan paling berani menentang Islam. Badannya yang tinggi besar serta karakternya yang tegas dan pemberani, membuat siapapun dibuat bertekuk lutut saat berhadapan dengannya.

Umar merupakan orang yang sangat disegani dan dihormati oleh penduduk Mekkah, bilamana tradisi yang dijalankan oleh kaum jahiliyah Mekkah saat itu, Umar juga mengubur putrinya hidup-hidup sebagai bagian dari pelaksanaan adat Mekkah yang masih bar-bar.

Umar kemudian dinilai oleh Nabi Muhammad, jika ia masuk Islam, akan menjadi kekuatan besar. Bahkan, Nabi pernah berdoa secara khusus agar Umar masuk Islam. Dalam satu riwayat, Nabi Muhammad SAW berdoa, "Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai: Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam."

Doa Nabi Muhammad pun dikabulkan Allah, dan Umar bin Khattab masuk ke barisan umat Islam dan menjadi salah satu sahabat Nabi yang paling setia. Dengan masuknya Umar sebagai muslim, dakwah Nabi Muhammad pun semakin memiliki kekuatan. Keberanian, ketegasan, dan kegarangan Umar menjadi salah satu senjata andalan dalam perjalanan dakwah Nabi. Hingga ia dijuluki sebagai Asadullah atau singa padang pasir.

Keberanian Umar juga dibuktikan dengan suatu peristiwa yang membuat umat muslim saat itu ketar-ketir. Bagaimana tidak, di saat Rasulullah bersembunyi-sembunyi saat hijrah dari Makkah ke Madinah, Umar justru mengumumkannya di depan Kakbah.

"Barang siapa yang ingin anaknya menjadi yatim, istrinya menjadi janda dan orang tuanya tak lagi memiliki anak, silakan temui aku di lembah belakang kota Mekkah!" teriak Umar menantang seluruh orang kafir Quraisy. Namun, tidak ada yang berani melayani tantangannya.

Lemah Lembut Terhadap Isteri

Menariknya, meskipun Umar dikenal sangat garang terhadap musuh-musuh Islam, hingga ditakuti oleh golongan manusia dan jin, di depan isterinya, Umar berperilaku sangat lemah lembut.

Sebuah kisah yang dituliskan oleh Ulama besar asal Indonesia, Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya yang berjudul U'qud al-Jain menceritakan, bagaimana Umar memperlakukan isterinya dengan sangat lembut.

Dikisahkan ada seorang sahabat yang ingin berkunjung ke rumah Umar untuk berkonsultasi lantaran ia kerap mendapatkan omelan dari sang isteri. Tepat berada di depan pintu rumah Umar, ia dikejutkan dengan suara keras istri Umar yang sedang marah.

Sahabat tersebut pun urung mengetuk pintu. Ia tidak mendengar ada suara Umar di dalam rumah tersebut. Ia pun bermaksud untuk kembali ke rumahnya. Sambil bergegas pergi ia berkata dalam hati, "Kalau seorang khalifah saja hanya terdiam saat dimarahi isteri, bagaimana denganku?"

Namun baru beberapa langkah, Umar terlihat membuka pintu dan keluar dari rumahnya. Umar pun memanggil sahabat yang hendak berkunjung ke rumahnya itu. Saat mereka berdua sudah duduk bersama, Umar pun bertanya akan maksud kedatangan sahabat tersebut, "Saudara ada keperluan apa datang ke rumahku?"

Sahabat pun menceritakan tujuan awalnya. Ia bermaksud ingin berkonsultasi persoalan dengan istrinya. Namun setelah mengetahui jika Umar pun sedang ada masalah dalam keluarganya, ia mengurungkan niatnya. Sahabat itu, memberanikan diri untuk bertanya, apa yang membuat seorang Khalifah Umar bin Khatab r.a, yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat isterinya marah? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun? Ini lima rahasia Umar tentang mengapa ia lebih memilih berdiam diri atau seakan tunduk dalam menghadapi isterinya:

1. Isteri Adalah Benteng Penjaga Api Neraka

Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya dirinya akan kesulitan mengendalikan syahwatnya kepada wanita sekitarnya. Isteri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari.

Maka, ketika Umar terpikat pada wanita, ia akan ingat pada isteri, pada penyelamat yang melindunginya dari bahaya syahwat dan mebentengi dirinya dari api neraka. Lebih dari itu isteri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.

2. Isteri Sebagai Pemelihara Rumah

Dikala dirinya bekerja siang malam dalam mengumpulkan harta. Umar mendapati Isterinya yang selalu menjaga, memelihara agar harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia, karena ada isteri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.

Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, berapa pula ia harus membayar untuk menggantikan peran isteri serupa itu. Niscaya akan sulit menemukan pemelihara rumah yang ikhlas dan telaten daripada isterinya dalam menjaga hartanya.

3. Isteri Membantu Menjaga Penampilan Suami

Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Dalam berpakaian, atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaiannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan isteri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu.

4. Isteri Sebagai Pengasuh Anak-anak

Pejuangan dan pengorbanan isteri dalam sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir anak-anak yang menggembirakannya. Tak berhenti sampai di situ. Isteri juga merawat anak-anak agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat.

Jika ada yang salah dengan pertumbuhan anak, pastilah isteri yang disalahkan. Bila anak membanggakan lebih dulu suami yang mendapatkan pujian. Baik buruknya sang anak ke depan tak lepas dari sentuhan isterinya. Khalifah Umar bin Khatab r.a paham benar akan hal itu.

5. Isteri Sebagai Penyedia Hidangan

Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami cuma tahu ada hidangan, tiada terpikir bagaimana susahnya cara menyajikannya, mulai dari alotnya tawar menawar di pasar menyiapkan bahan-bahan makanan untuk diracik dan dimasaknya.
Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk isteri si juru masak. Tanpa perhitungan isteri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.

Dengan mengingat lima peran ini, Khalifah Umar bin Khatab r.a kerap diam setiap isterinya marah. Umar memahami peran Isterinya yang capek, mungkin juga jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Isteri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya.

Untuk segala kemurahan hati sang isteri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah isterinya itu melalui ungkapan kemarahan dan kecerewetan yang diterimanya. Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan isteri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya.

Bila isteri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak terhindar percekcokan karena suami sebagai pemimpin tidak terima dimarahi isteri. 

Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Khalifah Umar bin Khatab r.a ini? Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi pemimpin idaman bagi keluarganya. Wallahu a’lam ...!!!

*Disarikan dari berbagai sumber

Komentar

Tampilkan

Terkini